Sabtu, 29 November 2014

Jangan Menyerah

Apa kau merasa hidupmu begitu berat? Sebentar saja, keluarlah dari sarangmu. Keluar dari persembunyianmu. Berjalanlah sejenak, melihat sekelilingmu.

Mungkin kau akan bertemu penjual kembang tahu yang memanggul dagangannya keliling kampung. Dia tidak tahu apakah dagangannya akan laris atau tidak hari ini. Tapi, dia tidak menyerah. Dia tetap berusaha menjemput rezekinya. Memanggul dagangannya yang berat, berjalan di bawah terik matahari.

Mungkin kau akan bertemu bapak tua yang berjualan kue semprong di halte bus. Mungkin ketika hujan kau akan melihatnya kerepotan melindungi dagangannya agar tidak basah. Di usianya yang senja dia masih tetap bekerja.

Mungkin kau akan bertemu penjual tahu aci di terminal yang tak bosan menawarkan dagangannya kepada para penumpang bus. Meskipun kadang jualannya tidak laku sampai malam, mereka masih mencoba berjualan lagi keesokan harinya.

Mungkin kau akan melihat para sopir angkot yang menunggu penumpang. Mereka tidak tahu hasil narik mereka akan cukup untuk membayar setoran atau hanya cukup untuk membayar bensin atau justru harus nombok. Tapi, mereka tetap bekerja.

Saat kau merasa hidupmu berat, ingatlah mereka. Tidak. Aku tidak bermaksud mengecilkan kesulitan yang kauhadapi dibandingkan kesulitan mereka. Semua orang punya masalah masing-masing. Dan bukan hakku mengatakan masalahmu tak seberapa dibanding masalah mereka. Aku tahu, menunjukkan padamu bahwa orang lain juga punya masalah tidak akan membuat masalahmu menjadi lebih ringan. Aku juga tidak akan mengatakan kau jauh beruntung dari mereka dan memaksamu mensyukuri keadaanmu saat ini. Tidak. Aku hanya ingin kau mengingat semangat mereka untuk tetap bertahan hidup. Aku hanya ingin kau percaya bahwa selalu ada harapan. Jangan menyerah.

*self reminder*

Rabu, 19 November 2014

Where the Mountain Meets the Moon


Dahulu kala, tidak ada sungai di muka bumi. Naga Gioklah yang bertugas menjaga awan, menentukan di mana akan hujan dan kapan reda. Hingga suatu hari ia mendengar beberapa penduduk suatu desa berkata, “Aku sudah muak pada hujan. Aku senang karena awan telah pergi dan matahari akhirnya bersinar.” Kalimat itu membuat Naga Giok marah. Ia pun berhenti menurunkan hujan. Kekeringan di mana-mana. Keempat anaknya – Mutiara, Kuning, Panjang, dan Hitam – merasa kasihan pada penduduk bumi. Mereka memutuskan turun ke bumi dan mengubah diri menjadi empat larik sungai. Ketika menyadari perbuatan anaknya Naga Giok menyesali kesombongannya. Karena kesedihannya, ia jatuh dari langit dan menjadi Sungai Giok. Hatinya menjadi Gunung Nirbuah. Tidak ada yang bisa tumbuh dan hidup di gunung itu, kecuali bila Naga Giok sudah bersatu kembali setidaknya dengan salah satu anaknya. Itu adalah kisah yang sering didengarkan Minli dari Ba, ayahnya. Dan saat Minli bertanya bagaimana Gunung Nirbuah bisa menghijau, Ba menjawab, “Itu pertanyaan yang harus kauajukan pada Kakek Rembulan.” Setiap dia mengajukan pertanyaan penting, jawabannya selalu seperti itu.

Rabu, 12 November 2014

Kekuatan yang Diperlukan Saat Naik TransJakarta



TransJakarta – atau lebih dikenal dengan sebutan busway (padahal busway itu jalur untuk kendaraan tersebut, kan?) – sekarang sudah jadi angkutan yang populer di Jakarta. Mungkin bagi orang luar Jakarta naik TransJakarta kelihatannya menyenangkan. Padahal seringkali untuk naik TransJakarta tidak semenyenangkan yang dibayangkan orang yang belum pernah atau jarang naik armada tersebut. Seringkali butuh perjuangan dan butuh kekuatan khusus. Iya, butuh kekuatan khusus. Berikut ini kekuatan yang harus dimiliki oleh penumpang TransJakarta:

Senin, 10 November 2014

The Story Girl



Jika suara mempunyai warna, warna suaranya mirip seperti pelangi. Membuat kata-kata menjadi hidup.
– kata Beverly tentang Gadis Dongeng –


Beverly King – sebut saja Bev – dan Felix King harus meninggalkan Toronto untuk tinggal bersama paman dan bibi mereka di Carlisle, Pulau Prince Edward. Alan King, ayah mereka, harus pergi ke Rio de Janeiro dan tidak bisa membawa mereka bersamanya. Bev dan Felix sangat antusias pergi ke tempat di mana ayah mereka menghabiskan masa kecilnya. Setibanya di sana mereka merasa sudah mengenal tempat itu karena seringnya ayah mereka menceritakan tempat itu. Pohon-pohon willow, kebun keluarga King, sumur dengan atap China, hingga suara kodok di malam hari, mereka merasa sudah mengenalnya bertahun-tahun silam lewat cerita ayah mereka.

Di Carlisle mereka berdua tinggal bersama Paman Alec dan Bibi Janet serta anak-anak mereka: Dan, Felicity, dan Cecily. Ada juga sepupu mereka yang lain yaitu Sara Stanley yang tinggal bersama Bibi Olivia dan Paman Roger. Di sana mereka juga bertemu dengan Peter, anak lelaki yang bekerja untuk Paman Roger. Ada juga Sara Ray, teman Cecily. Tidak butuh waktu lama bagi Bev dan Felix untuk akrab dengan mereka berenam. Banyak kejadian yang mereka alami, yang menyenangkan, menyedihkan, juga menegangkan. Misalnya ketika mereka meminta sumbangan untuk membangun perpustakaan sekolah, ketika mereka berlomba mencatat mimpi mereka, ketika Peter sakit campak dan teman-temannya khawatir dia akan mati, ketika mereka membeli gambar Tuhan, dan ketika mereka ketakutan mendengar kabar akan datangnya hari kiamat.

Sabtu, 01 November 2014

Nonton Lagi!

