11 Agustus 2012. Seperti lebaran-lebaran sebelumnya, kali ini aku juga mudik ke Brebes. Dan seperti biasanya, aku harus menempuh perjalanan darat dulu ke Medan, naik pesawat ke Jakarta, lalu lanjut naik kereta ke Brebes. Dari Blangpidie ke Medan aku naik travel. Pagi itu aku datang ke bandara Polonia terlalu
awal. Biasanya, begitu tiba di Medan aku mampir dulu ke kos Caca di daerah
Glugur lalu baru ke bandara sekitar dua jam sebelum pesawatku berangkat. Tapi, beberapa
minggu terakhir Caca tak bisa dihubungi sehingga aku tak bisa menelepon untuk
memberitahu dia bahwa kami akan singgah. Jadilah aku dan Intan meminta kepada
sopir travel untuk langsung mengantar kami ke bandara. Kami tiba di bandara
sekitar pukul tujuh sedangkan pesawat Intan berangkat pukul sepuluh dan
pesawatku berangkat pukul setengah dua belas. Sekitar pukul sembilan lewat
(atau setengah sepuluh, ya?), Intan mengajakku check in. Lalu, kami pun masuk.
Intan sudah bisa check in sedangkan aku masih harus mencari-cari tempat check
in untuk penumpang Mandala. Setelah bertanya pada petugas, aku ditunjukkan
loket – atau apalah namanya, pokoknya tempat check in – paling ujung, dekat
loket pembayaran boarding pass. Ternyata yang paling ujung adalah loket untuk
penumpang Citilink (kalau tidak salah) dan loket Mandala ada di sebelahnya. Tapi,
loket tersebut belum dibuka jadi aku belum bisa check in. Aku pun menunggu. Intan
sudah berpamitan untuk ke ruang tunggu lebih dulu. Pesawatnya memang sudah
hampir berangkat. Jadilah aku menunggu sendirian – bukan berarti tidak ada
orang lain di bandara melainkan tidak ada orang lain yang kukenal di sana. Setelah
loket dibuka, aku langsung check in kemudian membayar boarding pass lalu
bergegas ke ruang tunggu.
Di ruang tunggu, aku teringat ponselku yang sudah sekarat. Aku
pun segera ke dekat pintu toilet. Di situ, tepatnya di sebelah lemari yang
berisi minuman ringan (yang dijual, bukan gratis untuk para calon penumpang
pesawat), ada stop kontak. Di situ ada dua. Saat aku datang ke situ, ada bapak
yang baru saja men-charge ponselnya. Lalu, aku pun menanyakan apakah aku bisa
menggunakan stop kontak satunya. Yah, siapa tahu bapak itu mau men-charge dua
ponsel. Ternyata dia cuma men-charge satu ponsel jadi aku bisa men-charge
ponselku di stop kontak satunya. Bapak itu pun meninggalkan ponselnya di situ. Aku
cuma bengong. Memangnya dia tidak takut ponselnya hilang? Bisa saja, kan, aku –
atau orang lain yang berniat jahat – mengambil ponselnya itu?
![]() |
ini dia stop kontak yang ada di dekat pintu masuk ke toilet |
Aku sebenarnya juga ingin meninggalkan ponselku lalu duduk manis dan mengawasi poselku dari tempat duduk. Tapi, di deretan kursi yang paling dekat dengan tempat aku men-charge ponsel sudah penuh. Akhirnya aku cuma berdiri saja sambil bersandar di lemari minuman ringan. Aku tidak se-husnuzhon bapak tadi yang berani meninggalkan ponselnya begitu saja tanpa ditunggui. Kalau capek, aku duduk. Tak lama kemudian, lewat seorang cleaning service yang pernah kulihat – di bandara itu juga – akhir tahun 2010 lalu. Aku tidak yakin dia ingat aku atau tidak. Yang jelas, ketika dia melihatku, aku tersenyum. Siapa tahu dia masih ingat padaku. Tak ada ruginya bersikap ramah (meskipun pada dasarnya aku bukan orang yang ramah, hehehe). Melihatku tersenyum, dia pun langsung berkata, “Nge-charge-nya di dalam aja. Di musholla bisa. Daripada berdiri di sini.” Eh? Di musholla ada stop kontak juga, ya? Aku langsung membawa barang-barangku ke musholla. Ternyata ada yang sedang men-charge ponsel (sepertinya dia cleaning service juga). Kakak yang tadi pun langsung meminta temannya itu untuk memberikan giliran men-charge padaku. Aku pun bisa men-charge ponsel dengan aman dan tenang. Bahkan, bisa sambil selonjoran. Beberapa saat kemudian, aku juga menitipkan barangku pada kakak tadi karena mau ke toilet sebentar.
