Sabtu, 29 Desember 2012

Kenangan PMB yang Manis

Semarang. Setelah Brebes dan Tegal, Semarang merupakan kota yang (sempat) menjadi rumahku. Aku sempat beberapa kali ke Semarang, sempat tinggal di sana selama sekitar sepuluh hari, dan sempat beberapa kali tersesat juga di sana. Mungkin karena itulah aku merasa Semarang sudah seperti rumahku, biarpun aku tidak terlalu mengenal setiap sudut kota tersebut.

Dulu, Semarang termasuk kota yang jauh menurutku. Sebelumnya jangkauanku cuma sekitar Brebes-Tegal saja. Bahkan, untuk Kabupaten Brebes pun yang sering kukunjungi cuma sekitar Kecamatan Brebes. Jadi, pergi ke Semarang benar-benar terasa sesuatu banget.

Ada banyak pengalaman "asem manis" di Semarang. Pernah aku dan mbakku 'thawaf' dari daerah sekitar RS Karyadi ke daerah sekitar RS Bhakti Wiratamtama, lanjut ke sekitaran Tugu Muda, sampai Bergota. Itu pengalaman asemnya. Kalau pengalaman manisnya... Begini ceritanya... Hari itu aku datang ke Semarang untuk kesekian kalinya. Mbak Yayu -- mahasiswa yang kukenal sewaktu daftar ulang setelah dinyatakan lulus SPMB -- mengantarku ke kontrakan kawannya di kawasan Tembalang untuk ditampung sementara (maklum, anak terlantar jadi perlu ditampung). Nama kontrakannya Tsabita. Bapakku langsung bergumam bahwa Tsabita itu artinya teguh. Hari itu seharusnya aku mengikuti apel PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) -- semacam OPSPEK -- di Undip. Tapi, aku tidak mengikuti apel karena baru datang dan baru mendapatkan tempat tinggal siang harinya. Keesokan harinya aku juga tidak bisa mengikuti PMB hari pertama di Fakultas Teknik karena harus tes kesehatan untuk masuk STIS. Mbak Yayu pun menyarankan untuk membuat surat izin untuk tidak mengikuti PMB. Awalnya aku berniat membuat alasan palsu dalam surat izin tersebut. Aku awalnya hendak menyebutkan kalau aku tidak mengikuti PMB karena sakit. Tapi, Mbak Yayu menyuruhku menyebutkan alasan sebenarnya di surat izin bahwa aku tidak mengikuti PMB karena harus tes kesehatan. "Mereka akan menghargai kalau kamu jujur," begitu katanya. Aku pun menurut.


Kamis, 27 Desember 2012

Escape Over The Himalayas: Perjuangan Anak-anak Tibet Menaklukkan Himalaya

Aku mengirim anakku ke India karena.. aku tidak pernah mengenyam pendidikan. Dan susah untuk menjalani kehidupan normal tanpa bisa membaca dan menulis. Semua orang punya masalah. Sebagai perempuan yang hidup sederhana, aku juga tidak punya uang untuk menyekolahkan anakku. Itulah alasanku mengapa aku mengirim jauh buah hatiku. Setelah ia pergi jauh, yang bisa aku lakukan hanyalah melihat fotonya dan menangis.
--Seorang ibu dari Tibet

Gambar pinjam di sini
Ini merupakan kisah nyata perjalanan enam orang anak Tibet melintasi Himalaya. Enam orang anak yang berasal dari provinsi-provinsi yang berbeda di Tibet. Enam orang anak dengan latar belakang berbeda tapi menuju satu tempat yang sama: Dharamsala, India Utara. Mereka adalah Pema Kecil, Tamding, Chime, Dholker, Dhondup, dan Lhakpa.

Pema Kecil, gadis kecil berumur tujuh tahun dari Provinsi Kham. Pema Kecil sering dipukuli oleh ayahnya yang pemabuk. Hingga suatu hari Pema Kecil tanpa sengaja menumpahkan teh ke tubuh ayahnya. Ayahnya marah lalu menganiaya Pema Kecil secara membabi buta. Kaki kirinya patah. Ibunya membawanya ke amchi (semacam tabib/dokter). Setelah amchi mengobati kaki Pema Kecil, sang ibu menanyakan kemungkinan kesembuhan kaki putrinya dan kemungkinan bila putrinya menempuh perjalanan jauh. Saat itulah amchi menyadari bahwa ibu Pema Kecil sudah berencana mengirim putrinya ke Dharamsala. Sayangnya ibu Pema Kecil tidak sanggup membayar pemandu. Amchi kemudian memberitahukan bahwa cucunya juga akan dikirim ke Dharamsala. Dia menyarankan agar Pema Kecil pergi bersama Dhondup, cucunya, dan Nima, pemandunya.

Tamding, anak laki-laki berumur sepuluh tahun dari Provinsi Amdo. Dia adalah anak ketiga. Di Tibet, tiap keluarga hanya boleh memiliki dua orang anak. Bila satu keluarga memiliki anak lebih dari dua, mereka harus membayar pajak yang tinggi. “Karena anak ketiga” Amala harus mengenakan Chuba tipis yang sama itu bertahun-tahun lamanya. “Karena anak yang ketiga” ada kerutan kekhawatiran yang mendalam di antara kedua alis Paala. “Karena anak yang ketiga” mereka tidak mampu membeli obat-obatan untuk Kakek. “Karena anak yang ketiga” anak pertama dan anak kedua tidak bisa makan kenyang. Tidak ada yang mengatakan semua itu, tapi Tamding yang memikirkan dan merasakannya. Hingga ketika ayahnya menjual domba-domba miliknya, Tamding tahu bahwa salah satu dari ia dan kedua saudaranya akan dikirim ke Dharamsala. Ia pun menemui ayahnya dan berkata, “Kirim aku pergi, Paala.”

Selasa, 25 Desember 2012

Kisah Sang Penandai: Dongeng Sang Pencinta Sejati

Gambar pinjam di sini
...bahwa cinta adalah kata kerja, dan sebagai kata kerja jelas ia membutuhkan tindakan-tindakan, bukan sekadar perasaan-perasaan.