Hari ini aku menonton film Rurouni Kenshin: The Legend Ends di Blitz Grand Indonesia. Dengan siapa? Sendirian, dooong! Aku berangkat dari Otista dengan bus TransJakarta ke Harmoni. Seperti biasa, bus jurusan PGC-Harmoni kalau sedang ditunggu-tunggu malah tidak muncul-muncul. Begitu muncul, penuh. Aku pun tidak bisa naik. Saking senewennya, aku pun ngomel di Twitter sambil mention Twitter @BLUTransJakarta. Eh, baru saja nge-twit, muncullah bus PGC-Harmoni yang gandeng dan lega, meskipun tetap saja aku tidak dapat tempat duduk. Sepertinya kali lain aku perlu nge-twit untuk summon bus TransJakarta.

Setelah sampai di Harmoni aku lanjut naik bis jurusan Blok M. Sebelumnya aku pernah turun di halte Tosari dan kali ini aku ingin iseng turun di halte Sarinah. Dan ternyata ... jauuuh! Aku harus berjalan kaki jauh untuk ke GI. Tapi ada hikmahnya jalan kaki jauh. Aku jadi bisa melihat orang demonstrasi. Ada yang konvoi yang diikuti beberapa mobil polisi. Seru euy! Maklum, aku termasuk anak baik-baik (pencitraan) yang tidak pernah ikutan demo besar-besaran, jadi penasaran melihat demo.

Kamis, 30 Oktober 2014

Mendekatkan yang Jauh

Gadget mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Kalimat ini muncul karena banyak orang yang lebih suka bersosialisasi dengan orang yang jauh dengannya -- dengan menggunakan gadget -- dibandingkan dengan orang yang ada di dekatnya. Bahkan ada yang duduk berhadapan tapi masing-masing asyik dengan gadget-nya. Aku termasuk yang seperti itu, sibuk main ponsel atau laptop dan jarang mengobrol dengan orang. Harus kuakui, ponsel bisa jadi pelarian sempurna saat aku berada di keramaian tapi aku merasa seperti alien. Saat berkumpul dengan teman-teman di ruang makan, aku lebih suka main sudoku di ponsel karena aku memang bukan orang yang biasa mengobrol panjang lebar dengan orang yang tidak terlalu akrab denganku. Aku bukan orang yang pandai membuka pembicaraan. Kalaupun lawan bicara sudah membuka pembicaraan, kadang aku juga tidak tahu harus merespon bagaimana. Ujung-ujungnya paling yang responku, "Oh, gitu."

Senin, 20 Oktober 2014

Oleh-oleh Liliefors

Hari Minggu kemarin aku mengikuti acara LILIEFORS di kampus STIS. Liliefors ini singkatan dari Klinik Penulisan Desain Grafis Fotografi STIS. Singkatan yang agak maksa, demi mendapatkan singkatan yang berbau statistik, hihihi. Ini kali pertama aku mengikuti Liliefors. Sewaktu kuliah aku tidak pernah mengikuti dengan alasan tidak punya uang untuk membayar tiket. Setelah lulus, aku juga tidak mengikuti karena tempat kerjaku nun jauh di sana.

Bukti ikut Liliefors



Sewaktu melihat posternya di Facebook aku langsung tertarik. Yah, meskipun aku tidak tertarik menjadi fotografer, desainer grafis, atau penulis profesional, tiga hal tersebut lumayan menarik minatku. Apalagi hobiku yang suka sok-sokan memotret pemandangan dan pekerjaanku yang menuntut kreativitasku dalam membuat cover publikasi. Dan setelah melihat narasumbernya, aku langsung heboh dan buru-buru mendaftar. Siapakah narasumbernya? Untuk klinik desain grafis narasumbernya Faza Meonk, komikus Si Juki – komik yang menurutku lumayan menarik (kecuali komik yang tentang upil dan kawan-kawannya). Narasumber untuk klinik penulisan adalah A Fuadi, penulis novel Negeri Lima Menara – novel yang membuatku mulai kecanduan membeli novel. Dua makhluk itulah yang membuatku makin semangat mengikuti acara tersebut.


Rabu, 08 Oktober 2014

Nggak Ada Kerjaan, Katanya

Ada hal yang menyebalkan saat kuliah malam ini. Awalnya, sih, biasa-biasa saja. Tapi, semakin kupikirkan jadi terasa menyebalkan. Saat itu temanku (yang sesama pegawai BPS) menjelaskan kendala yang dia alami saat mengumpulkan data dari instansi lain. Kemudian ada temanku yang lain (bukan pegawai BPS) berkata lebih kurang begini, "Kalau pekerjaan BPS cuma mengumpulkan data dari instansi lain, BPS nggak ada kerjaan, dong? Buat apa ada BPS?" Berhubung dosennya juga sepertinya tidak tahu mengenai pekerjaan-pekerjaan BPS, dia juga seolah mengamini komentar tadi. Salah satu komentarnya mengenai pekerjaan BPS yang "hanya" mengumpulkan data dari instansi lain lebih kurang begini, "Mending BPS dihapus saja. Atau semua pekerjaan itu dikerjakan sama BPS saja, tidak usah dikerjakan instansi lain." Dan sayangnya waktu kuliah sudah hampir habis jadi tidak sempat ada yang membantah komentar tersebut.

Awalnya aku menganggap itu wajar karena dia tidak bekerja di BPS. Dan aku cuma berpikir kalau dia mengatakan hal itu di depan KSK (Koordinator Statistik Kecamatan), dia pasti sudah jadi dendeng. Tapi, setelah dipikir-pikir, rasanya tidak etis menjatuhkan instansi di depan umum (di depan kelas termasuk umum, kan?). Apalagi dia langsung berkata seperti itu tanpa konfirmasi ke orang-orang yang bekerja di BPS apakah benar mereka tidak ada pekerjaan seperti yang dia asumsikan. Kalau mengingat hal itu, rasanya sebal. Di saat teman-temanku senewen karena beban pekerjaan yang makin berat, ada orang yang mengatakan mereka tidak ada pekerjaan. Kalau komentar dosen, sih, aku tidak terlalu peduli. BPS dihapus? Terserah. Itu urusan para petinggi.

Tapi, gara-gara kejadian itu aku jadi tahu rasanya kalau ada orang yang menghakimi kita tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Istilah kerennya tanpa tabayyun. Jadi, harus hati-hati jangan sampai menghakimi seseorang dan berkata, "Alah, instansi ini mah nggak ada kerjaan. Cih, dinas itu mah kerja enggak korupsi banyak. Bah, orang-orang di kantor itu kerjanya cuma ngerumpi." Jangan gitu, ya, Milo! Kita tidak tahu apakah seseorang bekerja keras atau tidak.

