Senin, 26 November 2012

Galau karena Gagal Menerjemahkan

Kemarin aku galau. Kenapa? Aku ingin ngulik lirik lagunya Seo In Guk yang berjudul Calling You tapi ternyataaaaa... SUSAH. Padahal aku suka lagunya. Selain musiknya enak, di lirik lagu ada beberapa grammar yang belum pernah kujelaskan saat ngulik lagu Geu Namja. Misalnya di reff-nya ada kalimat yang menyatakan perbandingan. Namun, seperti lirik lagu pada umumnya, struktur bahasanya tidak sama dengan yang dijelaskan di buku. Mbingungi. Hiks! Kalimat pertamanya yang berbunyi 어떤날은 너의 뒤로 (eotteon naleun neoui dwiro) kalau diartikan jadi "some days behind you" atau "some days in your back". Tapi, masih belum yakin juga. Janggal. Baru kalimat pertama pun sudah bingung, hehehe... Bagaimana mau ngulik? Masa aku ngulik dari reff -nya langsung dan tidak menerjemahkan kalimat-kalimat sebelumnya?

Ini bukan kali pertama aku gagal ngulik lirik lagu. Aku sempat berniat ngulik lirik lagu Lies dari T-ARA dan lagu Jepang berjudul Mirai E. Tapi... Ya, begitu itu... Baru di kalimat pertama sudah bingung. Mungkin ada yang bertanya, "Kenapa tidak mencari di internet saja? Pasti sudah banyak yang menerjemahkan." Bisa saja seperti itu. Tapi, aku ingin sekalian memahami grammar-nya, misalnya kenapa kata kerja A berubah jadi B, partikel X arti dan fungsinya apa, pokoknya begitulah. Satu-satunya lagu asing yang berhasil kuterjemahkan cuma Geu Namja. Itu juga masih ada beberapa bagian yang belum kuterjemahkan, sih...

Gagal?

Beberapa hari ini aku kepo. Aku penasaran dengan salah satu artis Korea yang bernama Seo In Guk. Gara-garanya, sih, aku menonton serial berjudul Reply 1997 yang dimainkan artis tersebut. Aku pun googling. Iya, aku KEPO, hahaha! Ternyata dia awalnya adalah penyanyi jebolan sebuah audisi pencari bakat bernama Superstar K (sepertinya mirip American Idol gitu kali, yaaa). Dia menjadi pemenang ajang tersebut. Dan di salah satu  berita tentang dia (iya, saking kepo-nya aku sampai membaca-baca gosip tentang dia). Di situ disebutkan bahwa Seo In Guk dulu (sebelum terkenal) pernah mengikuti audisi di JYP Entertainment dan DITOLAK. Ada satu komentar yang menyebutkan bahwa JYP rugi sudah menolak orang berbakat seperti Seo In Guk. Ada yang menanggapi komentar tersebut lebih kurang seperti ini "Seo In Guk beruntung karena ditolak oleh JYP. Kalau dulu dia diterima, besar kemungkinan dia akan menjadi anggota grup (semacam boyband gitu, lah) bukan solois. Dan besar kemungkinan dia tidak akan terkenal seperti sekarang".

Aku suka dengan komentar terakhir. Kalau dipikir-pikir, benar juga. Kalau Seo In Guk ini lolos audisi JYP, dia tidak akan ikut audisi Superstar K. Padahal, Superstar K ini lebih "cepat" memopulerkan seseorang. Itu, sih, menurutku... Dan kalau Seo In Guk lolos audisi lalu jadi anggota boyband, bisa jadi dia tidak sepopuler sekarang di mana dia menjadi penyanyi solo. Bisa jadi popularitasnya "tertutupi" popularitas member lain di boyband-nya. Lagi-lagi itu menurutku.

