Pada hari Kamis, 20 Agustus 2012, aku melakukan kedudulan fatal. Aku
meminta salah satu KSK untuk ‘mencari’ koordinat untuk desa baru, yaitu Cot
Seumantok yang merupakan pemekaran dari desa Alue Jeureujak. Sebenarnya kalimat
tepatnya bukan mencari melainkan merekam titik koordinat desa tersebut GPS
(dalam kasus ini, GPS yang digunakan adalah GPS Magellan Triton). Jadi, caranya
adalah dia pergi ke desa tersebut, menyalakan alat GPS, menunggu sampai GPS
tersebut mendapat sinyal dari satelit. Setelah itu, dia membuat waypoint dari
lokasi tersebut. Dari waypoint yang dibuat tersebut akan muncul koordinat
lokasi tadi. Masalahnya, aku salah memberi contoh. Sebenarnya kami sudah pernah
menggunakan alat tersebut tapi lupa. Aku memberi tahu dia bahwa caranya adalah
dengan mengeklik tombol Select lalu muncul menu waypoint, pokoknya ngawur, lah.
Padahal seharusnya klik MENU, lalu pilih opsi Create, lalu pilih opsi Waypoint,
kemudian pilih Current Location. Kalau saat itu ada sinyal, setelah pilih opsi
Current Location akan muncul nilai koordinat lintang dan bujur. Saat mengajari
dia pun aku sudah merasa ada yang salah. Tapi, aku juga belum yakin salah atau
tidak. Nah, lintang dan bujur yang diberikan KSK tadi adalah 96,93049°E
(Bujur Timur) dan 3,606546°N (Lintang Utara). Setelah kubandingkan dengan koordinat
di desa-desa lain, ternyata koordinat yang diberikan KSK tadi adalah koordinat
desa di Kecamatan Manggeng, kecamatan yang jauh di sebelah tenggara (dilihat
dari Kecamatan Blangpidie), sedangkan Cot Seumantok adalah desa yang letaknya
di Kecamatan Babahrot yang letaknya di barat laut. Kalau dilihat dari desa-desa
di Babahrot, mestinya koordinat lintangnya sekitar 3,8-an sampai 3,9-an,
sedangkan koordinat yang dia berikan 3,6-an. Berarti, hipotesis pertama, cara
yang kuajarkan salah. Hipotesis kedua, dia menyimpan koordinat ketika tidak ada
sinyal jadi yang tercatat adalah koordinat terakhir yang tersimpan yaitu desa
di Kecamatan Manggeng sana. Sepertinya hipotesis pertama lebih mungkin terjadi,
hehehe... Tapi, hipotesis manapun yang benar, tetap saja aku tidak bisa
menyuruh KSK itu ke sana lagi. Alasannya mereka sedang dikejar SUSENAS dan
Statistik Kecamatan ditambah lagi lokasinya jauh. Kalau dia kusuruh lagi,
bisa-bisa dia me-misuh-i-ku. Jadilah kuputuskan untuk ke sana sendiri.
A = Alue Peunawa, B = Blang Dalam, C = Alue Jeureujak, D = Cot Seumantok, E= Pantee Cermin, F = Pantee Rakyat, G = Blang Raja |
Sabtu,
22 September 2012 aku berangkat menuju lokasi yang sebenarnya tidak kuketahui
sama sekali. Aku hanya melihat sekilas peta desa Alue Jeureujak dan desa Cot
Seumantok. Patokanku adalah desa Alue Jeureujak merupakan desa ketiga di
Kecamatan Babahrot bila aku menempuh perjalanan dari Blangpidie. Jadi,
urutannya adalah desa Alue Peunawa, Blang Dalam, kemudian Alue Jeureujak.
Setelah itu, aku akan mencari jalan masuk ke desa tersebut. Setelah
menyeberangi sungai besar, berarti aku sudah sampai di Cot Seumantok.