Minggu, 21 September 2014

Menyesal

Kena batunya. Kalimat itu tepat sekali menggambarkan keadaanku saat ini. Procrastinator sejati. Hobi menunda-nunda. Ada tugas yang deadline hari ini pukul 09.50, dan sejak kemarin aku hanya gegoleran tak jelas. Tadi padi mulai mengerjakan, malah bingung. Siangnya tidur. Setelah itu, heboh mengerjakan. Tapi, baru selesai pukul sepuluh tadi. Sudah tidak bisa upload di website. Terlambat.

Mau nangis? Ya, silakan. Nangis yang kenceng. Tidak akan bisa mengubah keadaan. Waktu tidak akan berputar kembali ke pukul 09.50.

Mau mengeluh? Nggak malu? Salahmu dewek, nok. Semua perbuatan, semua keputusan, ada akibatnya. Berani berbuat, harus berani menghadapi risikonya. Berani menunda-nunda, harus berani menghadapi risiko terparah.

Menyesal? Ah, tidak ada gunanya. Penyesalan memang datangnya belakangan. Iya. Dan kadang, orang yang terlalu ndableg memang harus mengalami hal ekstrim bin tragis agar sadar dengan kesalahannya dan mau memperbaiki diri. Seperti kata Gandalf, tangan yang terbakar lebih efektif untuk mengingatkan bahaya api. Sekarang tinggal berdoa saja, semoga tangan yang terbakar itu tidak terlalu parah lukanya. Penyesalan memang tidak bisa mengubah keadaan. Tapi, menyesal dan memperbaiki diri lebih baik daripada tidak menyadari kesalahan.

Kali lain, jangan menunda-nunda lagi. Kali lain, jangan bermalas-malasan lagi. Kali lain, harus lebih semangat, fokus, dan istiqomah belajar. Jangan tergoda untuk gegoleran ataupun internetan nggak jelas. Dan semoga masih ada kesempatan lain. 

Waktunya introspeksi diri. Waktunya memperbaiki diri.

Sabtu, 20 September 2014

Udik + Impulsif + Jakarta = ???

Belum sebulan aku tinggal di Jakarta, aku sudah menggelandang beberapa kali. Padahal, dulu, hampir lima tahun tinggal di Jakarta, aku jarang sekali bepergian. Belum tentu dalam sebulan ada agenda jalan-jalan. Dan sekarang, justru sebaliknya. Rasanya tidak betah tinggal di kos. Mungkin karena aku lama tinggal di luar Jawa yang minim tempat rekreasi. Ada, siiiih, tapi jauh. Kalau di Jakarta? Tinggal naik Transjakarta. Seperti orang yang sudah lama tidak makan. Begitu melihat makanan, rasanya semua ingin dimakan. Begitu juga aku. Rasanya ingin berkeliling ke semua tempat dan menikmati fasilitas yang tidak bisa kudapatkan di daerah.

Penggelandangan pertama adalah hari Senin, 8 September. Tujuannya: Gramedia. Awalnya aku tidak berniat ke sana. Niat semula adalah nonton di XXI Atrium sepulang kuliah. Tapi, berhubung aku tidak hafal bioskopnya di lantai berapa dan aku tidak punya teman yang bisa diajak nonton (plus jadi penunjuk jalan), aku pun memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan (di dalam Transjakarta), aku tergoda untuk ke Gramedia. Akhirnya setelah sampai di halte Tegalan aku pun turun, dan ngucluk ke Gramedia. Iya, aku impulsif. Padahal Gramedia adalah tempat hangout paling berbahaya bagiku. Kenapa? Karena kalau sudah ke Gramedia, aku harus siap-siap mengeluarkan uang banyak karena khilaf membeli buku. Daaan, memang akhirnya khilaf. Tapi, tidak menyesal, sih, karena ada novel lanjutan dari novel yang sudah pernah kubaca. Ada Bite-Sized Magic (The Bliss Trilogy) dan 21 (The Chronicles of Audy).

Sabtu, 06 September 2014

Belajar Bahasa Inggris dari Sherlock (4): The Hound of Baskerville


Setelah belajar dari Sherlock episode The Empty Hearse, The Sign of Three, dan The Blind Banker, kali ini giliran episode favoritku: The Hound of Baskerville (Sherlock season 2 episode 2). Here we go!

No. Cold turkey, we agreed, no matter what (John, to Sherlock)
cold turkey = abrupt and complete withdrawal from the use of an addictive substance, esp. a narcotic drug, or nicotine.
no matter what = in any event; without any regards to what happens (in the future); whatever the conditions are.
Kalimat “No. Cold turkey, we agreed, no matter what” ini adalah jawaban John ketika Sherlock memintanya untuk menunjukkan di mana dia menyembunyikan rokok Sherlock. Jadi, maksud John adalah mereka berdua sudah sepakat bahwa Sherlock akan berhenti merokok apapun yang terjadi. Dan berhenti di sini adalah berhenti total secara sekaligus, bukan bertahap.

Anyway, you’ve paid everyone off, remember? No one within a two-mile radius will sell you any (John, to Sherlock)
pay someone off = to pay what is owed to a person; to bribe someone.
Di antara kedua arti di atas, yang lebih sesuai dengan kalimat John adalah yang kedua. Maksud John adalah Sherlock sudah membayar semua orang di lingkungan tempat tinggalnya dalam radius dua mil agar mereka tidak menjual rokok kepadanya.

Don’t pin your hopes on that cruise with Mr Chatterjee, he’s got a wife in Doncaster nobody knows about (Sherlock, to Mrs. Hudson)
pin your hopes on something/somebody = to hope that something or someone will help you achieve what you want; to depend on someone or something for a successful result.
Nah, untuk yang satu ini aku masih agak bingung. Tapi, sepertinya maksud Sherlock adalah agar Mrs. Hudson tidak terlalu berharap bahwa liburannya dengan Mr. Chatterjee akan terwujud atau berjalan lancar karena sebenarnya dia sudah punya istri di Doncaster. Sepertinya begitu.

In your own time. But quite quickly (Sherlock, to Henry)
in one’s time = at one’s own rate; at a time and a rate decided by oneself.
Yang ini juga agak sulit menjelaskannya. Tapi, sepertinya kalimat “In your own time” lebih kurang maksudnya tidak perlu buru-buru, mirip dengan “Take your time” tapi mungkin beda kondisi. Mungkiiin.

