Ngapain, sih, pulang cepet-cepet? Nggak ada yang nungguin juga di rumah.
Para lajang sepertinya sering mendapat komentar seperti itu. Untuk apa cepat-cepat pulang padahal tidak ada yang menunggu? Ya istirahat lah. Kalau ada yang bilang, "Emang ada apa di rumah, cepet banget pulangnya?" jawabnya tentu saja "ADA KASUR!" Ada kalanya kasur di rumah/kos lebih menggiurkan dibanding internet di kantor.
Saat kuliah dua tahun lalu pun aku mengalami hal serupa. Saat mengerjakan tugas, teman yang sudah berkeluarga kadang izin pulang terlebih dahulu dengan alasan "sudah ditunggu anak" dan sebagainya. Awalnya, sih, bisa dimaklumi. Namun, lama-lama jadi menyebalkan karena terucap kata-kata seperti "Kalian kan masih sendiri, nggak ada yang nungguin di rumah jadi nggak papa pulangnya belakangan". Lebih kurang begitu. Entah kenapa sebal mendengarnya. Mentang-mentang kami lajang, kami dianggap tidak perlu menghabiskan waktu di luar kuliah? Beberapa temanku sesama lajang ada yang berusaha memahami kondisi para ibu yang kuliah. Aku? Gah! Aku mah emang nggak pengertian. Sampai sekarang masih tidak bisa mengerti orang-orang yang berkomentar "Ya kamu kan masih sendiri, nggak papa pulang telat." Memangnya yang lajang tidak merasa lelah? Memangnya yang lajang tidak ingin cepat-cepat pulang untuk istirahat? Kalau ada yang beralasan "Kami kan udah nikah, harus pulang ngurus anak, ngurus suami." Lah, itu kan risiko kuliah sambil mengurus keluarga. Sapa suruh situ nikah? Sapa suruh punya banyak anak?
Komentarku nyebelin? Iya, aku mah emang nyebelin.
Saat temanku yang sudah berkeluarga itu memberikan alasan "ditunggu anak" untuk pulang cepat, aku pun berkata, "Aku juga nggak boleh pulang malam, aku kan cewek." Dan temanku yang laki-laki berkata dengan nada bercanda, "Cowok juga nggak boleh pulang malam." Butuh waktu dua tahun untuk menyadari bahwa aku sama seperti temanku yang sudah menikah: sama-sama mencari alasan agar orang lain mau memaklumi situasiku tapi aku sendiri tidak mau memahami situasi orang lain. Mereka yang sudah menikah meminta para lajang bekerja atau mengerjakan tugas lebih lama tanpa memikirkan bahwa para lajang juga punya kegiatan lain. Bisa jadi mereka sudah ada janji dengan teman-temannya. Bisa jadi mereka mau membereskan rumah. Bisa jadi mereka memang hanya ingin menikmati me time. But, that's the perks of being single, right? Itu hak para lajang untuk menikmati waktu pribadi. Kenapa harus dikorbankan gara-gara teman yang sudah menikah tidak punya cukup waktu mengerjakan tugas sambil mengurus keluarga? Padahal itu jelas risiko yang mestinya sudah siap dihadapi.
Dan setelah teringat komentar si teman laki-laki, aku jadi sadar kalau aku juga meminta orang memaklumi situasiku sebagai perempuan tanpa mau memahami situasi orang lain. Memang benar, sebagai perempuan, tidak aman bagiku untuk pulang malam. Namun, apa itu berarti teman-teman yang laki-laki harus pulang lebih malam dan menyelesaikan tugas yang harusnya kami selesaikan bersama? Mereka juga punya keperluan lain. Cowok kan kuat, nggak papa ngerjain tugas lebih lama. Oh, ya??? Waktu itu aku sama sekali tidak terpikir kalau mereka juga memiliki kegiatan selain kuliah. Bisa jadi energi mereka sudah terkuras oleh pekerjaan kantor. Bisa jadi mereka sudah lelah karena sebelumnya mereka menguras bak mandi di rumah. Sudah lelah begitu, masih disuruh pulang paling akhir?
Kadang manusia memang begitu, maunya dimengerti tapi tidak mau mengerti orang lain. Ah, elu doang kali, Mil. Yasudahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!