Selasa, 20 November 2012

(NOT) Funny Jokes

#1
A new chairman is talking to his secretary.
New Chairman: The older chairman who lead this factory before me was very successful. He made our factory gain a great profit. I have big shoes to fill.
Secretary: Umm, Sir, I think you have big feet too. Do you want to make your feet bigger? I think you just need to buy new shoes that suit your feet then.
New Chairman: ???
(have big shoes to fill = to have to meet high expectations about something that came before)

#2
Two students are going to school by bus.
Student 1: I have to study harder for next exam or I won't graduate this year.
Student 2: Why?
Student 1: I got F on last exam.
Student 2: Yeah, we are in the same boat.
Student 1: Eh? I think we are on a BUS, not BOAT.
Student 2: ???
(in the same boat = to be in the same unpleasant situation, has the same problem)

Jumat, 16 November 2012

Lagi Pengin Ngresula

Kaya kiye rasane nyambut gawe adoh sing umah, sadoan-doan. Gemiyen tah ora patia krasa nelangsa. Paling, ya, krasa nelangsa yen mikir pan balik. Sing Blangpidie kudu maring Medan ndisit numpak travel. Mending tah yen dalane kaya nang Jawa, lempengan. Nang kene dalane plegak-plegok, munggah mudhun, yen lagi ora sehat ya biasane gampang mabok. Kudu sangu kresek nggo jaga-jaga. Sing Medan maring Jakarta numpak pesawat. Ngko sing Bandara Soekarno-Hatta numpak DAMRI maring Gambir. Sing Gambir numpak ojek mbuh bajaj maring umahe kancane disit nggo istirahat. Esuke numpak sepur maring Brebes. Bisane tungkula istirahat ndhisit nang umahe kancane? Soale ya angel yen pan langsung numpak sepur. Pan numpak sepur sing jam sewelasan ora nyandhak. Angger pengin numpak sepur sing jam sewelasan, sing Medan kudu numpak pesawat sing mangkate Subuh. Padahal nyong anjog Medan sekitar jam enem atawa pitunan. Kuwe yen mobile cepet. Yen sopire wonge anter-anteran ya anjoge luwih awan maning. Yen pan numpak sepur sing bengi, suker pan numpak apa sing Stasiun Brebes maring umah. Anjog Stasiun Brebes wis jam sewelas, wis laka angkutan. Pan numpak becak ya rada-rada wedi. Wong umah laka sing bisa njemput.

Minggu, 11 November 2012

Ngulik Lirik Lagu "Geu Namja -- OST Secret Garden" (Part 4)


Aku tergoda untuk melanjutkan ngulik lagu Geu Namja. Aku sudah pernah menjelaskan arti dari liriknya di sini, di sini, dan di sini. Jadi, kulanjutkan sebagian. Here we go!

그래서 남자는 그댈 사랑했대요 똑같아서
geuraeso geu namjaneun geudael neol saranghaetdaeyo ttokgataseo
그래서(geuraeseo) = partikel yang menghubungkan kalimat sebab akibat, partikel ini artinya lebih kurang sama dengan ‘so’ dalam Bahasa Inggris, atau ‘jadi/maka/sehingga’ dalam Bahasa Indonesia
(Geu) = itu (kata tunjuk)
남자 (Namja) = laki-laki, lelaki
남자 (Geu namja) = lelaki itu
(Neun) = partikel penanda topik untuk kata berakhiran vokal, bisa juga penanda subyek. Sedangkan untuk kata berakhiran konsonan, misalnya kata 사람 (saram), menggunakan (eun)-> 사람은 (sarameun)
Dalam kalimat di atas ada frasa ‘geu namjaneun’ ( 남자는). ‘Geu namja’ diikuti ‘neun’. Jadi topik atau subyek dari kalimat tersebut adalah ‘geu namja’ (lelaki itu).
그대(geudae) = kamu (tapi lawan bicara tidak ada atau bukan dalam percakapan langsung), biasanya digunakan dalam lagu atau puisi.
(Reul) = partikel penanda obyek untuk kata yang berakhiran vokal. Sedangkan untuk kata berakhiran konsonan, misalnya kata 사람 (saram), menggunakan (eul)-> 사람을 (sarameul).
그대 (geudae) + (reul) =그대를 (geudaereul) -> disingkat menjadi그댈 (geudael)
Jadi, dalam kalimat di atas objeknya adalah그대 (geudae) atau kamu.
(Neo) = kamu
(Reul) = penanda obyek untuk kata yang berakhiran vokal (lihat penjelasan sebelumnya)
(Neo)  + (Reul)  = 너를 (Neoreul) -> disingkat menjadi   (Neol)
Jadi, (Neo) menjadi objek.
사랑하다 (saranghada) = mencintai
널사랑하다 (Neol saranghada) = mencintaimu
  사랑했대요 (saranghaetdaeyo) = ???
Well, I was so desperated when I couldn’t translate the word 사랑했대요. I asked Google. Then, I found an article that explain about particle 대요 which means “say”. So, I guessed 사랑했대요 means “say love”. But, I was still not sure. Then, I asked Google with more specific keyword. And, I found an article that explain Geu Yeoja (female version of Geu Namja). And... That’s right! The word 사랑했대요 means “say love”.
사랑했대요 (Saranghaetdaeyo) =  berkata mencintaimu
똑같 (Ttokgatda) = persis
아서 (Aseo) = partikel yang menyatakan sebab atau alasan, jadi lebih kurang dalam Bahasa Indonesia artinya “karena”
Variasi lain dari bentuk 아서 (Aseo) adalah 어서 (Eoseo) dan  해서 (Haeseo)
똑같 (Ttokgatda) + 아서 (Aseo) =  똑같아서 (Ttokgataseo) = karena persis
Lah? Apanya yang persis? Dari penjelasan di artikel yang kusebut di atas, maksudnya adalah karena si aku (yang menyanyikan lagu ini) persis sama dengan si kamu dalam lagu ini. Pokoke kaya kuwe, lah.