Hari itu, tanggal tujuh, bulan tujuh, pukul tujuh, Jim dan Nayla, kekasihnya, berjanji untuk bertemu di taman kota. Sayangnya, alih-alih bertemu dengan kekasihnya, Jim justru mendapat berita buruk: Nayla bunuh diri. Dia tidak mau dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya.

Ketika Jim sedang ‘menikmati’ patah hatinya di bangku taman, dia bertemu dengan seorang lelaki yang mengaku sebagai Sang Penandai. “Akulah Sang Penandai, yang menceritakan pertama-kali dongeng-dongeng tersebut dengan tanganku. Menjaganya tetap abadi sepanjang masa. Dan yang lebih penting lagi, membuat dongeng-dongeng baru yang dunia butuhkan,” begitu kata lelaki itu. Dia juga mengatakan bahwa dia memilih Jim untuk ‘membuat’ dongeng (lebih tepatnya menjadi aktor dalam salah satu dongeng). Katanya, “Aku ingin kau hanya mempercayai satu kalimat saja: pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya. Hanya itu. Dan sisanya, serahkanlah kepada waktu. Biarlah waktu yang menyelesaikan bagiannya. Maka dunia akan mendengarkan dongeng baru tentang cinta yang indah. Jim, dunia membutuhkan dongeng tersebut. Kaulah yang akan membuatnya.” Lalu, lelaki itu pun pergi, lenyap bersama formasi terbang ribuan capung.

Di upacara pemakaman Nayla, lelaki itu datang lagi. Dia kembali ‘mengganggu’ Jim. Mengusik Jim yang tak kunjung punya keberanian untuk ‘menyusul’ Nayla, bunuh diri. Dia kembali membahas dongeng yang akan ‘dijalani’ Jim. Dia menyuruh Jim untuk ikut Armada Kota Terapung yang akan menuju Tanah Harapan. Ketika perjalanan laut terhenti tak bisa disambung lagi, di tempat ketika Armada Kota Terapung memutar kemudi kembali ke kota ini, di situlah kau akan menemukan ujung dongengmu. Dan lagi-lagi Sang Penandai lenyap usai menjelaskan tentang dongeng itu.

Tentang Ngapak

Pernah melihat orang berbicara dengan logat ngapak dalam sinetron atau film? Aku sering. Dan jujur aku tidak suka. Seringnya, dalam sinetron orang berlogat ngapak ini digambarkan sebagai orang ndeso. Tapi, itu bukan masalah besar. Sebagai salah satu penutur Bahasa Jawa dengan logat ngapak – lebih tepatnya dialek Tegalan – aku tidak masalah dianggap ndeso. Toh, orang yang tidak ndeso belum tentu lebih cakep dan lebih keren dibandingkan orang ndeso, hehehe..

Yang membuatku tidak nyaman adalah cara para aktor dan aktris menggunakan logat ngapak. Biasanya, mereka berlebihan. Lebay. Misalnya dalam melafalkan huruf “k” dan “g” biasanya terlalu tebal. Kalau dalam Bahasa Arab seperti menggunakan qolqolah kubro. Padahal, setahuku orang-orang di wilayah Tegal dan Brebes tidak segitunya. Jadinya kalau melihat para aktor dan aktris menggunakan logat ngapak malah terkesan wagu (aneh). Membuatku ingin berkomentar seperti celetukan khas SKETSA: “Nggak gitu gitu juga kaleee!” Kalau diperhatikan, memang tidak banyak non-ngapaker yang bisa berbahasa ngapak secara luwes. Biasanya terdengar kaku.

Senin, 24 Desember 2012

Yang Ganjil dalam Drama/Film Korea

Semakin sering kita melihat dan memperhatikan satu hal, semakin besar kemungkinan kita melihat keanehan pada hal tersebut. Seperti saat ini. Karena sering menonton drama Korea, aku jadi sensitif dalam menemukan hal aneh, tidak logis, ataupun hal yang mungkin logis tapi tetap tak kusukai.

Hal ganjil pertama dari drama Korea yang tak kusukai adalah adegan minum minuman keras. Asli, ini adalah adegan yang tidak boleh ditiru. Hampir dalam semua drama dan film Korea ada adegan minum minuman beralkohol, baik bir, soju, wine, dan entah apa lagi namanya. Apalagi kalau tokoh utama sedang merasa galau, sedih, patah hati, akan digambarkan dia sedang minum berkaleng-kaleng bir atau bergelas-gelas – bahkan, mungkin berbotol-botol – soju. Sampai, di salah satu film yang kutonton tokohnya mengatakan bahwa minum soju adalah obat yang paling mujarab untuk patah hati. Aduh, aduh... Kenapa mesti soju? Kenapa mesti minuman beralkohol? Kenapa bukan minum susu? Kenapa bukan jus wortel atau sirsak atau stroberi? Kenapa bukan makan es krim? Kenapa bukan makan sop buah? Padahal, kan, minuman beralkohol justru tidak baik untuk kesehatan hati. Kenapa malah dijadikan ‘obat’ untuk hati? Kenapa? Kenapaaah?

Rabu, 19 Desember 2012

Terlalu 'Peduli'

Sepertinya manusia merupakan makhluk yang memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap sesamanya. Tidak percaya? Mau bukti? Dua tahun lalu, ketika ada pasangan artis yang bercerai, banyak orang yang berkomentar. Ada yang dengan entengnya berkata, "Itu pasti salah istrinya. Suaminya, kan, laki-laki baik-baik." Ada juga yang berkata, "Itu pasti karena uang. Penghasilan istrinya lebih besar dari penghasilan suaminya. Istrinya jadi berani menentang suami." Dan masih ada beberapa komentar lainnya. Apa mereka yang berkomentar itu kenal dekat pasangan artis tersebut? Apa mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tangga pasangan artis tersebut? Tidak. Lihatlah! Kenal juga tidak. Tahu duduk perkaranya pun tidak. Tapi, mereka masih begitu peduli pada masalah pasangan tersebut, bahkan dengan begitu baik hati menyampaikan pendapat mereka. Ah, lebih tepatnya tuduhan mereka. Mereka benar-benar peduli, kan?