Rabu, 09 Juli 2014

Akhirnya Saya Memilih

Terlalu semangat nyelupin jari ke tinta, sampai hitam


Setelah sekian lama malas ikut pileg, pilpres, pilkada, dan pil-pil yang lain, hari ini aku kembali ke jalan yang entah-benar-entah-tidak: menggunakan hakku untuk memilih. Alasan utamaku, sih, agar surat suaraku tidak disalahgunakan oknum yang tidak bertanggung jawab. Bukannya tidak percaya pada petugas KPPS. Tapi kan kejahatan bisa terjadi karena ada kesempatan, dan hak pilih yang tidak digunakan bisa jadi kesempatan bagi para oknum untuk menyalahgunakan surat suara yang “nganggur” tersebut. Selain itu, aku juga lumayan terpengaruh kampanye teman-teman di media sosial dan kampanye para wartawan di portal berita. Apa? Yang di portal berita bukan kampanye? Yakin itu bukan kampanye? Amacacih? Pokoknya, selamat bagi kalian yang sudah rajin berkampanye karena berhasil membuatku yang selama ini golput jadi ikutan memilih. You de real MVP (deuh, serasa di 9GAG).

Berhubung aku adalah perantau, aku tidak yakin namaku terdaftar dalam DPT. Untungnya anak ibu kos, sebut saja Si Kakak adalah anggota KIP (Komisi Independen Pemilihan), yaitu semacam KPU tapi di Aceh istilahnya berbeda. Tanggal 8 kemarin aku bertanya padanya apa bisa aku memilih hanya membawa KTP saja. Dia pun menjawab kalau aku harus mendapatkan kartu A5 terlebih dahulu untuk pindah TPS (semacam itulah). Dia meminta KTP-ku agar bisa membuatkan kartu A5 untukku. Padahal menurut kawanku kami bisa memilih dengan membawa KTP dan KK (seperti pengalamannya sewaktu pileg yang lalu) karena KTP kami sudah KTP Aceh Barat Daya. Tapi, aku tidak paham aturan yang sebenarnya, jadi kuberikan KTP-ku. Dan pagi tadi ketika aku meminta kartu A5, Si Kakak sudah pergi. Dan adiknya menyerahkan KTP-ku tanpa memberikan A5. Sepertinya kemarin Si Kakak mengira KTP-ku bukan KTP kabupaten sini jadi mengatakan bahwa aku membutuhkan A5. Setelah tahu KTP-ku kabupaten sini, dia cuma mendaftarkan namaku saja. Sepertinya begitu.

Selasa, 01 Juli 2014

Belajar Bahasa Inggris dari Sherlock (3): The Blind Banker


The Empty Hearse sudah. The Sign of Three sudah. Sekarang giliran mencatat kata-kata, frasa, dan idiom dari episode The Blind Banker (Sherlock season 1 episode 2). Yuk, mareee!

You took your time (Sherlock, to John)
take one’s time = to go as slow as one needs to, to use as much time as is required; to take more time to do something than is considered acceptable
Arti yang pertama biasanya digunakan untuk menyatakan bahwa orang-yang-dibicarakan tidak perlu terburu-buru mengerjakan sesuatu. Adapun arti kedua menyatakan bahwa orang-yang-dibicarakan terlalu lama dalam mengerjakan sesuatu. Untuk arti pertama menurutku lebih pas digunakan apabila suatu pekerjaan belum atau sedang dikerjakan. Sedangkan dalam adegan Sherlock itu John sudah selesai berbelanja. Jadi, arti pertama kurang sesuai. Ditambah lagi nada bicara Sherlock seperti orang yang protes atau mengeluh. Jadi, kalimat “You took your time” yang diucapkan Sherlock maksudnya John terlalu lama berbelanja.

Yeah, I didn’t get the shopping (John, to Sherlock)
get = to gain or have understanding of
Itu adalah salah satu dari sekian banyak arti kata “get”. Jadi, kalimat “I didn’t get the shopping” maksudnya John tidak paham soal berbelanja (makanya belanjanya lama).

Because I had a row in the shop with a chip and PIN machine (John, to Sherlock)
row = a boisterous disturbance or quarrel; a brawl
Jadi, maksud kalimat “I had a row in the shop with a chip and PIN machine” adalah John bertengkar dengan chip dan kartu PIN di tempat belanja. Bertengkar? Iya. Had a row = quarrel = bertengkar. Yang sudah menonton pasti tahu adegan John berteriak-teriak pada mesin pembaca barcode dan pembaca kartu pembayaran.

Kamis, 26 Juni 2014

Menggembel Demi Taco

Selasa, 24 Juni 2014 adalah hari yang bersejarah buatku. Kenapa? Karena hari itu membuktikan betapa ngototnya aku kalau sudah menginginkan sesuatu. Sudah sekitar sebulan aku ngidam makan taco gara-gara tergoda melihat Patrick Jane beberapa kali makan taco di serial The Mentalist dan beberapa kali melihat post tentang taco di 9GAG. Dan hari Selasa kemarin aku ngengsreng di Jakarta demi mencari taco.

Beberapa hari sebelumnya aku sudah googling tempat makan taco di Jakarta. Hasilnya ada Taco Express dan Taco Local. Aku memilih ke Taco Express yang lokasinya ada di Kemang. Perjalanan dimulai dari halte TransJakarta Bidaracina. Di halte aku bertanya pada mbak-mbak penjaga bus mana yang kunaiki agar bisa sampai ke Kemang. Penjelasannya masih membingungkan. Aku pun bertanya pada sesama penumpang. Bapak-bapak yang kutanyai menyarankan padaku untuk naik bus ke arah PGC lalu nantinya turun di halte BNN. Aku pun menurut. Di halte BNN aku bertanya lagi pada petugas. Dia menyarankan aku untuk naik bus jurusan-apa-entah-aku-lupa, yang jelas dia memberitahuku untuk turun di halte Kuningan Barat. Oke. Aku mengikuti sarannya. Turun di halte tersebut, aku bertanya lagi. Nanya mulu! Yah, lebih baik banyak bertanya (dan) memalukan daripada malu bertanya (lalu) sesat di jalan. Kata orang yang kutanyai, setelah naik bus aku harus turun di halte Pejaten. Fine. Aku pun naik bus lagi dan turun di halte Pejaten. Di sini aku mulai bingung. Naik apa lagi? TransJakarta lagi? Atau angkot? Nah, kata mas-mas di halte Pejaten aku harus naik angkot untuk ke Kemang. Keluar dari shelter aku belok kanan. Setelah berjalan jauh, aku bertanya pada bapak-bapak yang berjualan tisu di jalan. Dia malah menyarankan aku untuk menunggu angkot di seberang jalan tempat aku berada. Jiah! Aku pun naik jembatan penyeberangan lagi. Setelah menyeberang aku bertemu ibu-ibu. Lagi-lagi aku bertanya cara ke Kemang. Tahu apa kata ibu itu? "Ke Blok M aja, naik busway!" Jiah! Gue juga baru turun dari busway, Jeeeng! Dia tidak tahu kalau aku sudah menggelandang dengan busway sampai beberapa kali transit. Bisa dibilang aku sudah melakukan wisata busway, hehehe.

