Selasa, 10 Juli 2012

Kagumi Sekadarnya Saja

Aku pernah kagum pada seorang public figure. Aku terpesona pada kata-kata bijaknya, pada kata-katanya yang agamis. Namun, kekaguman itu luntur ketika aku melihatnya merokok dan makan minum menggunakan tangan kiri. Sepele memang. Cuma perkara makan minum dengan tangan kiri. Tapi, bagiku, meskipun seseorang itu terlahir kidal, makan dan minum menggunakan tangan kanan tetap harus diusahakan karena itu sunnah. Kalau dalam mengerjakan hal lain mau menggunakan tangan kiri, silakan. Kalau soal melihat dia merokok, hmmm, itu menyedihkan.

Aku juga pernah kagum pada seorang penulis, lebih tepatnya novelis. Karya-karyanya sangat bagus, baik dari segi ide cerita, jalan cerita, juga nilai moralnya. Namun, kemudian aku terkejut melihat reaksinya di fanpage-nya ketika menghadapi penggemar yang kontra dengan pendapatnya. Terlalu keras menurutku. Padahal, dengan sikap kerasnya, dia bisa membuat penggemarnya itu bukan hanya antipati padanya melainkan juga antipati pada pendapatnya. Kalau hanya antipati padanya, tak masalah. Tapi, kalau sampai penggemar itu antipati pada pendapatnya – meskipun di kesempatan lain pendapat itu disampaikan oleh orang lain – itu sudah bahaya. Dan aku mengharapkan dia bisa bersikap bijaksana sebagaimana tokoh dalam novel-novelnya. Tapi, ternyata aku kecewa.

Ada lagi satu pemuka agama yang awalnya kukagumi. Namun, pada satu kesempatan aku mendengar dia menyampaikan argumen, yang kedengarannya logis tapi sesungguhnya (menurutku) tidak benar, demi membela pendapatnya. Lagi-lagi aku kecewa.

Tapi, setelah dipikir-pikir, aku punya andil dalam kekecewaanku itu. Aku terlalu ‘berharap’ orang yang kukagumi itu bertindak sempurna, setidaknya sempurna dalam penilaianku. Sebenarnya aku bisa jadi jauh lebih buruk dari mereka. Tapi, status mereka sebagai ‘tokoh’ membuatku kadang menuntut mereka jadi sosok yang ‘tanpa cela’. Aku lupa, bahwa mereka sama sepertiku, mereka juga manusia. Mereka juga bisa jadi punya kebiasaan buruk sebagaimana aku juga punya kebiasaan buruk. Mereka juga bisa bereaksi tidak bijaksana ketika menghadapi orang yang pendapatnya berseberangan dengan mereka. Nobody’s perfect.

Jadi, apa berarti aku mendukung ‘kekurangan’ mereka? Tentu tidak. Tapi, dari beberapa pengalaman itu aku SEHARUSNYA bisa belajar untuk tidak berlebihan dalam mengagumi seseorang. Cukup sekadarnya saja. Cukup cintai kebaikannya, karya-karyanya dan pemikirannya yang baik. Lalu, kekurangannya? Ya, jangan ditiru. Dan semestinya aku juga belajar untuk menguatkan filter-ku. Aku harus bisa menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan aku mengagumi seseorang, bukan berarti aku harus menelan mentah-mentah lalu setuju dengan semua pendapatnya. Aku harus tetap menggunakan akalku untuk menimbang kebenaran pendapat tersebut. Dan tentunya, meskipun aku sudah kecewa pada mereka, aku harus bisa tetap menerima pendapat mereka selama itu benar. Aku harus tetap menghargai karya mereka, selama itu baik dan benar. Kekecewaan bukan alasan menolak kebenaran. Semoga aku bisa belajar bijaksana dalam mengelola rasa kagumku.