Akhir-akhir ini juga manusia menunjukkan kepeduliannya pada sesamanya yang katanya bupati dan katanya menikah dengan anak di bawah umur. Banyak yang tertawa. Banyak pula yang ribut mendesaknya untuk melepaskan jabatannya saat ini. Tapi, tak sedikit pula yang mendukung. Ah, seseorang yang tadinya sama sekali tak dikenal, mendadak membuat begitu banyak orang peduli padanya. Sampai ada yang rela metani undang-undang yang berkaitan dengan masalahnya. Bahkan ada yang sampai rela mencari-cari ayat di kitab suci baik untuk mendukung maupun menentangnya. Beruntung sekali dia.

Sabtu, 15 Desember 2012

Guilty Pleasure: Ababil 26

Dua puluh enam. Usia yang (menurutku) sudah terlalu tua, setidaknya terlalu tua untuk berteriak-teriak ketika melihat artis favorit, "Marry me!!!" Usia 26 sudah terlalu tua untuk ngubek-ubek toko DVD (bajakan) demi membeli DVD drama Korea. Dan sayangnya, di usiaku yang sudah 26 tahun aku masih melakukannya. Iya, bulan lalu aku membeli beberapa DVD (bajakan) drama Korea, itu pun masih ditambah DVD milik kawanku yang kusalin (copy) ke harddisk eksternalku. Serasa seperti remaja alay. Malu? Iya. Senang? Iya juga. Hehehe! Mungkin ini yang dibilang guilty pleasure. Sesuatu yang kalau dilakukan bisa membuat pelaku merasakan guilty sekaligus pleased. Sebagian hati merasa sedikit bersalah, malu, beranggapan bahwa sudah bukan masanya melakukan hal seperti itu. Semua tingkah itu sudah pernah kulakukan sewaktu aku masih SMA, masih ABG. Dulu, melakukan semua itu bukanlah hal yang memalukan. Tapi, melakukannya sekarang? Err, rasanya malu. Sudah tidak pantas. Namun, sebagian hati yang lain menikmatinya. Harus kuakui bahwa ada rasa "seru" ketika ngubek-ubek toko mencari DVD, searching sinopsis drama di internet, searching lirik soundtrack-nya, sampai searching biodata pemainnya. Dan menontonnya pun tak kalah "seru". Geregetan karena penasaran dengan ceritanya, tertawa sampai sakit perut karena ceritanya yang lucu, terharu kalau ada scene romantis, pokoknya nano nano. Sampai rela begadang hingga pukul empat pagi demi menonton hingga episode terakhir.

Selasa, 11 Desember 2012

Olok-olok Bahasa Negeri Tetangga

Hari ini ada beberapa kawanku di Facebook yang membagikan (share) status lelucon tentang perbandingan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia (Melayu). Sebenarnya lelucon ini sudah tergolong basi karena sudah pernah kudengar beberapa bulan lalu, bahkan sebagian sudah pernah kudengar beberapa tahun lalu. Dulu, aku tidak begitu peduli. Aku hanya menganggapnya sebagai lucu-lucuan saja. Tapi, hari ini aku merasa tidak nyaman melihatnya. Aku memikirkan bagaimana apabila situasinya dibalik, orang Malaysia membuat lelucon tentang Bahasa Indonesia. Ssebagai orang Indonesia, sudah tentu aku akan marah. Jadi, aku pun berasumsi bahwa orang Malaysia akan marah bila membaca lelucon tersebut. Aku juga teringat pada satu prinsip "kalau tidak mau dicubit, jangan mencubit". Kalau berani mencubit, berarti siap untuk dicubit. Bukan mustahil bila orang yang kita cubit akan balas mencubit kita. Dalam kasus ini, jangan mengolok-olok kalau tidak mau diolok-olok.

Aku tidak tahu alasan orang-orang yang membuat lelucon tersebut. Sekadar untuk lucu-lucuan? Sebenarnya melucu sama sekali tidak identik dengan mencela. Kita masih bisa melontarkan lelucon yang benar-benar lucu tanpa mencela pihak lain. Terlebih lagi, yang dicela dalam lelucon ini bukan hanya perseorangan melainkan suatu bangsa. Bahasa adalah salah satu identitas suatu bangsa. Mencela suatu bahasa bukankah sama juga dengan mencela suatu bangsa? Lagipula, besar kemungkinan kita akan menemukan 'keanehan' dalam setiap bahasa yang bukan bahasa ibu kita. Misalnya dalam Bahasa Arab ada kata "tay'asu" yang artinya "berputus asa". Kalau dalam Bahasa Jawa, kata itu bisa diartikan "kotoran anjing". Mungkin lucu. Tapi, bolehkah kita menjadikannya sebagai bahan olok-olok yang mencela Bahasa Arab? Apakah alasan 'sekadar lucu-lucuan' bisa dijadikan pembenaran atas perbuatan mengolok-olok bahasa milik bangsa lain? Menurutku tidak. Rasanya tidak etis.

Jumat, 07 Desember 2012

Pesta Durian yang Impulsif

Siang ini aku, R, dan M (nama dirahasiakan demi nama baik, hehehe) pergi ke Panton Raya untuk makan siang. Tak dinyana, di sana juga ada seorang bapak yang menjual durian. Baunya yang harum menggoda R. Tapi, kami masih belum tergiur untuk membeli. Akhirnya kami pun makan siang. R dan M makan mi kuning rebus pakai telur sedangkan aku makan es buah dilanjutkan makan mi instan rebus pakai telur. Iya, aku tahu, aku kemaruk.