Minggu, 15 Juni 2014

Belajar Bahasa Inggris dari Sherlock (2): The Sign of Three

Setelah membahas kosa kata baru, frasa, dan idiom dari Sherlock episode The Empty Hearse, sekarang giliran episode The Sign of Three. Here we go!

I really am going to have a word with your mother (Mrs. Hudson, to Sherlock)
have a word = to speak with someone privately to tell them something
Jadi, kalimat “I really am going to have a word with your mother” itu maksudnya Mrs. Hudson mau membicarakan sesuatu dengan ibu Sherlock. Sepertinya, sih, membicarakan masalah Sherlock yang akan ditinggal nikah oleh John, hahaha!

I’m only messing! (Janine, to Sherlock)
only messing = only teasing; not serious
Kalimat ini mengacu pada kalimat Janine sebelumnya tentang bridesmaid dan groom. Jadi, sewaktu Janine mengatakan, “I’m only messing!” itu semacam mengatakan “Yang tadi itu becanda doang!”

He’s really come out of his shell (Archie’s mother, “he” refers to Archie, the CUTE boy)
come out of shell = to become more friendly, more sociable
Kalimat ini diucapkan ibu Archie sewaktu melihat Archie yang langsung memeluk Sherlock. Berarti, biasanya Archie pemalu atau tidak seramah itu, tapi terhadap Sherlock dia sangat friendly (buktinya langsung memeluk).

Selasa, 27 Mei 2014

Belajar Bahasa Inggris dari Sherlock: The Empty Hearse


Salah satu efek positif dari kegilaanku menonton serial Sherlock adalah aku bisa belajar Bahasa Inggris. Selain bisa menambah kosa kata, menonton Sherlock juga menambah daftar idiom yang belum pernah kupelajari di sekolah. Dan hari ini aku iseng mencatat beberapa kalimat dari episode The Empty Hearse yang mengandung kata, frasa, atau idiom:

A small thank you wouldn’t go amiss (Mycroft, to Sherlock)
wouldn’t go amiss = would be welcome, suitable, or useful; would be useful and might help to improve situation.
Kalau dari penjelasan di atas berarti kalimat “A small thank you wouldn’t go amiss” maksudnya “Sedikit ucapan terima kasih bisa berguna” atau "Sedikit ucapan terima kasih akan diterima dengan baik". Tapi, entah kenapa aku lebih suka mengartikannya “Tidak ada salahnya/tidak ada ruginya berterima kasih”. Salah? Yo ben!

You sat there and watched me being beaten to a pulp (Sherlock, to Mycroft)
“being beaten to a pulp” merupakan bentuk pasif dari beat to a pulp.
beat to a pulp = hit someone hard until they are seriously injured.
Jadi, kalimat “being beaten to a pulp” itu artinya dipukuli sampai luka parah. Seberapa parah? Tahu, kan, artinya pulp? Pulp itu bubur kertas. Dipukuli sampai jadi bubur kertas. Ih, horror!

I’ve kept a weather eye on him, of course (Mycroft. ‘him’ refers to John)
keep a weather eye on something or somebody = to watch something or someone carefully, because they may cause trouble or they made help.
Jadi, maksudnya Mycroft mengawasi John (selama Sherlock menghilang) dengan saksama (aneh kalau carefully diartikan dengan hati-hati).

Senin, 26 Mei 2014

Hang On

I've come this far
keep going on
keep my spirit on
try to not even give up
But it seems like the whole world force me to stop

Tell me. Should I keep going on? Should I give up on my dream that I've pursued for long time?

Does everything happens to make me stop? Does everything happens to make me struggle harder?

I have no idea. All my problems have taken all my spirits.

Maybe I need to rest for a while, clear my mind. Maybe. Just hang on.

Jumat, 18 April 2014

The Marvelous Land of Oz



Ini kisah tentang Tip, seorang anak laki-laki yang tinggal di Gilikin, negeri di mana semuanya berwarna ungu. Gilikin terletak di sebelah utara negeri Oz. Sejak kecil dia tinggal bersama seorang penyihir bernama Mombi. Setiap hari Mombi menyuruh Tip bekerja, mulai dari mencari kayu bakar, bekerja di ladang, hingga memberi makan ternak. Suatu hari Tip mengambil salah satu labu di ladang dan mengukirnya menyerupai wajah manusia labu. Tip juga membuatkan tubuh dari kayu untuk manusia labu tersebut dan memakaikan pakaian padanya. Tip menamainya Jack Si Manusia Labu.

Tip meletakkan Manusia Labu di jalan yang akan dilewati Mombi untuk menakutinya. Dia berhasil menakuti Mombi? Sayangnya tidak. Mombi tidak takut sama sekali. Dia justru memanfaatkan Manusia Labu untuk mencoba serbuk ajaibnya. Mombi menaburkan Serbuk Kehidupan pada Manusia Labu lalu mengucapkan mantra daaan Manusia Labu pun HIDUP! Dia juga bisa bicara. Mombi dan Tip pun membawanya.

Malamnya Mombi membuat ramuan dengan resep barunya dan menyuruh Tip meminumnya bila ramuan tersebut telah mendingin. Ketika Tip bertanya apa yang akan terjadi padanya jika dia meminumnya, Mombi menjawab, “Jika resepnya tak salah, ramuan ini akan mengubahmu jadi batu.” Karena tak ingin menjadi batu, Tip memutuskan untuk melarikan diri. Sebelum melarikan diri, dia mencari roti di lemari dapur. Ternyata selain menemukan roti, dia juga menemukan kotak berisi serbuk ajaib milik Mombi. Tip pun mengambil roti, keju, dan kotak tersebut. Dia juga mengajak Jack kabur bersamanya.