Rencananya begitu. Kelihatannya mudah dan sederhana. Aku berangkat dari kos
sekitar pukul delapan bersama Jupe (motor dinas) dengan penuh semangat. Dalam
perjalanan aku melewati tiga kecamatan, yaitu Blangpidie, Jeumpa, dan Kuala
Batee. Setelah 13 kilometer, sampailah aku di kecamatan Babahrot. Desa Alue
Peunawa dan Blang Dalam pun terlewati. Aku pun masuk ke wilayah Alue Jeureujak.
Aku ingat bahwa di peta ada jalan setelah melewati sekolah. Aku sudah melewati
SDN 1 dan SDN 2 Alue Jeureujak tapi masih belum terlihat jalan aspal. Yang ada
hanya jalan-jalan tanah. Aku pun terus melajukan Jupe sampai melewati SPBU.
Kemudian aku melihat masjid dan tertulis “Dusun Pante Ara, Desa Pantee Cermin”.
Haish! Berarti sudah terlewat satu desa. Berarti jalan ke Cot Seumantok memang
harus lewat jalan tanah tadi? Kuputuskan untuk putar balik. Setelah itu aku
bertanya pada seorang nenek. Sayangnya nenek itu tidak lancar berbahasa
Indonesia jadi tidak jelas yang dia katakan. Kemudian ada bapak yang membantu
menjelaskan. Dia menjelaskan bahwa jalan ke Cot Seumantok itu lewat “keude”.
Aku menerjemahkan “keude” sebagai kedai atau toko. Jadi, aku mengira ada toko
di sebelah jalan. Tapi, mana tokonya? Bapak itu pun akhirnya menyerah dan
berkata, “Pokoknya empat kilo dari sini.” Ah, empat kilometer. Baiklah. Berarti
aku harus putar balik (lagi). Eh? Empat kilometer? Berarti bukan di Alue
Jeureujak? Padahal kurang dari satu kilometer tempat aku bertanya itu sudah
masuk Pantee Cermin. Ah, sudahlah. Aku pun putar balik. Saat aku putar balik,
ada ibu-ibu sedang duduk-duduk. Salah satu dari mereka bertanya, “Ho jak? (Mau
pergi ke mana?)” “Cot Seumantok,” jawabku. “Han tom jak? (Tidak pernah pergi?)”
tanyanya lagi. Maksudnya menanyakan apakah aku belum pernah pergi ke sana –
karena aku masih bertanya jalan ke sana. Aku cuma menjawab, “Han (Tidak).” Mampus.
Kemampuanku berbahasa Aceh diuji. Padahal, biasanya aku paling malas berbahasa
Aceh. Ibu itu lalu bertanya lagi yang inti pertanyaannya “Mau apa ke sana?” –
kalimatnya sendiri aku sudah lupa. Kujawab saja, “Jok peugeot peta.” Hahaha,
bodoh. Padahal mestinya aku bilang, “Jak peugeot peta (pergi membuat peta)”. Eh,
sebenarnya aku tidak membuat peta, sih. Cuma merekam koordinat saja. Tapi,
untuk peta juga. Halah, mbulet. Ibu itu pun memberi tahu bahwa jalan ke Cot
Seumantok itu lewat pasar. PASAR? Hahaha! Aku baru paham. Ternyata yang
dimaksud “keude” oleh bapak tadi adalah pasar, bukan toko. Alangkah dongdongnya
diriku...