Setelah selesai makan, R mengajak untuk membeli durian. Berhubung aku sudah makan buah dan mi, aku pun menolak. Ceritanya masih sok kenyang. Kami pun leyeh-leyeh sebentar. Kemudian, R kembali mengajak membeli durian. Aku merasa perutku sudah tidak terlalu kenyang sehingga aku pun menjawab, "Ya, udah, beli aja." Kami pun kemudian mengutus M untuk melakukan tawar-menawar dengan si bapak penjual durian. Ternyata, sepuluh ribu dapat tiga, tapi duriannya kecil. Kalau yang agak besar harganya lima ribu rupiah. Deal, kami membeli tiga durian yang kecil. Bapaknya yang membelah durian, dan kami tinggal makan. Tiga durian untuk tiga orang. Awalnya R malu karena melihat ada beberapa cowok di warung tersebut. Sudah makan mi rebus, masih juga makan durian, begitu katanya. Kelihatan sekali betapa rakusnya kami. Tapi, aku menggunakan motto lamaku, "Ngapain malu? Nggak kenal ini." Dan aku menambahkan dengan motto baru, "Nggak usah malu. Cowoknya nggak cakep. Kalo cowoknya cakep, baru kita perlu jaim (jaga image)."

Duriaaan!

Rabu, 05 Desember 2012

Jajan sing Wis Ora Ungsum

Yen dieling-eling, akeh jajan sing saiki wis ora ungsum. Lugune tah awit aku cilik ya wis ora ungsum, ning esih ana sing dodol. Tapi, saiki kayane wis laka sing dodol blas. Contone opak idu. Lagi aku SD ana sing dodol jajan kiye nang ngarep sekolahan. Sing dodol wis tuwa, nini-nini. Opak idu bentuke kaya krupuk persegi panjang, warnane yen ora salah abang karo kuning. Nggawene ya dudu digoreng tapi dibakar nganggo areng. Pas dibakar, opake dijepit nganggo pring sing tipis (pokoke kaya kuwe, lah). Sing maune cilik, yen dibakar langsung megar. Bocah-bocah tah gemiyen senenge njajal mbakar dewek. Yen aku njajal mbakar dewek biasane ora patia megar, rada-rada kisut. Tuli bisane diarani opak idu? Mbuh kuwe. Ndean tah karna yen opake diemut langsung lumer dadi idu. Kuwe tah ndeaaan... Rasane manis. Mbuh bahane nganggo apa. Yen dirasa-rasa tah kayane ana tepung ketane.

Selasa, 04 Desember 2012

Rindu yang Menderas

Kau tahu aku rindu
Aku tahu kau lebih rindu

Rindu kita berbeda
Rinduku seperti rinai hujan
menitik, menderas, lalu reda
Rindumu seperti sinar matahari
meski kadang tertutup gelap, sesungguhnya rindumu tetap ada
kau hanya menyimpannya
agar rindu itu tak menyilaukanku

Dulu, katamu aku boleh pulang ketika hari rembang petang
Kini, hari belum lagi petang
Tapi, rindu ini telah menderas
sederas hujan di bulan Desember
dan aku takut rindu ini akan segera mereda
hingga aku lupa pada rinduku sendiri
bahkan, mungkin lupa padamu

Rindu yang menderas ini
sungguh membuatku ingin menjadi air
lalu menguap
naik ke atas
terus ke atas
mengembun
menjadi awan
lalu terbang ke atas rumahmu
menjadi hujan
dan perlahan menitik padamu
Entah di mana aku akan menitik
Di rambutmu yang memutih kah?
Di kulit tanganmu yang kian keriput kah?
Ah, lebih baik aku menitik di hatimu
bersembunyi di sana
dan tak pernah pergi lagi
bolehkah?


Senin, 26 November 2012

Galau karena Gagal Menerjemahkan

Kemarin aku galau. Kenapa? Aku ingin ngulik lirik lagunya Seo In Guk yang berjudul Calling You tapi ternyataaaaa... SUSAH. Padahal aku suka lagunya. Selain musiknya enak, di lirik lagu ada beberapa grammar yang belum pernah kujelaskan saat ngulik lagu Geu Namja. Misalnya di reff-nya ada kalimat yang menyatakan perbandingan. Namun, seperti lirik lagu pada umumnya, struktur bahasanya tidak sama dengan yang dijelaskan di buku. Mbingungi. Hiks! Kalimat pertamanya yang berbunyi 어떤날은 너의 뒤로 (eotteon naleun neoui dwiro) kalau diartikan jadi "some days behind you" atau "some days in your back". Tapi, masih belum yakin juga. Janggal. Baru kalimat pertama pun sudah bingung, hehehe... Bagaimana mau ngulik? Masa aku ngulik dari reff -nya langsung dan tidak menerjemahkan kalimat-kalimat sebelumnya?

Ini bukan kali pertama aku gagal ngulik lirik lagu. Aku sempat berniat ngulik lirik lagu Lies dari T-ARA dan lagu Jepang berjudul Mirai E. Tapi... Ya, begitu itu... Baru di kalimat pertama sudah bingung. Mungkin ada yang bertanya, "Kenapa tidak mencari di internet saja? Pasti sudah banyak yang menerjemahkan." Bisa saja seperti itu. Tapi, aku ingin sekalian memahami grammar-nya, misalnya kenapa kata kerja A berubah jadi B, partikel X arti dan fungsinya apa, pokoknya begitulah. Satu-satunya lagu asing yang berhasil kuterjemahkan cuma Geu Namja. Itu juga masih ada beberapa bagian yang belum kuterjemahkan, sih...

Gagal?

Beberapa hari ini aku kepo. Aku penasaran dengan salah satu artis Korea yang bernama Seo In Guk. Gara-garanya, sih, aku menonton serial berjudul Reply 1997 yang dimainkan artis tersebut. Aku pun googling. Iya, aku KEPO, hahaha! Ternyata dia awalnya adalah penyanyi jebolan sebuah audisi pencari bakat bernama Superstar K (sepertinya mirip American Idol gitu kali, yaaa). Dia menjadi pemenang ajang tersebut. Dan di salah satu  berita tentang dia (iya, saking kepo-nya aku sampai membaca-baca gosip tentang dia). Di situ disebutkan bahwa Seo In Guk dulu (sebelum terkenal) pernah mengikuti audisi di JYP Entertainment dan DITOLAK. Ada satu komentar yang menyebutkan bahwa JYP rugi sudah menolak orang berbakat seperti Seo In Guk. Ada yang menanggapi komentar tersebut lebih kurang seperti ini "Seo In Guk beruntung karena ditolak oleh JYP. Kalau dulu dia diterima, besar kemungkinan dia akan menjadi anggota grup (semacam boyband gitu, lah) bukan solois. Dan besar kemungkinan dia tidak akan terkenal seperti sekarang".

