Semarang. Setelah Brebes dan Tegal, Semarang merupakan kota yang (sempat) menjadi rumahku. Aku sempat beberapa kali ke Semarang, sempat tinggal di sana selama sekitar sepuluh hari, dan sempat beberapa kali tersesat juga di sana. Mungkin karena itulah aku merasa Semarang sudah seperti rumahku, biarpun aku tidak terlalu mengenal setiap sudut kota tersebut.
Dulu, Semarang termasuk kota yang jauh menurutku. Sebelumnya jangkauanku cuma sekitar Brebes-Tegal saja. Bahkan, untuk Kabupaten Brebes pun yang sering kukunjungi cuma sekitar Kecamatan Brebes. Jadi, pergi ke Semarang benar-benar terasa sesuatu banget.
Ada banyak pengalaman "asem manis" di Semarang. Pernah aku dan mbakku 'thawaf' dari daerah sekitar RS Karyadi ke daerah sekitar RS Bhakti Wiratamtama, lanjut ke sekitaran Tugu Muda, sampai Bergota. Itu pengalaman asemnya. Kalau pengalaman manisnya... Begini ceritanya... Hari itu aku datang ke Semarang untuk kesekian kalinya. Mbak Yayu -- mahasiswa yang kukenal sewaktu daftar ulang setelah dinyatakan lulus SPMB -- mengantarku ke kontrakan kawannya di kawasan Tembalang untuk ditampung sementara (maklum, anak terlantar jadi perlu ditampung). Nama kontrakannya Tsabita. Bapakku langsung bergumam bahwa Tsabita itu artinya teguh. Hari itu seharusnya aku mengikuti apel PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) -- semacam OPSPEK -- di Undip. Tapi, aku tidak mengikuti apel karena baru datang dan baru mendapatkan tempat tinggal siang harinya. Keesokan harinya aku juga tidak bisa mengikuti PMB hari pertama di Fakultas Teknik karena harus tes kesehatan untuk masuk STIS. Mbak Yayu pun menyarankan untuk membuat surat izin untuk tidak mengikuti PMB. Awalnya aku berniat membuat alasan palsu dalam surat izin tersebut. Aku awalnya hendak menyebutkan kalau aku tidak mengikuti PMB karena sakit. Tapi, Mbak Yayu menyuruhku menyebutkan alasan sebenarnya di surat izin bahwa aku tidak mengikuti PMB karena harus tes kesehatan. "Mereka akan menghargai kalau kamu jujur," begitu katanya. Aku pun menurut.
Ada banyak pengalaman "asem manis" di Semarang. Pernah aku dan mbakku 'thawaf' dari daerah sekitar RS Karyadi ke daerah sekitar RS Bhakti Wiratamtama, lanjut ke sekitaran Tugu Muda, sampai Bergota. Itu pengalaman asemnya. Kalau pengalaman manisnya... Begini ceritanya... Hari itu aku datang ke Semarang untuk kesekian kalinya. Mbak Yayu -- mahasiswa yang kukenal sewaktu daftar ulang setelah dinyatakan lulus SPMB -- mengantarku ke kontrakan kawannya di kawasan Tembalang untuk ditampung sementara (maklum, anak terlantar jadi perlu ditampung). Nama kontrakannya Tsabita. Bapakku langsung bergumam bahwa Tsabita itu artinya teguh. Hari itu seharusnya aku mengikuti apel PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) -- semacam OPSPEK -- di Undip. Tapi, aku tidak mengikuti apel karena baru datang dan baru mendapatkan tempat tinggal siang harinya. Keesokan harinya aku juga tidak bisa mengikuti PMB hari pertama di Fakultas Teknik karena harus tes kesehatan untuk masuk STIS. Mbak Yayu pun menyarankan untuk membuat surat izin untuk tidak mengikuti PMB. Awalnya aku berniat membuat alasan palsu dalam surat izin tersebut. Aku awalnya hendak menyebutkan kalau aku tidak mengikuti PMB karena sakit. Tapi, Mbak Yayu menyuruhku menyebutkan alasan sebenarnya di surat izin bahwa aku tidak mengikuti PMB karena harus tes kesehatan. "Mereka akan menghargai kalau kamu jujur," begitu katanya. Aku pun menurut.