Minggu, 04 November 2012

Sulitnya Menjaga Perempuan

Gambarnya nyambung nggak, ya?
 Seumur-umur belum pernah aku mendengar dan melihat langsung seorang ibu yang kehilangan anaknya. Dan beberapa hari yang lalu, aku melihatnya. Sungguhan, bukan sinetron. Seorang ibu yang datang ke kantor tempat anaknya magang. Dia mencari teman anaknya untuk mencari tahu anaknya yang tak kunjung pulang. Awalnya aku agak sebal pada ibu itu yang seakan terus menyalahkan teman anaknya. Teman anaknya itu – sebut saja X – sehari sebelumnya menjemput anaknya untuk berkunjung ke rumah guru mereka. Ibu itu beberapa kali berkata, “Kan, kamu yang jemput kemarin.” Seolah-olah karena si X yang menjemput berarti dia yang harus bertanggung jawab kalau anaknya itu – sebut saja Y – ‘hilang’. Jujur saat itu aku tidak bisa berempati pada ibu itu karena terus menyalahkan X. Dengan kejamnya aku berpikir bahwa kalau seorang anak sampai kabur, salah satu masalah pemicunya adalah orang tuanya. Kalau orang tuanya mendidik dengan benar, masa iya dia akan kabur dari rumah? Iya, aku tahu. Pemikiranku itu jahat sekali. Kalaupun si Y ternyata bukan kabur melainkan diculik, si X pun tak bisa sepenuhnya disalahkan karena – menurut pengakuan si X – si Y sendiri yang tidak mau diantar pulang.

Tapi, rasa sebalku pada ibu itu berkurang ketika ada ibu lain – sebut saja ibu Z – berkata, “Kasian mamaknya. Pasti kuatir. Kalau ternyata anaknya dibunuh gimana? Bisa aja, kan, habis d*p*rk*s* terus dibunuh.” Ngeri sekali pikiran ibu ini. Tapi, itu pikiran yang ‘normal’ mengingat banyaknya pemberitaan di media cetak maupun elektronik tentang anak hilang yang ternyata jadi korban semacam itu. Horror.

Dan beberapa hari kemudian terdengar kabar bahwa si X sudah ditemukan di kabupaten tetangga. Bersama PACARNYA. Kupikir kejadian macam ini hanya ada di kota besar. Ternyata di kota kecil pun ada. Alhamdulillah karena dia masih hidup, tidak seperti yang dikhawatirkan ibu Z. Tapi... Kenapa bersama pacarnya? Hampir saja aku menyalahkan si Y yang mau-maunya diajak pacarnya berhari-hari. Tapi, seorang bapak berkata, “Kita nggak bisa salahin si Y juga. Siapa tahu minumannya dikasih pengasih makanya dibilang apa aja mau.” Bisa jadi. Kalaupun tidak menggunakan cara mistis seperti itu, bisa jadi kata-kata sang pacar memang teramat sangat manis sehingga si Y mau saja diajak pergi tanpa berpikir panjang tentang akibatnya.

Dan beberapa hari lalu, terdengar kabar bahwa si Y akan menikah. Reaksiku hanya, “Hah?” Kalau dipikir-pikir, solusi amannya memang segera dinikahkan. Anak perempuan pergi berdua dengan laki-laki (yang bukan keluarga) tanpa sepengetahuan orang tua, apa yang ada di pikiran orang ketika mendengar berita macam itu? Sebagian besar pasti berpikiran negatif. Biarpun mereka berdua tidak melakukan hal terlarang – you know what I mean – selama pelarian, tetap saja pandangan orang masih negatif terhadap mereka. Apalagi terhadap si Y. Nama baiknya dan nama baik keluarganya sudah tercoreng, biarpun si Y tidak melakukan perbuatan terlarang. Apa masih ada lelaki yang mau menikah dengannya kelak? Umm, sepertinya saat ini masih jarang lelaki yang mau menikahi perempuan yang sudah pernah dibawa lari lelaki lain. Seperti tokoh Lidia dalam film Pride and Prejudice yang kabur dengan Wickem. Kata Lizzi dan Jane tidak akan ada lelaki yang mau menikah dengan Lidia meskipun dibayar  sepuluh ribu poundsterling (lebih kurang begitu, lah).