Aku suka dengan komentar terakhir. Kalau dipikir-pikir, benar juga. Kalau Seo In Guk ini lolos audisi JYP, dia tidak akan ikut audisi Superstar K. Padahal, Superstar K ini lebih "cepat" memopulerkan seseorang. Itu, sih, menurutku... Dan kalau Seo In Guk lolos audisi lalu jadi anggota boyband, bisa jadi dia tidak sepopuler sekarang di mana dia menjadi penyanyi solo. Bisa jadi popularitasnya "tertutupi" popularitas member lain di boyband-nya. Lagi-lagi itu menurutku.

Selasa, 20 November 2012

(NOT) Funny Jokes

#1
A new chairman is talking to his secretary.
New Chairman: The older chairman who lead this factory before me was very successful. He made our factory gain a great profit. I have big shoes to fill.
Secretary: Umm, Sir, I think you have big feet too. Do you want to make your feet bigger? I think you just need to buy new shoes that suit your feet then.
New Chairman: ???
(have big shoes to fill = to have to meet high expectations about something that came before)

#2
Two students are going to school by bus.
Student 1: I have to study harder for next exam or I won't graduate this year.
Student 2: Why?
Student 1: I got F on last exam.
Student 2: Yeah, we are in the same boat.
Student 1: Eh? I think we are on a BUS, not BOAT.
Student 2: ???
(in the same boat = to be in the same unpleasant situation, has the same problem)

Jumat, 16 November 2012

Lagi Pengin Ngresula

Kaya kiye rasane nyambut gawe adoh sing umah, sadoan-doan. Gemiyen tah ora patia krasa nelangsa. Paling, ya, krasa nelangsa yen mikir pan balik. Sing Blangpidie kudu maring Medan ndisit numpak travel. Mending tah yen dalane kaya nang Jawa, lempengan. Nang kene dalane plegak-plegok, munggah mudhun, yen lagi ora sehat ya biasane gampang mabok. Kudu sangu kresek nggo jaga-jaga. Sing Medan maring Jakarta numpak pesawat. Ngko sing Bandara Soekarno-Hatta numpak DAMRI maring Gambir. Sing Gambir numpak ojek mbuh bajaj maring umahe kancane disit nggo istirahat. Esuke numpak sepur maring Brebes. Bisane tungkula istirahat ndhisit nang umahe kancane? Soale ya angel yen pan langsung numpak sepur. Pan numpak sepur sing jam sewelasan ora nyandhak. Angger pengin numpak sepur sing jam sewelasan, sing Medan kudu numpak pesawat sing mangkate Subuh. Padahal nyong anjog Medan sekitar jam enem atawa pitunan. Kuwe yen mobile cepet. Yen sopire wonge anter-anteran ya anjoge luwih awan maning. Yen pan numpak sepur sing bengi, suker pan numpak apa sing Stasiun Brebes maring umah. Anjog Stasiun Brebes wis jam sewelas, wis laka angkutan. Pan numpak becak ya rada-rada wedi. Wong umah laka sing bisa njemput.

Minggu, 11 November 2012

Ngulik Lirik Lagu "Geu Namja -- OST Secret Garden" (Part 4)


Aku tergoda untuk melanjutkan ngulik lagu Geu Namja. Aku sudah pernah menjelaskan arti dari liriknya di sini, di sini, dan di sini. Jadi, kulanjutkan sebagian. Here we go!

그래서 남자는 그댈 사랑했대요 똑같아서
geuraeso geu namjaneun geudael neol saranghaetdaeyo ttokgataseo
그래서(geuraeseo) = partikel yang menghubungkan kalimat sebab akibat, partikel ini artinya lebih kurang sama dengan ‘so’ dalam Bahasa Inggris, atau ‘jadi/maka/sehingga’ dalam Bahasa Indonesia
(Geu) = itu (kata tunjuk)
남자 (Namja) = laki-laki, lelaki
남자 (Geu namja) = lelaki itu
(Neun) = partikel penanda topik untuk kata berakhiran vokal, bisa juga penanda subyek. Sedangkan untuk kata berakhiran konsonan, misalnya kata 사람 (saram), menggunakan (eun)-> 사람은 (sarameun)
Dalam kalimat di atas ada frasa ‘geu namjaneun’ ( 남자는). ‘Geu namja’ diikuti ‘neun’. Jadi topik atau subyek dari kalimat tersebut adalah ‘geu namja’ (lelaki itu).
그대(geudae) = kamu (tapi lawan bicara tidak ada atau bukan dalam percakapan langsung), biasanya digunakan dalam lagu atau puisi.
(Reul) = partikel penanda obyek untuk kata yang berakhiran vokal. Sedangkan untuk kata berakhiran konsonan, misalnya kata 사람 (saram), menggunakan (eul)-> 사람을 (sarameul).
그대 (geudae) + (reul) =그대를 (geudaereul) -> disingkat menjadi그댈 (geudael)
Jadi, dalam kalimat di atas objeknya adalah그대 (geudae) atau kamu.
(Neo) = kamu
(Reul) = penanda obyek untuk kata yang berakhiran vokal (lihat penjelasan sebelumnya)
(Neo)  + (Reul)  = 너를 (Neoreul) -> disingkat menjadi   (Neol)
Jadi, (Neo) menjadi objek.
사랑하다 (saranghada) = mencintai
널사랑하다 (Neol saranghada) = mencintaimu
  사랑했대요 (saranghaetdaeyo) = ???
Well, I was so desperated when I couldn’t translate the word 사랑했대요. I asked Google. Then, I found an article that explain about particle 대요 which means “say”. So, I guessed 사랑했대요 means “say love”. But, I was still not sure. Then, I asked Google with more specific keyword. And, I found an article that explain Geu Yeoja (female version of Geu Namja). And... That’s right! The word 사랑했대요 means “say love”.
사랑했대요 (Saranghaetdaeyo) =  berkata mencintaimu
똑같 (Ttokgatda) = persis
아서 (Aseo) = partikel yang menyatakan sebab atau alasan, jadi lebih kurang dalam Bahasa Indonesia artinya “karena”
Variasi lain dari bentuk 아서 (Aseo) adalah 어서 (Eoseo) dan  해서 (Haeseo)
똑같 (Ttokgatda) + 아서 (Aseo) =  똑같아서 (Ttokgataseo) = karena persis
Lah? Apanya yang persis? Dari penjelasan di artikel yang kusebut di atas, maksudnya adalah karena si aku (yang menyanyikan lagu ini) persis sama dengan si kamu dalam lagu ini. Pokoke kaya kuwe, lah.

