*edisi jadul*
Bulan April yang lalu aku berkesempatan menggelandang di Banda Aceh (lagi). Tapi, kali ini aku (terpaksa) menggelandang sendirian. Waktu itu aku mengikuti Ratekda sampai hari Kamis pagi, dilanjutkan pelatihan web sampai Kamis sore. Aku pun merasa 'nanggung banget' sehingga memutuskan tidak langsung pulang tapi jalan-jalan dulu. Maklum, jarang ke kota. UK (tunjangan) dipotong yo ben, hehehe... Teman-temanku dari Aceh Barat Daya sudah pulang sejak Kamis siang usai penutupan Ratekda. Teman-temanku yang di Banda Aceh pun masuk kerja. Malah ada yang sibuk melakukan persiapan pelatihan SDKI ke Batam. Hiks! Aku pun terpaksa menggelandang sendirian. Pagi-menjelang-siang-nya menggelandang ke salon untuk pijat dan creambath, lalu pulang. Setelah selesai waktu sholat Jum'at, aku kembali menggelandang. Kenapa menunggu orang selesai sholat Jum'at? Ya, karena waktu orang sholat Jum'at toko-toko tutup dan sepertinya pun tidak ada tukang becak. Padahal tujuan penggelandanganku lumayan jauh dan aku rabun (bukan buta) soal wilayah Banda Aceh. Cara paling mudah dan aman untuk sampai di tujuan dengan selamat adalah dengan naik becak.
Tujuan pertama adalah toko buku. Di Banda Aceh ada beberapa toko buku. Ada Rumah Buku, Alif, Zikra, dan Effendi. Tiga toko yang kusebut terakhir lokasinya saling berdekatan. Sedangkan yang kusebut pertama, yaitu Rumah Buku, lokasinya terpisah. Aku tidak tahu nama daerahnya, sepertinya masih masuk daerah Kuta Alam, tidak terlalu jauh dari Simpang Jambo Tapee.
![]() |
Simpang Jambo Tapee |
Yah, meskipun tidak sebesar dan selengkap di Jakarta, toko buku di sana jauuuuuh lebih lengkap dibandingkan di Blangpidie. Toko buku tujuanku siang itu adalah Toko Alif yang lokasinya di Pasar Aceh, dekat Masjid Baiturrahman. Sepulang dari toko buku, entah kenapa aku tergoda untuk menggelandang. Aku pun berjalan kaki dari Toko Alif ke Masjid Baiturrahman. Setelah melewati Masjid Baiturrahman, aku melihat di seberang ada sebuah taman dengan hiasan abstrak berupa beberapa silinder warna-warni (sayangnya tidak kufoto). Di samping taman itu ada jalan. Aku pun memutuskan untuk menggelandang ke jalan itu -- yang aku tidak tahu ke mana sebenarnya arah jalan itu. Ternyata tamannya lumayan bagus dan asyik. Ada tempat untuk bermain anak-anak dan untuk berolahraga.
![]() |
Tempat bermain di taman |
![]() |
Suasanya adeeeeem! |
Setelah itu aku pun menemukan bangunan yang membuka misteri Tugu Tengku Peukan yang membingungkanku selama beberapa bulan sebelumnya.
![]() |
Tugu Tengku Peukan |
Gara-gara melihat tugu itu pun aku baru sadar kalau taman yang kulewati itu Taman Sari. Hihihi! Benar-benar rabun daerah Banda Aceh. Aku pun melanjutkan penggelandangan. Ternyata, eh, ternyataaa... Di seberang Taman Sari itu -- tepatnya di belakang Tugu Tengku Peukan -- adalah Balai Kota Banda Aceh. Dan ternyata lagi, setelah sampai di ujung jalan tersebut, aku belok kanan dan melihat bangunan yang tidak asing lagi: Museum Tsunami. Alangkah alangkahnya! Ternyata Masjid Baiturrahman, Taman Sari, dan Museum Tsunami berdekatan, toh? Berhubung sudah sore, aku tidak sempat masuk museum, cuma memotret dari jauh, hiks!