Aku
pun memacu Jupe sampai terlewati tiga kilometer, takutnya kalau sampai empat
kilometer malah terlewat. Aku berhenti di depan sebuah sekolah di desa Pantee
Rakyat. Beberapa meter lagi ada pasar buah. Sepertinya itu yang dimaksud. Aku
bertanya pada anak sekolah yang lewat. Dia pun mengatakan bahwa di depan nanti
ada simpang (belokan). Setelah melewati pasar buah, memang ada simpang. Aku pun
masuk ke sana. Aku mengikuti jalan, kemudian ada pertigaan. Kalau belok kanan
besar kemungkinan malah kembali ke jalan raya. Sedangkan desa Cot Seumantok itu
jauh dari jalan raya. Aku pun memilih belok kiri. Ternyata tak lama kemudian
aku masuk ke desa Blang Raja (pemekaran dari desa Pantee Rakyat). Mana Cot
Seumantok-nya??? Kuputuskan jalan terus. Beberapa kilometer kemudian aku
melewati jalan rusak yang sepertinya pernah kulewati. Ternyata aku memang
pernah ke daerah tersebut naik mobil bersama bos dan kawan kantor lainnya. Dan
sepertinya dulu kami juga ke Cot Seumantok. Kemudian ada pertigaan lagi. Aku
mengingat perjalanan bersama bos sebelumnya. Kalau tidak salah dulu kami belok
kiri. Jadi, kuputuskan belok kiri. Di jalan ada seorang bapak – sepertinya muge
(penjual ikan). Aku pun bertanya padanya jalan ke Cot Seumantok. Ternyata jalan
yang kupilih benar. Aku pun melanjutkan perjalanan. Masih ada pertigaan lagi
rupanya. Lagi-lagi kupilih kiri – sesuai ingatan dulu. Di tengah jalan aku
berhenti untuk memotret jalanan yang rusak. Hihihi, padahal masih banyak jalanan yang lebih hancur dari daerah itu.
![]() |
Ini jalanan yang rusak. Sayang yang difoto tidak terlalu amazing hancurnya. |
Eh, bapak yang tadi kutanyai lewat
lalu berkata, “Nggak jauh lagi, Bu. Ikut Bapak aja.” Hehehe, jadi terharu.
Mungkin dikiranya aku kecapekan karena jalannya terlalu jauh. Aku pun mengikuti
bapak tadi. Tak lama kemudian aku melihat SD Cot Seumantok. Yeah! Berarti sudah
masuk desa itu. Setelah berbelok, bapak tadi berhenti. Dia pun bertanya, “Ini
sudah masuk Cot Seumantok. Ibu mau ke mana?” Aku susah menjelaskannya. Kubilang
mau GPS, tapi bapak itu tidak paham. Jadi, kubilang saja pokoknya aku mau ke
masjid terdekat di desa itu. Ternyata sudah tidak jauh lagi. Aku pun terus
jalan. Setelah melihat masjid, aku berhenti. Tapi, bapak tadi tidak berhenti.
Entah karena dia merasa aku sudah tidak perlu diberi petunjuk atau dia malah
mau menunjukkan masjid lain, aku tidak tahu. Setelah menyalakan GPS, menunggu
sinyal, aku pun merekam koordinat masjid tersebut. Koordinatnya 3,87000°N
dan 96,70187°E.
Alhamdulillah misi selesai. Aku melihat kilometer di speedometer. 1187. Padahal
tadi sewaktu berangkat masih sekitar 1153 atau 1154. Jadi, jarak desa ini
dengan ibu kota kabupaten lebih dari 30 kilometer. Waw!
![]() |
Masjid tempat aku merekam koordinat. |
Aku
pun pulang melewati jalan yang sama. Tapi, aku bingung. Pertigaan yang pertama
kutemui waktu masuk dari jalan raya tadi (sebelum masuk Blang Raja), tidak bisa
kukenali lagi sewaktu pulang. Malah ada banyak pertigaan. Aku pun bertanya
lagi. Ternyata untuk ke jalan raya cukup jalan terus. Padahal, kalau sesuai
dengan jalan waktu berangkat tadi, mestinya aku belok kanan. Tapi, aku menuruti
bapak tadi. Dan aku sampai di jalan raya. Tapi, memang jalannya beda dengan
jalan masuk tadi. Dan tahukah Saudara-saudara aku keluar lewat mana? PASAR!
Iya. Pasar. Jadi, ternyata tadi aku salah memilih jalan masuk. Atau lebih
tepatnya salah memilih jalan masuk ke desa. Kupikir jalan masuknya dekat PASAR BUAH
padahal sebenarnya lewat PASAR YANG SEPASAR-PASARNYA, bukan pasar buah. Untung
saja tadi tidak tersesat.