Jadi, 그래서 남자는 그댈 사랑했대요 똑같아서 (geuraeso geu namjaneun geudael neol saranghaetdaeyo ttokgataseo) artinya lebih kurang “jadi, lelaki itu berkata padamu bahwa dia mencintaimu karena (kau dan dia) sama persis.

Kamis, 08 November 2012

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Dulu aku merasa kemampuanku dalam memotret sudah lumayan. Aku merasa seperti itu karena melihat foto-foto yang kuambil (sebagian besar foto pemandangan) yang hasilnya -- dulu -- menurutku bagus. Misalnya, foto-foto di Ulee Lheue  dan foto-foto di Takengon yang kuambil dengan kamera ponsel, atau foto-foto di Pantai Jilbab, foto-foto di pantai di Aceh Selatan, juga foto-foto sewaktu menggelandang di Banda Aceh yang semuanya kuambil dengan kamera digital. Semuanya menurutku bagus. Tapiiiii, setelah melihat foto hasil jepretan kawan-kawanku, aku langsung minder. Foto hasil jepretanku masih belum ada apa-apanya. Hiks! Misalnya foto bunga berikut. Tidak sebagus foto yang diambil oleh fotografer profesional.

Ini bunga anggrek, kan, yah?

Rabu, 07 November 2012

Edisi Cemara Indah

Siang ini aku dan kawan-kawanku makan siang di Cemara Indah (CI). Apa itu Cemara Indah? Itu adalah nama tempat wisata di Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Dibandingkan dengan Pantai Jilbab dan Pantai Bali, Cemara Indah ini relatif lebih mudah dijangkau karena lebih dekat dari jalan raya. Di sana ada tempat bermain untuk anak-anak. Tapi, kami tidak pergi ke sana. Kami pergi ke tempat di sebelah arena bermain tersebut. Di sana ada warung makan. Seperti lazimnya tempat wisata di Aceh Barat Daya lainnya, di sana juga ada semacam saung-saung kecil sebagai tempat makan. Kalau di Aceh Barat Daya, sih, disebutnya jambo.

Ternyata di CI ada kolam-kolaman juga.

