Gimana
rasanya hidup tanpa televisi? Nggak
bosen? Nggak ada hiburan, dong! Adikku juga pernah bertanya padaku
bagaimana rasanya tidak punya televisi. Menurutku, sih, biasa saja. Mau lihat
berita? Buka saja portal berita di internet. Mau menonton film? Cari saja DVD
atau copy saja dari teman, hehehe...
Masih bosan? Main game saja. Aku juga
diuntungkan oleh jam kerja yang lumayan panjang: pukul 7.30 sampai 16.00. Waktu
yang kuhabiskan di kos (dalam keadaan sadar, bukan tidur) hanya sebentar. Jadi,
tidak terlalu berpengaruh apakah aku punya televisi atau tidak, kan?
Itu jawabanku sekarang. Kalau pertanyaan
serupa diajukan sewaktu aku masih SMA sudah jelas aku akan menjawab, “Hidupku
hampa tanpa televisi.” Yah, kalau saat itu televisi di rumahku rusak, tentunya
aku akan uring-uringan karena tidak bisa menonton Endless Love, Winter Sonata,
All About Eve, Meteor Garden, Amigos X Siempre, Inuyasha, Detective Conan, dan
semua acara kesukaanku. Well, I was
television-addicted. Aku bisa tahan menonton televisi selama berjam-jam,
menonton semua acara yang ada mulai dari film kartun, gosip, sampai FTV. Yang
paling jarang kutonton adalah berita, apalagi berita kriminal yang isinya
pembunuhan.
Aku dulu seorang suvi – suka tivi. Hingga
akhirnya aku harus merantau dan di perantauanku aku tidak bisa menonton
televisi. Sewaktu di Jakarta ada, sih, kakak tingkat yang memiliki televisi
mini – yang bisa dijadikan radio juga. Tapi, tentu saja frekuensiku dalam
menontonnya sangat terbatas. Namanya juga milik orang lain, tidak bisa
seenaknya. Awalnya memang berat. Biasa menonton televisi setiap hari selama
berjam-jam lalu mendadak cuma bisa menonton sesekali saja. Kalau mendengar Mba
Uud – yang punya televisi itu – menyetel serial Putri Huan Zhu rasanya
geregetan. Bagaimana tidak? Kamarnya persis di sebelah kamarku dan dinding yang
memisahkan kamar kami hanya terbuat dari triplek. Otomatis aku bisa mendengar
suaranya. Dan aku hanya bisa mengira-ngira bagaimana adegan yang terjadi.
Geregetan.
Tapi, ternyata lama-lama aku bisa
terbiasa. Manusia memang makhluk yang cepat menyesuaikan diri kalau dipaksa.
Setelah dipaksa untuk tidak menonton televisi, aku pun terbiasa tidak menonton
televisi. Lalu apa hiburanku kalau bukan televisi? Radio. Siaran Pagi-pagi dan Sore-sore
di I-Radio Jakarta lumayan membuatku lupa pada televisi. Setelah penempatan pun
aku tetap tidak punya televisi. Ditambah tanpa radio – yang siarannya bagus.
Tapi, aku tetap tidak membeli televisi. Alasan pertama aku tidak mau membeli
televisi adalah: mahal. Apalagi di Blangpidie aku tidak bisa menonton televisi
kalau tidak menggunakan parabola. Kalau cuma televisi, sih, murah. Parabolanya itu, lho... Alasan kedua: repot. Sebagai anak kos yang
kerap pindah kos-kosan dan juga tidak berencana menetap di kabupaten ini, benda
seperti televisi adalah benda yang tidak perlu dibeli karena akan merepotkan
kalau pindah. Dan alasan ketiga muncul setelah kawanku membeli televisi. Waktu
itu kami sempat ngontrak rumah bersama. Dan kebiasaan lamaku muncul. Aku
menonton televisi sampai berjam-jam. Aku bahkan bisa begadang sampai pukul dua
malam. Setelah itu kuputuskan untuk tidak membeli televisi dengan alasan: tidak
mau begadang setiap malam gara-gara televisi. Memangnya kalau tidak ada
televisi aku tidak begadang? Ya, begadang juga. Aku kadang menonton DVD drama Korea sampai pagi. Kadang juga aku ngeblog sampai larut malam. Hahaha! Tapi,
setidaknya dengan tidak memiliki televisi aku bisa mengurangi faktor pemicu
begadang.