Benar-benar
acara mbolang yang luar biasa! Aku jadi tahu kalau Cot Seumantok itu jauuuh,
aku jadi tahu kalau “keude” itu bisa berarti “pasar”, dan aku jadi percaya
bahwa pepatah “malu bertanya sesat di jalan” memang benar adanya. Kalau aku
tidak bertanya, bisa dipastikan aku berputar-putar tidak jelas di Babahrot atau
bisa jadi malah nyasar ke laut atau ke perkebunan sawit, hahaha! Oh, ya. Aku juga jadi sempat memotret salah satu sungai di Kecamatan Babahrot. Ini dia gambarnya
wah.. jalanannya masih terasa alami @@
BalasHapussejuk segar sepertinya disana..
Hohoho, memang masih termasuk alami daerahnya.
Hapusgue gak khilaf kan mollow blog ini??? ada banyak kisah yang gue dapet disini. Dan gue jadi tau tempat-tempat keren di luar tempat gue... :)_
BalasHapusKhilaf :p
HapusDua hari lalu kok tanggalnya 20 Agustus Mbak?
BalasHapusWew...
Perjalanan Si Bolang bener2 spektakuler
Puluhan kilometer menuju tempat yg tak dikenal
Hehehe, itu buatnya 22 September kemarin tapi posting nya baru hari ini. Udah saya ganti kok :)
Hapusngebolangnya sukses ya :)
BalasHapusAlhamdulillah, sukses banget :)
HapusBerani banget ngebolang sendirian gitu.... O.O
BalasHapusKalo di sini pas lepas maghrib banyak babi hutan. Ngeri gitu jadinya. Tapi pas siang-siang ada juga ding. Pas aku maen ke pantai, pernah ada babi hutan ama anaknya nyebrang gak liat-liat gitu. Untungnya si Sinung bawa motornya pelan. Kalo kagak, udah kelindes itu babi hutan.
Aku pernah sampe ke ujung pulau ini, jaraknya 70an km gitu lah. Seruuu...! 20 km hutan gitu. Gak liat orang sama sekali. Tapi ada biawak sih, banyak.... :D Pas pulang langsung minta urut. Puegeeeelnya pol! T______T
The power of kepepet, Qaqa :p
HapusKalo di kabupaten sini saya belum ketemu babi. Biasanya ketemu kerbau, lembu, sama kambing.
70 kilo? Bolak-balik berarti 140 kilo? Nangis saya kalo bawa motor 140 kilo. Pulangnya mending ngangkot :D
Besok-besok nulis laporan ngebolang lagi yak. Kalo bisa fotonya dibanyakin. :DDD
HapusAceh sama Medan itu bahasanya udah jauuuh banget ya?
Maksudnya, saya disuruh ngebolang lagi gituh?????
HapusBahasa Aceh emang beda jauh dari Bahasa Batak atau Melayu.
bacanya aja udah ikut pegel nih kaki hahahaa
BalasHapusPadahal lebih pegel tangan karena mesti pegang stang. Mana kalo lewat jalan rusak itu susah buat ngendaliin motor :D
Hapusboleh tanya itu desa namanya susah banget ya... GPSnya itu berbayar ya? memang pake google tidak ada ya? :)
BalasHapusberbayar? maksudnya?
Hapuspake Google gimana? Google Earth? Google Maps? Ini kan mau cari koordinat suatu daerah secara akurat. Kalo cuma dari Google Earth kan susah nemuinnya.
kok susah scroll ya disini mbak susah payah nih pake tab
BalasHapusKalo pake Chrome emang gitu.
HapusAisssh kalo chi yang disuruh bolang gitu, sudah dipastikan bakal nyasar kejauhan tuh, hihihi...
BalasHapus*buta arah
Hihihi, kalo saya nggak nanya juga kayanya bakalan nyasar :p
Hapusamazing ya..
BalasHapusckck.. koq berani sendirian mbak?
lagi nekat, lok :p
HapusDuh mbak kalo chi disuruh mbolang sendiri dengan alamat yang nggak jelas gitu sudah dipastikan bakal nggak nyampe ke tujuan tuh
BalasHapus*saluuuut....
Kalo nanya, insya Alloh gak nyasar jauh2 kok.
HapusAsik tuch, gak ada polusi..... masih alami dan segeeeeeeeeeeer...
BalasHapusSalam hangat tanpa GOSONG dari Kalibayem Jogja....
Hehe, iya. Masih seger suasananya.
Hapus