Selama ini aku cuma tahu betapa susahnya jadi perempuan. Lebih banyak bahaya yang mengintai perempuan dibanding laki-laki (buktinya di berita-berita kriminal lebih banyak yang korbannya perempuan, setahuku). Gara-gara kejadian si Y aku jadi memikirkan betapa susahnya menjaga anak perempuan. Seperti kata pepatah “menjaga satu anak perempuan lebih sulit daripada menjaga seribu sapi”, lebih kurang begitulah redaksinya. Perlu penjagaan dan pendidikan ekstra agar dia aman dari bahaya dunia luar. Terutama ketika sudah memasuki usia remaja, masa-masa 'beda frekuensi' dengan orang tua, masa-masa ketika peergroup lebih dipercaya dibandingkan orang tua, dan masa-masa tertarik lawan jenis. Membuat anak tetap dalam radar pengawasan orang tua tanpa membuat anak merasa terkekang itu bukan hal mudah. Orang tua harus menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada anak sebagai ‘modal’ bagi anak untuk menjaga diri. Selain itu orang tua juga harus tahu lingkungan pergaulan anak, siapa saja teman dekatnya, di mana tempat tinggal teman-teman dekatnya. Dengan begitu, ketika mulai ada pengaruh negatif dari lingkungan pergaulan anak, orang tua bisa mencegah atau setidaknya meminimalisasi pengaruh tersebut. Kedengarannya sederhana tapi penerapannya sulit. Bisa jadi pada praktiknya orang tua akan dianggap bawel dan suka mengatur oleh anak-anaknya. Tapi, menurutku lebih baik dianggap bawel asal anak tetap aman. Errr, kenapa aku jadi berpikir sejauh itu, ya?

16 komentar:

  1. Trus juga, ngelepas anak perempuan pas nikah tuh jarene abot banget...
    Aku nggak ngerti deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karna perempuan kalo udah nikah ikut suami jadi orang tua bakalan jarang ketemu kali ya... Etapi, kalo di daerahku cowok ikut keluarga cewek ding (kalo belum punya rumah ndiri). Mbuh ah.

      Hapus
  2. bawel untuk kebaikan anak mungkin gak apa2 ya :-D
    cerita diatas kayanya dimana-mana sudah ada ya, mudah2an saja bisa diminimalkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, gapapa bawel, yang penting anak nggak kenapa-napa.

      kayanya sih gitu. padahal dulu kayanya jarang saya denger kasus kaya gitu. sekarang kok banyak ya...

      Hapus
  3. Ecie ... sekarang pake ada fotonya, :). Ayo Mil, kita belajar moto. Dari jaman dulu udah banyak kok Milo,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, susah kalo moto yang mesti fokus. Biasanya cuma moto pemandangan doang :D

      Selama ini kan biarpun banyak aku cuma liat di tipi sama koran.

      Hapus
  4. kalau wanita keluar rumah berarti sudah tahu berbagai potensi fitnah yg mungkin akan terjadi

    krn itu ijin mahram itu perlu

    BalasHapus
    Balasan
    1. idealnya sih didampingi mahrom, bukan cuma ijin. jangan kayak aku merantau jauh gak ada mahrom -__-'

      Hapus
  5. semoga hal ini tidak terjadi pada anak-anak kita, cucu-cucu kita, anak-anak saudara kita, dan .... (susah nyebut satu-satu)

    aku juga pasang poto lhooo, di tulusanku, kaya' dirimu, mil... hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiiiin...

      Bukannya dari dulu kamu emang sering pasang poto?

      Hapus
    2. maksudnya, masangnya kaya' di tulisanmu, di atas gitu...

      Hapus
  6. kayaknya udah pantes kalo punya anak perempuan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh, nanyain backsound blogq yah. itu gitarnya sungha jung pas cover lagunya G-Dragon (Big Bang) yang That XX. suka bener saya.

      Hapus
    2. Beuh, malah ndukung Mbak Rie..

      Iya, aku juga suka. Gitarnya asik..

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!