Mungkin ada yang berkomentar, “Bagus kamu
nggak punya TV. Jadi nggak sering nonton acara nggak bermutu.” Hmm... Tidak
juga, sih. Biarpun tidak menonton televisi, aku masih bisa mengakses internet.
Biarpun tidak menonton acara gosip di televisi, aku masih bisa membaca
gosip-gosip terbaru di internet. Biarpun tidak menonton sinetron tidak bermutu
di televisi, aku masih bisa mengakses situs tidak bermutu di internet. And, television doesn’t always give us bad
influence, I guess. Acara televisi ada juga yang bagus, misalnya Si Bolang.
Tapi... acara semacam itu terlalu sedikit dibandingkan sinetron dubbing yang tokohnya bisa terbang
ataupun sinetron yang tokoh-tokohnya ‘absolutely
white’ or ‘absolutely black’, yang tokoh utamanya baiiik sekali dan musuhnya
jahatnya na’udzubillah min dzaalik. Acara di televisi seperti halnya makanan di
restoran. Kita bisa memilih mau makan makanan yang mana. Dalam menonton
televisi, kita juga bisa memilih mau menonton yang mana. Kalau begitu, kenapa
aku tidak membeli televisi saja? Toh, pada akhirnya aku juga yang menentukan
mau menonton acara apa dan mau menonton sampai pukul berapa. Sayang sekali,
tidak sesederhana itu bagiku. Ada kalanya aku tidak bisa memilah acara
televisi, misalnya ketika bosan. Sewaktu merasa bosan, kadang aku menonton
acara APA SAJA, tanpa peduli acara tersebut bermanfaat atau tidak, bermutu atau
tidak. Bahkan, kadang aku rela begadang demi menonton FTV yang sebenarnya
ceritanya tidak terlalu bagus juga. Jadi, daripada nantinya aku menonton acara
televisi tanpa memilahnya dengan baik dan tanpa bisa mengendalikan diri agar tidak
lupa waktu, lebih baik aku tidak punya televisi saja.
aku bisa idah hidup tanpa televisi asal jangan hidup tanpa internet hehehe. dirumah anak2 nonton tv cuma weekend aja loh
BalasHapusEnak lah kalo anak2 bisa dibatasi nonton cuma pas weekend aja :)
Hapussamaaaa...aku jg nggak terlalu addict dgn tipi. dulu waktu awal2 penempatan sempat shock gegara nggak bisa nonton jejak petualang...tapi, sekarang mah udah biasa aja. sebenarnya kemarin aku udah beli tipi sih, etapi berhubung ada sesuatu hal, smp sekarang belum dan kayaknya nggak jadi tak pasang :D
BalasHapusNggak nonton Jejak Petualang tapi malah jadi artisnya, bertualang di hutan Tebo :D
HapusTrus, itu tipinya dijual lagi?
mau tak bawa pulang ke lampung aja, untuk ibukku
HapusRepot bawanya kalo dibawa ke Lampung :p
Hapustv addicted juga ya dulu, sama dunk. sekarang juga udah sembuh ni tapi ganti penyakit, internetan trus. heheeee
BalasHapusHeheh, saya juga sekarang internet-addicted :D
Hapustadi ngeklik kok gak ana...eh ternyata didelete ya karena diposting dua kali, xixixii...
BalasHapuskalau aku mah sudah 8 tahun tanpa TV...lha wong bos wae ra tau nyetel TV kok...
Iyo, mbak. Nggak tahu kenapa ke-publish dua kali.
HapusKeren bose ra tau nyetel tipi :)
aku juga hanya nonton acara tertentu kok, makin sibuk jadi waktu nonton berkurang banyak
BalasHapusIya, kalo sibuk jadi jarang nonton tipi.
HapusSaya masih butuh tv, untuk nonton pertandingan bola :)
BalasHapusKlo nonton acara lain jarang sih, klo pas pengen aja nyalainnya.