Melantur tentang Film Kolosal Mandarin

Aku suka film Mandarin, terutama film kolosal. Temanya seringkali tak jauh-jauh dari  pertarungan/peperangan, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, dan sebangsanya. Ada juga, sih, film kolosal yang temanya tidak fokus pada peperangan atau pertarungan (meskipun tetap ada unsur itu). Ada Confucius, film tentang biografi tokoh -- kalau tidak salah -- filsafat Cina yang bernama Kong Qiu yang diperankan oleh Chow Yun Fat. Film ini menceritakan kisah ketika Kong Qiu diberi jabatan sebagai menteri hingga karirnya terus meningkat kemudian dikhianati hingga dia harus pergi dari negerinya. Yang kusuka dari film ini adalah prinsip dari Kong Qiu yang 'memimpikan' keadaan di mana rakyat mematuhi hukum bukan karena takut melainkan kesadaran, orang tua menyayangi anak dan anak menghormati orang tua. Aku juga suka tokoh Kong Qiu yang -- kata musuh-musuhnya -- hanya memahami etika dan puisi  ternyata juga menguasai taktik perang. Misalnya ketika dia tidak mendapat bantuan kereta perang. Dia pun mengelabui musuh dengan membawa 'pasukan' yang terdiri atas gelandangan yang membawa kereta lembu. Karena posisi 'pasukan' ini jauh, musuh pun mengira mereka adalah pasukan sungguhan dengan kereta perang sungguhan pula. Tapi, ada satu yang tidak kusukai, yaitu adegan ketika Kong Qiu mengajak murid-muridnya untuk meninggalkan kerajaan Wei yang sedang mereka singgahi karena akan ada kerusuhan. Tokoh sehebat Kong Qiu bukannya seharusnya bisa ikut meredakan kerusuhan? Kenapa justru menghindarinya? Tapi, secara keseluruhan film ini bagus dan mengharukan. Yang paling mengharukan adalah ketika Yan Hui -- murid Kong Qiu yang menurutku paling ganteng (dibandingkan murid lainnya) -- berusaha menyelamatkan buku-buku Kong Qiu yang tenggelam di laut atau danau (entah mana yang benar, pokoknya di air). Sayangnya dia justru tenggelam dan mati. Kenapa yang mati justru yang ganteng? Kenapa bukan yang jelek??? Kenapaaaaaaah??? Ah, sudahlah.

Minggu, 04 November 2012

Sulitnya Menjaga Perempuan

Gambarnya nyambung nggak, ya?
 Seumur-umur belum pernah aku mendengar dan melihat langsung seorang ibu yang kehilangan anaknya. Dan beberapa hari yang lalu, aku melihatnya. Sungguhan, bukan sinetron. Seorang ibu yang datang ke kantor tempat anaknya magang. Dia mencari teman anaknya untuk mencari tahu anaknya yang tak kunjung pulang. Awalnya aku agak sebal pada ibu itu yang seakan terus menyalahkan teman anaknya. Teman anaknya itu – sebut saja X – sehari sebelumnya menjemput anaknya untuk berkunjung ke rumah guru mereka. Ibu itu beberapa kali berkata, “Kan, kamu yang jemput kemarin.” Seolah-olah karena si X yang menjemput berarti dia yang harus bertanggung jawab kalau anaknya itu – sebut saja Y – ‘hilang’. Jujur saat itu aku tidak bisa berempati pada ibu itu karena terus menyalahkan X. Dengan kejamnya aku berpikir bahwa kalau seorang anak sampai kabur, salah satu masalah pemicunya adalah orang tuanya. Kalau orang tuanya mendidik dengan benar, masa iya dia akan kabur dari rumah? Iya, aku tahu. Pemikiranku itu jahat sekali. Kalaupun si Y ternyata bukan kabur melainkan diculik, si X pun tak bisa sepenuhnya disalahkan karena – menurut pengakuan si X – si Y sendiri yang tidak mau diantar pulang.

Tapi, rasa sebalku pada ibu itu berkurang ketika ada ibu lain – sebut saja ibu Z – berkata, “Kasian mamaknya. Pasti kuatir. Kalau ternyata anaknya dibunuh gimana? Bisa aja, kan, habis d*p*rk*s* terus dibunuh.” Ngeri sekali pikiran ibu ini. Tapi, itu pikiran yang ‘normal’ mengingat banyaknya pemberitaan di media cetak maupun elektronik tentang anak hilang yang ternyata jadi korban semacam itu. Horror.