Kamis, 13 Maret 2014

Basa Inggris



Aku lagi seneng nganggo Basa Inggris. Gara-gara lagi seneng genaunan Basa Inggris. Sapa ngerti olih bojo bule. Tuli, aku, ya lagi seneng nonton pilem barat dadine sokan ilon-ilon omongane wong sing nang pilem. Belih moni keminggris, ya. Mung kayonge enak bae nganggo basa kue. Luwih sopan rasane. Biasane nyong nganggo basa kue yen nggremeng dewek. Contone yen ngomong “bullshit”. Jajal yen nganggo Basa Jawa ngapak, dadine “tai kebo” atawa “tlepong”. Kayong njijeni nemen, oh, ya! Atawa yen ngomong “it doesn’t make sense”. Diterjemahna maring Basa Indonesia dadi “tidak masuk akal”. Esih enak, sih, dirungokna. Tapi, tetep luwih enak nganggo Basa Inggris. Kayong keren. Nah, yen nganggo Basa Jawa ngapak dadi ora keren babar blas. Dadine “ora mlebu ngutek”. Ora keren, kan, yen dirungokna? Atawa yen ngomong “I don’t give a damn”. Angger diterjemahna maring Basa Jawa ngapak biasa dadi “ora urusan” atawa “pan belih temen” atawa “mbuh bae”. Lah, yen diterjemahna maring Basa Jawa ngapak versi curanmor dadine “ora urusan, ora urunan, ora duwe duit”. Ora keren ora acan, lah.

Apa maning yen lagi dugal, pengin ngganyami uwong. Ngganyami uwong nganggo Basa Inggris kue rasane kayong luwih sopan, keren, tapi tetep bisa kasar. Pimen kue? Angger ana wong sing gemerah bae atawa kakehan cangkem, kari ngomong “shut up!!!”. Yen nganggo Basa Jawa dadi “mingkem!!!”. Kurang keren tur kurang kasar. Yen nganggo basa curanmoran pada bae karo ngomong “aja reang!!!”. Kiye, ya, kayong kurang galak. Tuli angger ana wong makha-makha, kari ngomong “what the hell are you doing?” Jajal yen nganggo Basa Jawa ngapak. Dadine “raimu lagi apa donge?” Kasar nemen, oh, ya?

Rabu, 12 Maret 2014

Milo VS Athaya



Apa/siapa yang bisa membuat suasana hatimu yang semula mendung berubah jadi cerah ceria? Kalau pertanyaan itu diberikan pada Athaya, jawabannya adalah sepatu. Setelah memandangi puluhan pasang koleksi sepatunya, mood-nya akan membaik. Kalau pertanyaan itu diajukan padaku, jawabannya adalah Benedict Cumberbatch. Mungkin yang rajin membaca blog ini (adakah?) bosan mendengar nama Benedict Cumberbatch. Apa mau dikata. Blog ini adalah curahan pikiran dan hatiku. Dan saat ini yang ada di pikiranku dan hatiku Benedict. Problem?

Kalau Athaya pergi berbelanja sepatu untuk mengobati suasana hatinya buruk, aku cukup duduk di depan laptop dan membuka fanpage Benedict Cumberbatch di Google+ yang menyediakan banyak foto dan video yang bisa jadi eye candy bagi fans-nya. And I will smile again as if nothing bad happened before. Apa yang lebih menyenangkan dibanding seseorang yang selalu membuatmu tersenyum bila melihatnya? Halaaah! Jadi sok romantis begini.

Rabu, 05 Maret 2014

Suka Tidak Suka

Rasa tidak suka pada seseorang itu kadang membuatku kurang rasional. Ada seseorang yang tidak kusukai. Dia ini suka sekali menyanyi dengan suara kencang. Biasanya dia menyanyi lagu dangdut dengan cengkok yang lebay. Suaranya bagus, sih. Cengkoknya juga bagus. Tapi, cara menyanyinya lebay. Dan dia sering menyanyi di kamar mandi. Yang itu artinya dia akan menghabiskan waktu lebih lama karena acara mandinya diselingi karaoke. Makin parahlah rasa tidak sukaku padanya. Dan ketika aku mendengarnya mengaji, entah mengapa aku merasa kalau "lagu"-nya (qiro'ah-nya) seperti cengkok dangdut. Entah memang qiro'ah-nya yang seperti itu, atau memang aku yang terlalu tidak suka padanya sehingga dia mengaji pun terdengar seperti menyanyi dangdut.

Tidak suka di sini belum tentu benci, ya. Ada orang yang tidak kubenci, tapi tetap saja sikap ataupun perkataannya sering membuatku berpikir, "Apaan, sih?" Temanku pernah mengirimkan sms panjang padaku yang isinya menceritakan keadaan yang dia lihat saat itu. Dan yang terpikir saat itu adalah: ini sms apa cerpen? Memang, sih, bahasanya seperti menulis cerpen. Puitis. Tapi, tetap saja aneh kalau mengingat reaksiku yang berlebihan. Kalau dia membuat status Facebook pun kadang aku berpikir "sok puitis banget, sih!" Padahal, kalau orang lain yang membuat status serupa, aku biasa-biasa saja. Untungnya aku tidak berkomentar kejam di statusnya. Cukup nggrundel dalam hati.

Jumat, 14 Februari 2014

Curhat Golongan Darah

Pernah membaca analisis sifat manusia berdasarkan golongan darah? Percaya? Kalau aku, sih, antara percaya dan tidak. Golongan darahku O dan ada sebagian karakter golongan darah O memang sesuai dengan sifatku. Tapiiiii ... kebanyakan yang sesuai itu yang negatif! Misalnya disebutkan kalo golongan darah O itu ruthless (kejam). Harus kuakui, aku punya bakat jadi orang yang kejam. So, don't mess with me! Eh, kok, jadi ngancem gini? Tenang, pada dasarnya aku baik hati, kok. Tapi, kalau aku memutuskan untuk bersikap kejam pada seseorang, biasanya aku benar-benar tega dan berpikir bahwa orang itu layak diperlakukan seperti itu. He/she deserves it! Disebutkan juga bahwa golongan darah O itu sloppy. Aku tidak yakin arti kata sloppy ini. Setelah searching di internet, ada dua macam terjemahan untuk sloppy ini yaitu careless dan lack of neatness. Honestly, I am. Both. I couldn't agree more. Hiks, parah, ya!