![]() |
Museum Tsunami |
Dan setelah melewati Museum Tsunami, aku melihat di seberang Museum ada lapangan. Oh, iya, Museum Tsunami, kan, juga berdekatan dengan Lapangan Blang Padang. Setelah melewatinya dengan berjalan kaki, baru informasi itu tersimpan dengan baik di otakku. Biasanya aku melewatinya naik mobil atau becak, jadi tidak terlalu aware. Aku pun ke Blang Padang dan memotret beberapa sudut. Tapi, lama-lama malu. Serasa turis, hehehe... Di lapangan tersebut, ada jalan yang tepi-tepinya diberi semacam tugu kecil bertuliskan nama-nama negara serta ucapan terima kasih dan damai dalam berbagai bahasa. Sepertinya itu ucapan terima kasih pada negara-negara yang membantu Aceh sewaktu tsunami. Sama seperti bola-bola yang ada di dalam Museum Tsunami.
![]() |
Ucapan terima kasih untuk Bosnia and Herzegovina |
Di Blang Padang ini juga ada satu tugu besar, tapi aku tidak tahu apa namanya. Aku juga tidak berani mendekat untuk melihat tulisan di tugu tersebut. Alasannya? Sama seperti tadi. Malu, takut dikira turis. Ini dia tugunya:
![]() |
Tugu aku-tidak-tahu-namanya |
Di lapangan ini juga ada monumen pesawat untuk memperingati pesawat yang diberikan oleh masyarakat Aceh kepada Indonesia pada tahun 1948. Pesawat Dakota RI-001 (kadang disebut juga pesawat Seulawah) ini merupakan pesawat pertama yang dimiliki Indonesia dan jadi cikal bakal maskapai penerbangan nasional.
![]() |
Susah mencari angle yang pas agar pesawatnya terlihat tanpa terhalang pohon... |
Demikian laporan penggelandangan ini.
menggelandang itu gelandangan bukan??
BalasHapusmenggelandang itu kata kerja, gelandangan itu kata benda :D :D :D *serius inih*
HapusAiiih...Millati bikin saya kangen kampung halaman
BalasHapuspulang dong kak :p
HapusMbak Mill, banda aceh ternyata indah yaa :D
BalasHapusHehehe, kalo tempat yang indah ya indah, tapi ada juga tempat yang nggak indah di Banda Aceh :D
HapusDi Aceh ndak ada Gramedia ya mbak...?
BalasHapusJadi pengen krimbat...
Ho'oh, nggak ada Gramedia T___T
HapusNice share, Brada.. kalimatnya terurai dengan lembut bak serunai gembala di musim panen. Aceh?! Jadi ingat tsunami deh. Foto-foto yang ada di sini menunjukkan sekarang kondisi Aceh sudah pulih... tapi saya yakin.. trauma warga korban tsunami masih ada yang belum sembuh. Thanks.. salam sahabat. Good bless you, Guys. Sukses yaaa...
BalasHapusAduh.. koment saya masih nunggu approved yaaa.. terlanjur keliru pencet tombol "publikasikan". Okay.. no problem. By the way, saya follow @110 , bila berkenan sudilah follow balik, thanks.
BalasHapusSaya udah duluan follow blognya kok dari dulu.
HapusKalau mau toko buku yg cukup lengkap dengan buku-buku terbitan gramedia pustaka utama ke Pustaka Paramitha aja kalo pas ke Banda Aceh. Tempatnya di dekat SPBU Kampung Mulia mbak..
BalasHapusOh, Pustaka Paramitha, ya? Kayaknya pernah ke sana, tapi lupa jalannya jadi gak bisa ke sana lagi. Ternyata patokannya SPBU Kampung Mulia, ya? Makasih infonya :)
Hapus