Kalo bola mah saya lebih suka baca hasil akhirnya aja :D
Hapusaku sama suami nonton TV kalau ada acara talkshow, debat seru antara menteri, pengangguran, tokoh setempat tttg tema yg lagi hangat dibicarakan di sini, atau dokumentasi ttg flora dan fauna tapi lbh sering internetan sih
BalasHapussaya malah males nonton debat. tapi nggak tahu juga kalo debatnya orang luar negeri, mungkin bermutu kali ya...
Hapusmee too, I was television addicted. :p
BalasHapusTapi sekarang udah enggak lagi, bukan karena terpaksa atau karena paksaan. Tapi karena memang lagi meniatkan diri untuk tidak kebanyakan nonton tv. Paling banter seminggu sekali, satu setengah jam: nonton MTGW. Nyahaha...
etapi, minggu kemaren enggak bisa konsisten nonton tv seminggu 1,5 jam dink. Soalnya ada drama Korea yang ceritanya lumayan bagus. Judulnya Beethoven Virus. Porsi nonton TV ku bertambah jadi 1 jam per Senin-Jumat plus 1,5 jam tiap Minggu malam. Btw, udah pernah nonton Beethoven Virus belum kak? Musik-musiknya lumayan bagus lho. hihihi....
Kalo ada anugerah ato award buat manusia komunikasi yang paling tidak update, mungkin aku juaranya. Nyahaha... (=..=")
~Yoooosshh... aku mau meningkatkan ilmu literasi mediaku dulu, biar nanti jika suatu saat harus bersinggungan dengan berita, pikiranku enggak mudah terombang-ambing. Fufufu.
~Kalo belum nonton Beethoven Virus, jika ada kesempatan nonton, nonton donk kak. (maksa banget nih kayaknya, wkwkwkw ~abaikan~). :P
Kan udah dibilang aku nggak punya tipi, gimana mau nonton Beethoven Virus (>,<") Lagian jang Geun Suk di situ kagak keliatan ganteng. *eh
HapusAku udah baca ini, tapi belum bisa komen kemarin-kemarin, hehe.
BalasHapusAku juga hampir nggak pernah nonton tipi malah. Di rumah ada tipi tapi semut semua. Antena di sini gak ngaruh. Kehalangan gedung-gedung tinggi kali ya T.T
Tapi kalo dikasih tipi yang ada channel luar atau tv kabel sih bisa bisa aja turon atau duduk jenak banget berjam-jam depan tipi hihihi :D
Aku terharu kamu bela-belain komen di sini meskipun sebelumnya susah komen :D
HapusEmang antena kalo kehalang gedung jadi gak bagus ya siaran tipinya? *gagal paham
Aku gak punya tipi sekarang. Pas SMP-SMA juga di rumah bolehnya nonton pas hari Minggu doang. Itu juga cuman sampe jam 12 siang. Jadi udah biasa gak ada tipi. Sekarang sih aku lebih suka nyari berita di internet dibanding nonton tipi. Padahal si Selayar sini kita bisa langganan tipi kabel ilegal yang channelnya bisa 20an (termasuk FashionTV, CNN, CBS, NatGeo, Cartoon Network, dll) cuman 20 rebu sebulan iurannya. Tapi yah, tetep aja gak menarik. Mending donlot pelem. Kita bisa sesuaikan selera dan waktu nontonnya.... *curhat*
BalasHapusTapi aku tetep pengen beli TV 36" kalo aku bisa beli PS! *tekad*
Saya jaman SMA dulu malah maniak TV :D :D :D
HapusIni mau beli PS apaan? PS3 gitu???
well, i was freakin' addicted to television. And still addicted till now :p
BalasHapusNonton tivi bisa jadi alternatif kegiatan weekend yang hemat Mbak, murah meriah, modal snack doang. hahaha
Yen kudu tuku tipine ndipit ya ora hemat oh, Pi. Larang tipine karo parabolane.
HapusAku juga ga punya televisi.. tpi semua berjalan baik2 saja, haha
BalasHapusHo'oh. Aku juga baik2 aja tanpa televisi.
Hapus