Jadi, 그래서 남자는 그댈 사랑했대요 똑같아서 (geuraeso geu namjaneun geudael neol saranghaetdaeyo ttokgataseo) artinya lebih kurang “jadi, lelaki itu berkata padamu bahwa dia mencintaimu karena (kau dan dia) sama persis.

Kamis, 08 November 2012

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Dulu aku merasa kemampuanku dalam memotret sudah lumayan. Aku merasa seperti itu karena melihat foto-foto yang kuambil (sebagian besar foto pemandangan) yang hasilnya -- dulu -- menurutku bagus. Misalnya, foto-foto di Ulee Lheue  dan foto-foto di Takengon yang kuambil dengan kamera ponsel, atau foto-foto di Pantai Jilbab, foto-foto di pantai di Aceh Selatan, juga foto-foto sewaktu menggelandang di Banda Aceh yang semuanya kuambil dengan kamera digital. Semuanya menurutku bagus. Tapiiiii, setelah melihat foto hasil jepretan kawan-kawanku, aku langsung minder. Foto hasil jepretanku masih belum ada apa-apanya. Hiks! Misalnya foto bunga berikut. Tidak sebagus foto yang diambil oleh fotografer profesional.

Ini bunga anggrek, kan, yah?

Rabu, 07 November 2012

Edisi Cemara Indah

Siang ini aku dan kawan-kawanku makan siang di Cemara Indah (CI). Apa itu Cemara Indah? Itu adalah nama tempat wisata di Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Dibandingkan dengan Pantai Jilbab dan Pantai Bali, Cemara Indah ini relatif lebih mudah dijangkau karena lebih dekat dari jalan raya. Di sana ada tempat bermain untuk anak-anak. Tapi, kami tidak pergi ke sana. Kami pergi ke tempat di sebelah arena bermain tersebut. Di sana ada warung makan. Seperti lazimnya tempat wisata di Aceh Barat Daya lainnya, di sana juga ada semacam saung-saung kecil sebagai tempat makan. Kalau di Aceh Barat Daya, sih, disebutnya jambo.

Ternyata di CI ada kolam-kolaman juga.

Melantur tentang Film Kolosal Mandarin

Aku suka film Mandarin, terutama film kolosal. Temanya seringkali tak jauh-jauh dari  pertarungan/peperangan, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, dan sebangsanya. Ada juga, sih, film kolosal yang temanya tidak fokus pada peperangan atau pertarungan (meskipun tetap ada unsur itu). Ada Confucius, film tentang biografi tokoh -- kalau tidak salah -- filsafat Cina yang bernama Kong Qiu yang diperankan oleh Chow Yun Fat. Film ini menceritakan kisah ketika Kong Qiu diberi jabatan sebagai menteri hingga karirnya terus meningkat kemudian dikhianati hingga dia harus pergi dari negerinya. Yang kusuka dari film ini adalah prinsip dari Kong Qiu yang 'memimpikan' keadaan di mana rakyat mematuhi hukum bukan karena takut melainkan kesadaran, orang tua menyayangi anak dan anak menghormati orang tua. Aku juga suka tokoh Kong Qiu yang -- kata musuh-musuhnya -- hanya memahami etika dan puisi  ternyata juga menguasai taktik perang. Misalnya ketika dia tidak mendapat bantuan kereta perang. Dia pun mengelabui musuh dengan membawa 'pasukan' yang terdiri atas gelandangan yang membawa kereta lembu. Karena posisi 'pasukan' ini jauh, musuh pun mengira mereka adalah pasukan sungguhan dengan kereta perang sungguhan pula. Tapi, ada satu yang tidak kusukai, yaitu adegan ketika Kong Qiu mengajak murid-muridnya untuk meninggalkan kerajaan Wei yang sedang mereka singgahi karena akan ada kerusuhan. Tokoh sehebat Kong Qiu bukannya seharusnya bisa ikut meredakan kerusuhan? Kenapa justru menghindarinya? Tapi, secara keseluruhan film ini bagus dan mengharukan. Yang paling mengharukan adalah ketika Yan Hui -- murid Kong Qiu yang menurutku paling ganteng (dibandingkan murid lainnya) -- berusaha menyelamatkan buku-buku Kong Qiu yang tenggelam di laut atau danau (entah mana yang benar, pokoknya di air). Sayangnya dia justru tenggelam dan mati. Kenapa yang mati justru yang ganteng? Kenapa bukan yang jelek??? Kenapaaaaaaah??? Ah, sudahlah.

Minggu, 04 November 2012

Sulitnya Menjaga Perempuan

Gambarnya nyambung nggak, ya?
 Seumur-umur belum pernah aku mendengar dan melihat langsung seorang ibu yang kehilangan anaknya. Dan beberapa hari yang lalu, aku melihatnya. Sungguhan, bukan sinetron. Seorang ibu yang datang ke kantor tempat anaknya magang. Dia mencari teman anaknya untuk mencari tahu anaknya yang tak kunjung pulang. Awalnya aku agak sebal pada ibu itu yang seakan terus menyalahkan teman anaknya. Teman anaknya itu – sebut saja X – sehari sebelumnya menjemput anaknya untuk berkunjung ke rumah guru mereka. Ibu itu beberapa kali berkata, “Kan, kamu yang jemput kemarin.” Seolah-olah karena si X yang menjemput berarti dia yang harus bertanggung jawab kalau anaknya itu – sebut saja Y – ‘hilang’. Jujur saat itu aku tidak bisa berempati pada ibu itu karena terus menyalahkan X. Dengan kejamnya aku berpikir bahwa kalau seorang anak sampai kabur, salah satu masalah pemicunya adalah orang tuanya. Kalau orang tuanya mendidik dengan benar, masa iya dia akan kabur dari rumah? Iya, aku tahu. Pemikiranku itu jahat sekali. Kalaupun si Y ternyata bukan kabur melainkan diculik, si X pun tak bisa sepenuhnya disalahkan karena – menurut pengakuan si X – si Y sendiri yang tidak mau diantar pulang.