Aku tidak tahu nama kakak itu. Tapi, entah mengapa aku masih
bisa mengingat wajahnya dengan jelas. Padahal, aku tipe orang yang amat sangat
mudah lupa wajah seseorang yang baru kutemui sekali. Seingatku aku baru bertemu
dia sekali pada akhir tahun 2010. Dan ketika aku bertemu dia lagi di tahun 2012
ini, aku masih bisa mengenalinya dengan baik. Mungkin karena kesan yang
mendalam sehingga aku mengingat kakak itu dengan baik. Tahun 2010 lalu, aku pernah
juga menitipkan barangku padanya. Dia yang sedang mengepel lantai pun
menghentikan sebentar pekerjaannya untuk menjaga barang-barangku. Kalau tidak
salah, dulu dia juga menunjukkan stop kontak di toilet ketika aku hendak
men-charge ponsel. Sepertinya waktu itu stop kontak di musholla sedang
digunakan jadi aku harus mencari stop kontak lain. Dan tahun ini aku lupa kalau
ada stop kontak di toilet dan di musholla.
Jujur saja aku merasa terharu. Heh? Cuma karena dia
memberitahu untuk men-charge ponsel di musholla dan mau dititipi barang, aku
langsung terharu? Iya. Cuma kebaikan kecil begitu, aku bisa terharu? Iya. Jangan
tanya kenapa. Aku juga tidak tahu pasti kenapa aku bisa terharu. Mungkin karena
bantuan itu dia berikan di saat yang tepat. Tepat ketika aku butuh untuk
men-charge ponsel di tempat yang aman dan tak perlu berdiri. Tepat di saat aku
butuh bantuan seseorang untuk menjaga barang-barangku sebentar. Mungkin
ketulusannya yang membuatku terharu. Yang kedua ini sepertinya yang lebih
membuatku terharu. Dia mau membantu orang yang sama sekali tidak dia kenal. Tulus,
tanpa pamrih, tanpa mengharapkan ucapan terima kasih apalagi imbalan. Mungkin juga
dia tidak tahu bahwa kebaikan kecilnya bisa membuatku merasa terharu dan begitu
berterima kasih. Cuma kebaikan kecil. Tapi, biarpun kecil, tetap saja itu
kebaikan. Kebaikan sekecil apapun, kalau dilakukan dengan tulus, tentu akan
menyentuh hati (khususnya bagi orang yang masih membuka hatinya). Jadi merasa
disentil untuk ikut melakukan kebaikan, biarpun kecil. Dan tulus. Jadi, kalaupun
orang lain tidak “merasakan” ketulusan kita dan tidak menghargai perbuatan baikku,
aku tidak akan sakit hati. Tuhan yang lebih tahu niat baikku. Susah, sih. Minimal,
aku mengharapkan ucapan terima kasih. Tapi, aku mesti belajar untuk tulus,
meskipun sepertinya perlu waktu seumur hidup untuk itu, hehehe...
Milo, yang lomba blog itu maksudnya apaan sih yang dilombain? udah tak lihat tapi masih belum mudeng.
BalasHapusHehehe, aku juga nggak ngerti. Kayaknya cuma ngedaftarin blog aja. Gak ngerti juga kriteria buat menangnya gimana :D
Hapusalhamdulillah, jaman sekarang masih ada orang yang tulus begitu ya :)
BalasHapusIya..
HapusMilati tinggal di Blangpidie?
BalasHapusWah, dekat dong kita. Saya di Aceh Selatan :D
Hehehe, tapi, kan, yang di Aceh Selatan orang tua kakak. Kakak, kan, di Banda Aceh :p
Hapuske brebes oleh2nya bawang ya :)
BalasHapusKebalik, Mbak. Kalo oleh2 bawang itu dari Brebes, bukan ke Brebes bawa oleh2 bawang :p
HapusDan terkadang kebaikan kecil itulah yang lebih tulus...
BalasHapusJika kita melakukan kebaikan kecil tapi sering, maka secara tak langsung kita sudah melakukan kebaikan besar
Wah, inspirasi baru. Kalau melakukan kebaikan kecil tapi sering, maka secara tidak langsung sudah melakukan kebaikan besar.
Hapussetuju sm pak Mars, seringkali kebaikan kecil itu lebih tulus :)
BalasHapusMungkin karena kalo yang kecil2 itu ikhlas melakukannya, ya..
HapusTeringat kejadian, seorang ibu hendak mendatangi acara resepsi. Sampai tengah jalan satu kancing bajunya lepas.Untung ada seorang nenek yg memberinya satu buah peniti. Subhanallah, trnyata barang kecil bernama peniti ini sangat berarti bg sang ibu dlm keadaan darurat tsb.
BalasHapusUntuk merekatkan silaturahim, undang tmn2 untuk memberikan komentar di www.timkomte.com/2012/09/kebaikan-kecil.html
Salam
Betul. Benda kecil seperti peniti pun bisa sangat berarti.
HapusJustru kebaikan kecil itu yang sering dilupakan orang ya, salut buat yang tetap istiqomah melakukannya :)
BalasHapusIya, kebaikan kecil seringkali dilupakan dan tidak dihargai...
HapusHalo Milati, apakabar? Sekarang pasti sudah di Blang Pidie lagi ya?
BalasHapusudah balik dari mudik kan? :)
Yup, kebaikan sekecil apapun, asalkan dilakukan dengan tulus, tentu akan menyentuh hati....
Kabar baik, Kak.
HapusUdah lama Kakak nggak main ke blog ini :D
cerita yang menarik untuk sebuah kebaikan kecil yang sudah dibuat.... sekecil apapun perbuatan baik itu pasti akan selalu diingat.. walaupun hanya sebuah charger..
BalasHapussetuju :)
Hapus