Ada juga karakter yang sesuai dengan sifatku, dan itu bisa positif maupun negatif. Misalnya expressive dan curious. Aku memang termasuk yang ekspresif, sih. Tapi, kadang juga bisa jadi orang tanpa ekspresi, hehehe. Dan, curious? Ini masalah besar buatku. Aku sering jadi korban rasa penasaranku sendiri. Pernah aku dan teman-temanku membicarakan tentang pohon di salah satu kantor. Temanku yang orang Aceh Barat Daya menyebutkan bahwa itu pohon cemara. Sedangkan temanku yang bukan orang sini mengatakan bahwa itu pohon pinus. Karena penasaran aku pun langsung googling mencari tahu ciri-ciri pinus dan cemara. Pernah juga kami membicarakan tentang bunga jeumpa dan seulanga. Kami tidak yakin bunga itu dalam Bahasa Indonesia namanya apa. Kami juga tidak tahu bentuknya seperti apa. Karena penasaran, aku langsung googling dan menemukan bahwa jeumpa itu sama dengan bunga kantil dan bunga seulanga sama dengan bunga cempaka. Kadang aku merasa aneh dengan sifatku yang "niat banget" mencari tahu. Ada juga karakter yang kadang sama kadang tidak. Misalnya strongly purposed-oriented. Memang, sih, kadang aku cenderung berorientasi hasil. Suka-suka gue mau pake cara apa, yang penting mah hasilnya sesuai. Tapi, tidak selalu seperti itu juga.

Selasa, 11 Februari 2014

Asem-Asem Persahabatan



Banyak cerita manis tentang persahabatan. Tapi, apa benar persahabatan selalu semanis itu? Belum tentyu. Berikut ini hal yang asem yang pernah kualami dalam persahabatan:

Bertepuk Sebelah Tangan
Bukan cuma cinta yang bisa bertepuk sebelah tangan. Persahabatan juga. Contohnya ketika aku menganggap seseorang sebagai sahabatku, tapi dia tidak. Baginya aku cuma teman biasa pada umumnya. Pernah beberapa kali aku akrab dengan seseorang, ke mana-mana dengan dia. Hingga kemudian kami berpisah. Lama tak bertemu, tentu kangen, kan? Aku, sih, kangen. Dia? Sayangnya tidak. Iya, ini namanya kangen yang bertepuk sebelah tangan. Pernah juga aku akrab dengan seseorang yang saking akrabnya masalah cinta dan patah hati pun kuceritakan padanya. Itu tandanya aku percaya padanya. Ternyata dia malah sebaliknya. Berita paling penting, pernikahannya, baru dia beritahukan setelah gosip menyebar dan aku menodongnya untuk mengkonfirmasi gosip tersebut. Kalau aku tidak menodongnya, mungkin dia baru memberitahuku menjelang hari H. Padahal, aku berharap jadi bagian orang-orang yang diberitahu lebih awal. Serasa lirik lagunya Britney Spears “don’t let me be the last to know”.

Menuntut
Tingkat keakrabanku dengan seseorang berbanding lurus dengan kadar ekspektasiku terhadap dia. Misalnya, ketika aku sangat akrab dengan seseorang, aku sering berharap – atau bahkan cenderung menuntut – dia untuk mengerti pikiranku tanpa aku harus mengatakannya. Kadang berpikir, “Mereka, kan, sahabatku. Mestinya mereka tahu alasan aku marah,” atau ,”Mestinya mereka tahu aku nggak suka ini, nggak suka itu.” Dan sayangnya, sahabat itu manusia biasa, bukan mind reader. Dan sayangnya lagi, susah menghilangkan “kebiasaan” menuntut itu. Padahal, kalau posisinya dibalik, misalnya temanku tiba-tiba marah, belum tentu aku tahu alasannya.

Senin, 10 Februari 2014

Dua Belas Pasang Mata



Hisako Oishi mendapat tugas untuk mengajar di sekolah cabang di sebuah desa terpencil di Laut Seto. Jarak sekolah itu delapan kilometer dari rumahnya. Setiap hari dia menempuh jarak itu dengan bersepeda. Kala itu, tahun 1928, perempuan mengendarai sepeda bukanlah hal yang lumrah. Ditambah dengan pakaian barat yang dia kenakan. Penduduk desa jadi kurang menyukainya karena menganggapnya “terlalu modern”.

Oishi memiliki dua belas orang murid: tujuh murid perempuan dan lima murid laki-laki. Mereka memiliki karekter beragam. Ada Kotsuru dan Nita yang cerewet, Sanae yang pemalu, Takeichi yang cerdas, dan lainnya. Mereka memanggil Oishi dengan sebutan Koishi. Mereka sangat menyukai guru mereka itu. Mereka – yang biasanya datang terlambat karena harus berjalan kaki sejauh lima kilometer ke sekolah – tidak pernah terlambat sejak diajar Oishi.

Hingga suatu hari, ketika Oishi mengajak murid-muridnya ke pantai, ia terkena jebakan yang mereka buat. Kakinya terluka. Dia pun tidak bisa mengajar dalam waktu yang lama. Murid-murid yang merindukannya pun memutuskan untuk pergi ke rumahnya. Mereka berjalan kaki ke rumahnya, sejauh delapan kilometer! Mereka sendiri awalnya tidak menyangka kalau jarak yang akan mereka tempuh sejauh itu. Karena peristiwa itu, penduduk desa jadi tahu betapa anak-anak mereka menyukainya. Mereka pun mulai menyukainya juga. Sayangnya, Kepala Sekolah justru memutuskan untuk memindahkan Oishi ke sekolah utama.

Kamis, 06 Februari 2014

Dear You

Dear Dream,
You were there
Yeah, you were there
when my life was full of sadness and disappointment
Because of you, I could hold on and face all my problems
Pursuing you made my life so meaningful

Dear Passion,
My life was so lively because of you
When I feel so tired, you came to me
You gave me strength
You gave me spirit

But now,
I lose both of you
And without you, my life is so flat, so boring

Will you come to me once again?

Kamis, 30 Januari 2014

Persona Non Grata (Yang Terbuang)


Covernya cakep.

Namanya Dean Pramudya. Mahasiswa cerdas, selalu berprestasi sejak kecil. Meskipun berasal dari keluarga kaya, Dean tidak merasakan kebahagiaan. Itu karena orang tuanya terlalu sibuk sehingga tidak memberinya perhatian. Dia juga merasa semua prestasi yang diraihnya hanya untuk memenuhi keinginan orang tuanya, bukan keinginannya sendiri. Dean pun kemudian memutuskan melepaskan predikat “anak baik”nya dan memilih menjadi seorang cracker. Dia menjadi pemimpin Cream Crackers, sekumpulan cracker yang kerap membajak rekening, memalsukan kartu kredit, dan sebagainya.