Tapi, rasa sebalku pada ibu itu berkurang ketika ada ibu lain – sebut saja ibu Z – berkata, “Kasian mamaknya. Pasti kuatir. Kalau ternyata anaknya dibunuh gimana? Bisa aja, kan, habis d*p*rk*s* terus dibunuh.” Ngeri sekali pikiran ibu ini. Tapi, itu pikiran yang ‘normal’ mengingat banyaknya pemberitaan di media cetak maupun elektronik tentang anak hilang yang ternyata jadi korban semacam itu. Horror.

Sabtu, 03 November 2012

Idul Adha di Blangpidie

Biarpun sudah tinggal lebih dari tiga tahun di kota Blangpidie ini, selama ini aku belum pernah sekalipun ber-Idul Adha di sini. Idul Adha pertama -- sejak penempatan -- kurayakan di Lembah Sabil -- kecamatan di Aceh Barat Daya yang berbatasan dengan Aceh Selatan. Idul Adha kedua dan ketiga kurayakan di Meulaboh, Aceh Barat. Jadilah aku masih bingung, tidak tahu mau sholat di mana dan mau berangkat jam berapa. Kalau di Kaligangsa -- kampung halamanku -- pukul enam orang sudah berduyun-duyun ke masjid. Tapi, di sini? Pukul enam langit masih lumayan gelap. Karena ragu, Kamis sore aku bertanya pada menantu ibu kos yang kebetulan sedang duduk di teras ketika aku pulang kantor. Katanya, sekitar pukul tujuh atau setengah delapan. Paginya, aku pun selesai bersiap-siap sebelum pukul tujuh. Karena masih ragu juga, aku kembali bertanya tapi kali ini aku bertanya pada Kak Fiza, anak ibu kos. Dia bilang lebih kurang begini, "Jam setengah delapan. Berangkat aja." Dalam pemahamanku aku mengira maksudnya adalah aku disuruh berangkat setengah delapan nanti. Aku pun bersantai dahulu di kamar. Tak lama kemudian Kak Fiza berteriak, "Mbak Mila, jadi ke masjid nggak? Takutnya nanti telat." Lho? Jadi, sudah harus berangkat? Ternyata tadi aku salah paham. Ternyata tadi maksud Kak Fiza adalah aku sudah bisa segera berangkat, bukannya menyuruhku berangkat pukul setengah delapan. Aku pun langsung menyambar tas berisi mukena, memakai jilbab, lalu berangkat ke masjid.

Tujuan awalku adalah Masjid Jami'. Tapi... Aku ragu apakah di masjid itu sudah mulai sholat atau belum. Kemudian, di jalan aku melihat beberapa ibu berbelok ke jalan yang mengarah ke Masjid At-Taqwa. Dengan agak impulsif aku pun bergegas mengikuti mereka. Setelah aku mengikuti mereka, eh, mereka malah berbelok lewat jalan kecil -- tapi masih mengarah ke Masjid At-Taqwa juga. Karena aku malu kalau ketahuan mengikuti mereka, aku pun ngucluk sendirian lewat jalan besar, bukan lewat jalan kecil seperti ibu-ibu tadi. Setelah berjalan dengan terburu-buru karena takut ketinggalan, aku pun sampai di masjid tujuan. Sudah ramai rupanya.

Suasana sebelum sholat id

Lucu tapi Tidak Lucu

Melucu itu bukan hal yang mudah dan sederhana. Kadang kala ada lelucon yang kita lontarkan -- dan menurut kita itu lucu -- tapi orang lain tidak menganggapnya lucu. Kadang bisa jadi mereka malah marah. Begitu juga sebaliknya. Ada kalanya ketika orang melontarkan lelucon pada kita, di mata kita lelucon itu garing, jayus, atau bahkan menyebalkan. Ada banyak alasan mengapa suatu lelucon bisa dianggap lucu oleh sebagian orang tapi sebagian yang lain menganggapnya sama sekali tidak lucu.

Alasan pertama adalah tidak paham. Bisa jadi, orang tidak memahami maksud dari lelucon kita. Misalnya ketika aku melihat kawanku bersin-bersin, aku pun berkata, "Dih, aku udah mandi, nih." Maksudku adalah "aku sudah mandi, masa masih bau sampai kamu bersin-bersin mencium bau badanku". Eh, kawanku itu malah menerjemahkan kalimatku begini "aku sudah mandi, jangan 'dikotori' dengan kuman dari bersinmu." Biasanya perkara "salah paham" ini terjadi pada orang-orang yang jarang bercanda dengan kita jadi tidak tahu ke mana arah pembicaraan yang kita maksud. Kadang, masalah perbedaan bahasa juga bisa membuat lelucon menjadi tidak lucu. Bagi orang yang memahami Bahasa Jawa tentunya paham dengan lelucon "Bedanya tiang listrik sama tiyang jaler: tiang listrik madhangi, tiyang jaler metengi". Tapi, orang yang tidak paham Bahasa Jawa mungkin tidak akan paham maksud kalimat tersebut.