Sabtu, 03 November 2012

Idul Adha di Blangpidie

Biarpun sudah tinggal lebih dari tiga tahun di kota Blangpidie ini, selama ini aku belum pernah sekalipun ber-Idul Adha di sini. Idul Adha pertama -- sejak penempatan -- kurayakan di Lembah Sabil -- kecamatan di Aceh Barat Daya yang berbatasan dengan Aceh Selatan. Idul Adha kedua dan ketiga kurayakan di Meulaboh, Aceh Barat. Jadilah aku masih bingung, tidak tahu mau sholat di mana dan mau berangkat jam berapa. Kalau di Kaligangsa -- kampung halamanku -- pukul enam orang sudah berduyun-duyun ke masjid. Tapi, di sini? Pukul enam langit masih lumayan gelap. Karena ragu, Kamis sore aku bertanya pada menantu ibu kos yang kebetulan sedang duduk di teras ketika aku pulang kantor. Katanya, sekitar pukul tujuh atau setengah delapan. Paginya, aku pun selesai bersiap-siap sebelum pukul tujuh. Karena masih ragu juga, aku kembali bertanya tapi kali ini aku bertanya pada Kak Fiza, anak ibu kos. Dia bilang lebih kurang begini, "Jam setengah delapan. Berangkat aja." Dalam pemahamanku aku mengira maksudnya adalah aku disuruh berangkat setengah delapan nanti. Aku pun bersantai dahulu di kamar. Tak lama kemudian Kak Fiza berteriak, "Mbak Mila, jadi ke masjid nggak? Takutnya nanti telat." Lho? Jadi, sudah harus berangkat? Ternyata tadi aku salah paham. Ternyata tadi maksud Kak Fiza adalah aku sudah bisa segera berangkat, bukannya menyuruhku berangkat pukul setengah delapan. Aku pun langsung menyambar tas berisi mukena, memakai jilbab, lalu berangkat ke masjid.

Tujuan awalku adalah Masjid Jami'. Tapi... Aku ragu apakah di masjid itu sudah mulai sholat atau belum. Kemudian, di jalan aku melihat beberapa ibu berbelok ke jalan yang mengarah ke Masjid At-Taqwa. Dengan agak impulsif aku pun bergegas mengikuti mereka. Setelah aku mengikuti mereka, eh, mereka malah berbelok lewat jalan kecil -- tapi masih mengarah ke Masjid At-Taqwa juga. Karena aku malu kalau ketahuan mengikuti mereka, aku pun ngucluk sendirian lewat jalan besar, bukan lewat jalan kecil seperti ibu-ibu tadi. Setelah berjalan dengan terburu-buru karena takut ketinggalan, aku pun sampai di masjid tujuan. Sudah ramai rupanya.

Suasana sebelum sholat id

Lucu tapi Tidak Lucu

Melucu itu bukan hal yang mudah dan sederhana. Kadang kala ada lelucon yang kita lontarkan -- dan menurut kita itu lucu -- tapi orang lain tidak menganggapnya lucu. Kadang bisa jadi mereka malah marah. Begitu juga sebaliknya. Ada kalanya ketika orang melontarkan lelucon pada kita, di mata kita lelucon itu garing, jayus, atau bahkan menyebalkan. Ada banyak alasan mengapa suatu lelucon bisa dianggap lucu oleh sebagian orang tapi sebagian yang lain menganggapnya sama sekali tidak lucu.

Alasan pertama adalah tidak paham. Bisa jadi, orang tidak memahami maksud dari lelucon kita. Misalnya ketika aku melihat kawanku bersin-bersin, aku pun berkata, "Dih, aku udah mandi, nih." Maksudku adalah "aku sudah mandi, masa masih bau sampai kamu bersin-bersin mencium bau badanku". Eh, kawanku itu malah menerjemahkan kalimatku begini "aku sudah mandi, jangan 'dikotori' dengan kuman dari bersinmu." Biasanya perkara "salah paham" ini terjadi pada orang-orang yang jarang bercanda dengan kita jadi tidak tahu ke mana arah pembicaraan yang kita maksud. Kadang, masalah perbedaan bahasa juga bisa membuat lelucon menjadi tidak lucu. Bagi orang yang memahami Bahasa Jawa tentunya paham dengan lelucon "Bedanya tiang listrik sama tiyang jaler: tiang listrik madhangi, tiyang jaler metengi". Tapi, orang yang tidak paham Bahasa Jawa mungkin tidak akan paham maksud kalimat tersebut.

Alasan kedua adalah beda tingkat selera humor. Bisa jadi orang yang menganggap suatu lelucon itu tidak lucu adalah orang yang sudah biasa mendengarkan atau melihat humor-humor dengan tingkat kelucuan yang sangat tinggi. Ibarat orang yang sudah biasa makan masakan dengan cabai rawit lima buah, tentu bila disuguhi masakan dengan cabai merah cuma sebiji dia akan menganggapnya tidak pedas. Seseorang yang biasa mendengar atau melihat humor cerdas yang filosofis, tentunya akan mengharapkan humor yang 'setingkat' dengan yang biasa dia dengar atau lihat. Kalau disuguhi humor yang isinya cuma mencela orang lain, besar kemungkinan dia akan menganggap itu sama sekali tidak lucu, jauh di bawah ekspektasinya.