31 komentar:

  1. Baiklaaaaah....

    PERTAMAX for the PERTAMAX time! \(^.^)/

    Susyeh emang kalo mau ngidolain orang. Tapi kan emang nobody's perfect.... I'm nobody. *plak*

    Yang nomer satu ama dua kayaknya aku tau. Yang nomer tiga, gak tau siapa. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nobody's perfect. I'm nobody. <= bisa nih saya pake buat tagline :D

      Sudah saya prediksi Mb Octa bakal tahu yang pertama. Tapi, yang kedua ternyata tahu juga. Eh, beneran tahu gak, sih?
      Jangan2 Mb Octa dukun, yah?

      Hapus
    2. betul sekali... kalau kata dokter dokter itu... do what say don't do what i do... hehehehe
      saya setuju.. jangan terlalu kagum.. karena manusia pasti bercela..

      Hapus
    3. Baru tahu kalau dokter-dokter bilang gitu..

      Hapus
  2. Kayaknya saya tahu siapa penulis itu, hehehe...

    Soalnya ngikutin fanpage-nya juga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, mungkin memang orang yang kita maksud itu sama.

      Hapus
  3. siapa sih, siapa sih? aku selalu aja jadi orang yang penasaran, tapi Millati masih belum kecewa sama aku kan, yah aku tahu kok kamu juga diem-diem ngidolain aku, *hueeek!*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rahasia, dong :p Nggak boleh sebut merer di blog ini.

      Aku nggak nge-fans sama temen sendiri, kok :p

      Hapus
  4. wajar kalo suka ke seseorang
    yang penting jangan fanatik
    kan katanya orang fanatik itu dekat dengan kebodohan
    tapi itu katanya loh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup. Fanatik sama seseorang itu bisa berakibat taqlid buta, dan itu nggak bagus.

      Hapus
  5. mengidolakan seseorang juga bisa seperti itu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo mengidolakan kayanya bakal lebih kecewa, hehehe...

      Hapus
  6. kekaguman itu hanya sebatas kagum..karena manusia bukanlah sosok yang pantas dipuja-puji..dan akan ada kekecewaan pada akhirnya..sebab manusia bukanlah mahluk yang sempurna

    BalasHapus
  7. memang betul jangan terlalu berlebihan nanti kecewa :)

    BalasHapus
  8. itulah kenapa manusia tidak boleh 'kagum' dan 'cinta' berlebihan tehadap manusia lain! karena ya itu, begitu kita tau yg kita 'kagumi' ternyata tak sprti yg dibayangkan, jatuh2nya jadi kecewa...

    BalasHapus
  9. di Indonesia memang banyak keanekaragaman sifat & budaya,yang paling penting adalah saling menghargai satu sama lain karena itu yang dinamakan bhinneka tunggal ika

    BalasHapus
  10. awalnya saya berfikir bahwa sifat kagum seseorang itu semuanya sama, tapi akhir2 ini saya mempertanyakannya. saya melihat skrg banyak org2 yang sifat kekagumannya sangat fanatik dan bahkan mendewakan seorang idola... itu mengerikan dan menyedihkan bagi saya... bahkan ada yang seperti kehilangan akal sehat... dunia semakin rapuh.. :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah, fanatisme terhadap orang tertentu memang mengerikan.

      Hapus
  11. susah kalau sudah jadi publik figur, semua orang memperhatikan kita terlebih fans :D

    nilai plusnya hali itu dapat dijadikan alat bantu untuk menjaga sikap :D

    *dalam islam, duduk ada beberapa cara, contoh:

    http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-duduk-rasulullah-saw/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalo jadi publik figur, semua tindakan kita 'dinilai' banyak orang.

      Hapus
  12. makanya jangan gampangan percaya tau ... namanya juga orang, gampang berubahnya :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, saya, kan, orangnya gak curigaan, jadi gampang percaya :p

      Hapus
  13. itu sih namanya ilfeel, mba hehehee

    BalasHapus
  14. kata Vety Vera "sedang sedang saja " mbak. hehehe

    penulis? Hmmm saya tahu deh, tapi saya pikir benar juga kok status dia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesuatu yang benar bisa dikalahkan sesuatu yang baik. Biarpun benar, kalo cara penyampaiannya gak enak, bahaya juga.

      Hapus
  15. Sungguh detil nchartikel dan sngt bgu buat perlajaran ... memang mengagumi seseorang skedarnya sja ....

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!