Alasan kedua adalah beda tingkat selera humor. Bisa jadi orang yang menganggap suatu lelucon itu tidak lucu adalah orang yang sudah biasa mendengarkan atau melihat humor-humor dengan tingkat kelucuan yang sangat tinggi. Ibarat orang yang sudah biasa makan masakan dengan cabai rawit lima buah, tentu bila disuguhi masakan dengan cabai merah cuma sebiji dia akan menganggapnya tidak pedas. Seseorang yang biasa mendengar atau melihat humor cerdas yang filosofis, tentunya akan mengharapkan humor yang 'setingkat' dengan yang biasa dia dengar atau lihat. Kalau disuguhi humor yang isinya cuma mencela orang lain, besar kemungkinan dia akan menganggap itu sama sekali tidak lucu, jauh di bawah ekspektasinya.

Senin, 29 Oktober 2012

Kamus Brebes (J)

Karena blog di multiply sudah hampir ditiadakan, ku-copas Kamus Brebes yang tadinya di-post di sana pada 7 Mei 2009. Dan ada beberapa tambahan kosa kata tentunya.
 
Warning: Tidak semua kosa kata di bawah ini lazim dan sopan digunakan dalam percakapan

Jabane = misalnya, seumpama, seandainya
Jagong  → Njagong = duduk
Jagrag → Njagrag = menyalak (untuk anjing)
Jajal = coba
Jambak → Njambak = menarik rambut dengan kasar
Jambal → Njambal = memakan lauk untuk camilan
Jambe = pinang
Jambon = warna merah muda, pink
Jangan = sayur
Jangglèng → Njangglèng = berdiri
Jare = katanya
Jarit = kain; pakaian
Jasak = ayah (dalam bahasa gaul)
Jawane = ceritanya, pura-puranya, maksudnya, gayanya
Jèblog = jedot
     Kèblog = kejedot, terbentur benda keras (biasanya untuk kepala)

Minggu, 28 Oktober 2012

Kamus Brebes (K)

Karena blog di multiply sudah hampir ditiadakan, ku-copas Kamus Brebes yang tadinya di-post di sana pada 16 Januari 2010. Dan ada beberapa tambahan kosa kata tentunya.

Warning: Tidak semua kosa kata di bawah ini lazim dan sopan digunakan dalam percakapan

Kapicirit = tidak bisa menahan feses sehingga keluar, biasanya dialami ketika diare
Kadheh = jumlah
Motore kadhehe pira? = motornya jumlahnya berapa?
Kadiran = sok, mentang-mentang
Kalah-kalahe = Kalah-kalahen = Kala-kalaen = akhirnya
Kalap = bermanfaat (bisa diambil manfaatnya)
       Ora kalap = tidak bisa dimanfaatkan
Kaligane = akhirnya
Kaling-kalingan = terhalangi sesuatu untuk melihat
Kalo = alat untuk menyaring santan
Kalong = hewan sejenis kelelawar
Kalong = berkurang jumlahnya atau banyaknya

Kamisèsègèn = napas tersendat setelah menangis
Kamot = muat
       Ora kamot = tidak muat
Kamplèng = memukul (biasanya dengan telapak tangan), tampar
Kanda = bicara, bercerita; memberitahu
Kandhègan = kondangan
Kandhègen = akhirnya
       Kandègen lah melu = akhirnya ikut juga (padahal sebelumnya tidak mau ikut)
Kangsrah = terlalu panjang (biasanya untuk pakaian)
Kangslèp = tertarik ke dalam sampai tidak kelihatan
Kantèm = pukul, jotos
Kantug = Nyantug = sampai (untuk jangkauan tangan)
Kapiran = tidak mendapatkan yang ditunggu
Kaplak = besar, sudah dianggap (harus) dewasa, sudah tidak pantas bersikap kekanakan
Kapur = sejenis kue
Kapruk = memukul dengan telapak tangan di bagian muka
Kari = tinggal
       Kari njukut, ka = tinggal ambil, kok
Kasut = kaus kaki
Kaur = sempat
Kawak = tinggal kelas
Kawur = kabur, terbang tertiup angin
Kayong = kaya, seperti
Kayonge = sepertinya
Kèbèler = terkena bagian potongan bambu yang tajam
Kecehan = bermain di genangan air
Kèmèng = gila, kurang waras
Kèmlithak = sok, hampir mirip artinya dengan petakilan
Kèmplu = (kasar) gila, ngaco
Kèmriyak = renyah
Kender = sering sekali kalah (dalam permainan anak-anak)
Kèndèrèkèn = kondisi ayam yang hampir mati (karena penyakit yang seperti 'ngantuk')
Kènthèng = rajin
Kènthos = bagian kelapa yang berbentuk bulat, putih, agak lunak, dan berada di dalam batok kelapa, biasanya disebut bijinya kelapa
Kèpèrang = terkena/tersayat pisau atau benda tajam lain
Kèpoko = terpaksa
Kepreh-keprehan = ribut (berbicara tidak karuan) karena terkejut atau panik
Kerèm = tenggelam
Kesed = keset
Kicik = (kasar) tuli
Kinjèng = capung
Kiplik = sangat kurus
Klèndangan = keluyuran

Klobot = kulit jagung
Klolodèn = tidak sengaja menelan sesuatu yang terlalu besar hingga kadang mengganggu pernapasan
Klopot = glopot = sangat kotor
Kobèr = sempat
Kocak = diisi air lalu dikocok-kocok untuk membersihkan lalu airnya dibuang (biasanya untuk wadah yang cekung, misal mangkok, panci)
Kojek = jajanan anak-anak semacam cilok
Koleh = aduk
Kolèman = kondangan
Koloh = emut, kulum
       Ngolohi jentik = mengisap jari
Kolok = kolak, nama makanan ringan yang biasanya terbuat dari pisang atau singkong
Kolu = tidak jijik
Kopong = kosong
Kored = mengambil sisa-sisa (biasanya untuk makanan)
Kricik = uang receh
Kroak = tidak utuh, tercuil sebagian
Krowok = berlubang (untuk gigi)
Krusukan = bermain di semak-semak
Kudhèk = aduk
Kulah = terkena (biasanya benda yang kotor)
Klambine kulah tembelek = bajunya terkena kotoran hewan
Kulak = membeli sesuatu dengan tujuan untuk dijual lagi
Kur = cuma, hanya
Kuwuk = sejenis keong; busuk dan bau (untuk telur)