Sewaktu Dean di Batam, dia bertemu dengan seorang gadis yang membuatnya jatuh cinta. Dia adalah korban human trafficking yang dipaksa menjadi wanita penghibur. Dean sering mengunjunginya. Namun, setelah Dean kembali ke Jakarta, mereka tak bertemu lagi. Hingga kemudian, gadis itu berhasil kabur dari lokalisasi. Berbagai peristiwa dalam pelariannya “membawa” gadis itu ke Yayasan Pelita yang dipimpin Luthfi. Gadis itu mengaku hilang ingatan, hingga namanya sendiri pun tak tahu. Luthfi pun memberinya nama. Sarah.

Ketika Luthfi hendak mempertemukan Sarah dengan seseorang yang mungkin mengetahui identitasnya, Sarah memutuskan kabur dari asrama yayasan. Dia pun menghubungi Dean melalui pesan Facebook. Gadis itu dalam bahaya, begitu pikir Dean setelah membaca pesannya. Dia pun langsung memesan tiket pesawat ke Batam. Dean tidak sadar. Bukan hanya gadis itu yang dalam bahaya. Di Batam, ada bahaya lain yang menunggu Dean. Bahaya apakah itu? Bagaimana pula dengan kelanjutan “karir” Cream Crackers?

Silakan baca novel Persona Non Grata (Yang Terbuang) karya Riawani Elyta untuk mengetahui jawabannya.

Senin, 27 Januari 2014

Geek in High Heels



Athaya, perempuan berusia 27 tahun, web designer, pencinta sepatu, SINGLE. Yang terakhir itu yang paling penting. Single. Status yang membuat Athaya sering diinterogasi di acara keluarga. Athaya juga (menganggap dirinya) kurang beruntung dalam urusan percintaan karena tiap pacaran selalu putus.

Dan di saat dia merasa tidak beruntung dalam percintaan, dia justru mendapatkan dua “cinta” sekaligus: Ibra dan Kelana. Ibra adalah seorang marketing manager di perusahaan klien Athaya. Introvert, womanizer, dan workaholic, atau menurut pengakuannya: mencintai pekerjaan. Ibra juga sering mengirim kue untuk Athaya alih-alih mengirim bunga. Kelana adalah seorang penulis muda yang novel-novelnya jadi best seller. Kalau sedang sibuk menulis, Kelana akan sangat susah dihubungi. Manda, sahabat Athaya, menyebutnya makhluk setengah demit.

Athaya dihadapkan pada dua pilihan: Ibra dengan keseriusannya untuk berkomitmen atau Kelana dengan sikapnya yang sulit ditebak yang selalu membuat Athaya rindu. Siapa yang akan ia pilih? Kalau mau tahu jawabannya, baca saja novel Geek in High Heels. Hehehe....

Rabu, 15 Januari 2014

Biggest Fans

I am Benedicted. I am Cumberbatched. I am Benaddicted.

Ah, sudah. Cukup. Bukan Mamas Beben yang akan kubicarakan kali ini. Tapi, termasuk salah satu efek kegilaanku pada si Mamas ini.

Seperti biasa, kalau aku ngefans pada artis, aku akan googling. Selain foto, biodata, berita, tentunya di internet bertebaran tulisan dari fans. Begitu pun pada kasus Benedict ini. Aku menemukan banyak akun twitter para penggemarnya dan blog fandom-nya. Isinya? Gila, segila tingkah fandom yang tergila-gila pada aktor yang mereka gilai itu. Oke. Sudah terlalu banyak kata gila.

Senin, 13 Januari 2014

I AM SHERLOCKED

I am Sherlock-ed!
Yeah!

Aku tidak ingat kapan kali pertama aku menonton Sherlock, serial produksi BBC. Kalau tidak salah sekitar tahun 2012. Waktu itu aku langsung maraton menonton 6 episode season 1 dan 2. Semalaman. Kalau di Sherlock Holmes yang movie aku lebih suka pemeran John Watson (Jude Law) dibanding Sherlock Holmes (Robert Downey Jr), di serial ini aku lebih suka pemeran Sherlock. Ingat, ya! Lebih suka. Berarti aku juga suka pemeran John Watson (Martin Freeman). Tapi, aku lebih suka pemeran Sherlock: Benedict Cumberbatch. Dan setelah itu langsung kepo dengan pemainnya. Langsung googling.



Kenapa aku suka serial Sherlock? Alasan utamanya: ya, suka aja. Ini alasan yang tidak bisa dibantah. Alasan lainnya, aku suka ceritanya yang membuatku penasaran dan membuatku bertahan menahan kantuk demi menontonnya. Buktinya aku sampai rela begadang demi menonton 6 episode secara maraton. Gaya Sherlock ketika menggunakan mind palace-nya (di episode Hound of Baskerville) itu keren! Cool! Dan gaya Sherlock ketika menaikkan kerah mantelnya. Aw aw aw! Tadinya aku tidak memperhatikan. Tapi, setelah John protes dengan gaya "sok keren" itu, aku jadi memperhatikan. Dan ternyata MEMANG KEREN.


Selasa, 07 Januari 2014

Bete Karena Oleh-Oleh

Kalau perantau baru kembali dari kampung halaman, apa yang akan ditagih oleh kawan-kawan di rantau? Yup! Oleh-oleh. Entah kenapa sepertinya membawa oleh-oleh seakan kewajiban bagi mereka yang baru pulang kampung. Umm, kalau baru pulang dari bepergian juga ditagih oleh-oleh.

Dan aku punya banyak pengalaman buruk soal oleh-oleh ini. Dulu, aku pernah membawa telur asin dan pilus. Dan sewaktu di bandara petugas memintaku membuktikan bahwa telur asin itu bukan telur asin mentah dengan cara memecahkan salah satu telur yang kubawa. Dua kali diperiksa X ray, dua kali pula diminta memecahkan telur. Ribet. Akhirnya, tahun berikutnya kuputuskan memaketkan oleh-oleh telur asin beberapa hari sebelum aku kembali ke Blangpidie. Dan ternyataaa ... ongkos kirimnya MAHAL. Lebih mahal dari harga sekardus telur asin yang kukirimkan. Dan sampai di Blangpidie, seseorang berkomentar, "Apa itu? Telur asin? Saya kira bawa dodol garut, kan lebih enak makannya.. Kalo telur asin di sini juga banyak." Jleb! Sudah buang-buang uang, oleh-olehnya malah tidak dihargai. Saat itu aku bertekad untuk tidak membawa oleh-oleh lagi. Tapi, sayangnya aku kurang teguh dalam memegang tekadku.