Minggu, 09 September 2012

Kebaikan Kecil

11 Agustus 2012. Seperti lebaran-lebaran sebelumnya, kali ini aku juga mudik ke Brebes. Dan seperti biasanya, aku harus menempuh perjalanan darat dulu ke Medan, naik pesawat ke Jakarta, lalu lanjut naik kereta ke Brebes.  Dari Blangpidie ke Medan aku naik travel. Pagi itu aku datang ke bandara Polonia terlalu awal. Biasanya, begitu tiba di Medan aku mampir dulu ke kos Caca di daerah Glugur lalu baru ke bandara sekitar dua jam sebelum pesawatku berangkat. Tapi, beberapa minggu terakhir Caca tak bisa dihubungi sehingga aku tak bisa menelepon untuk memberitahu dia bahwa kami akan singgah. Jadilah aku dan Intan meminta kepada sopir travel untuk langsung mengantar kami ke bandara. Kami tiba di bandara sekitar pukul tujuh sedangkan pesawat Intan berangkat pukul sepuluh dan pesawatku berangkat pukul setengah dua belas. Sekitar pukul sembilan lewat (atau setengah sepuluh, ya?), Intan mengajakku check in. Lalu, kami pun masuk. Intan sudah bisa check in sedangkan aku masih harus mencari-cari tempat check in untuk penumpang Mandala. Setelah bertanya pada petugas, aku ditunjukkan loket – atau apalah namanya, pokoknya tempat check in – paling ujung, dekat loket pembayaran boarding pass. Ternyata yang paling ujung adalah loket untuk penumpang Citilink (kalau tidak salah) dan loket Mandala ada di sebelahnya. Tapi, loket tersebut belum dibuka jadi aku belum bisa check in. Aku pun menunggu. Intan sudah berpamitan untuk ke ruang tunggu lebih dulu. Pesawatnya memang sudah hampir berangkat. Jadilah aku menunggu sendirian – bukan berarti tidak ada orang lain di bandara melainkan tidak ada orang lain yang kukenal di sana. Setelah loket dibuka, aku langsung check in kemudian membayar boarding pass lalu bergegas ke ruang tunggu.

Di ruang tunggu, aku teringat ponselku yang sudah sekarat. Aku pun segera ke dekat pintu toilet. Di situ, tepatnya di sebelah lemari yang berisi minuman ringan (yang dijual, bukan gratis untuk para calon penumpang pesawat), ada stop kontak. Di situ ada dua. Saat aku datang ke situ, ada bapak yang baru saja men-charge ponselnya. Lalu, aku pun menanyakan apakah aku bisa menggunakan stop kontak satunya. Yah, siapa tahu bapak itu mau men-charge dua ponsel. Ternyata dia cuma men-charge satu ponsel jadi aku bisa men-charge ponselku di stop kontak satunya. Bapak itu pun meninggalkan ponselnya di situ. Aku cuma bengong. Memangnya dia tidak takut ponselnya hilang? Bisa saja, kan, aku – atau orang lain yang berniat jahat – mengambil ponselnya itu?

ini dia stop kontak yang ada di dekat pintu masuk ke toilet


Aku sebenarnya juga ingin meninggalkan ponselku lalu duduk manis dan mengawasi poselku dari tempat duduk. Tapi, di deretan kursi yang paling dekat dengan tempat aku men-charge ponsel sudah penuh. Akhirnya aku cuma berdiri saja sambil bersandar di lemari minuman ringan. Aku tidak se-husnuzhon bapak tadi yang berani meninggalkan ponselnya begitu saja tanpa ditunggui. Kalau capek, aku duduk. Tak lama kemudian, lewat seorang cleaning service yang pernah kulihat – di bandara itu juga – akhir tahun 2010 lalu. Aku tidak yakin dia ingat aku atau tidak. Yang jelas, ketika dia melihatku, aku tersenyum. Siapa tahu dia masih ingat padaku. Tak ada ruginya bersikap ramah (meskipun pada dasarnya aku bukan orang yang ramah, hehehe). Melihatku tersenyum, dia pun langsung berkata, “Nge-charge-nya di dalam aja. Di musholla bisa. Daripada berdiri di sini.” Eh? Di musholla ada stop kontak juga, ya? Aku langsung membawa barang-barangku ke musholla. Ternyata ada yang sedang men-charge ponsel (sepertinya dia cleaning service juga). Kakak yang tadi pun langsung meminta temannya itu untuk memberikan giliran men-charge padaku. Aku pun bisa men-charge ponsel dengan aman dan tenang. Bahkan, bisa sambil selonjoran. Beberapa saat kemudian, aku juga menitipkan barangku pada kakak tadi karena mau ke toilet sebentar.

Aku tidak tahu nama kakak itu. Tapi, entah mengapa aku masih bisa mengingat wajahnya dengan jelas. Padahal, aku tipe orang yang amat sangat mudah lupa wajah seseorang yang baru kutemui sekali. Seingatku aku baru bertemu dia sekali pada akhir tahun 2010. Dan ketika aku bertemu dia lagi di tahun 2012 ini, aku masih bisa mengenalinya dengan baik. Mungkin karena kesan yang mendalam sehingga aku mengingat kakak itu dengan baik. Tahun 2010 lalu, aku pernah juga menitipkan barangku padanya. Dia yang sedang mengepel lantai pun menghentikan sebentar pekerjaannya untuk menjaga barang-barangku. Kalau tidak salah, dulu dia juga menunjukkan stop kontak di toilet ketika aku hendak men-charge ponsel. Sepertinya waktu itu stop kontak di musholla sedang digunakan jadi aku harus mencari stop kontak lain. Dan tahun ini aku lupa kalau ada stop kontak di toilet dan di musholla.

Jujur saja aku merasa terharu. Heh? Cuma karena dia memberitahu untuk men-charge ponsel di musholla dan mau dititipi barang, aku langsung terharu? Iya. Cuma kebaikan kecil begitu, aku bisa terharu? Iya. Jangan tanya kenapa. Aku juga tidak tahu pasti kenapa aku bisa terharu. Mungkin karena bantuan itu dia berikan di saat yang tepat. Tepat ketika aku butuh untuk men-charge ponsel di tempat yang aman dan tak perlu berdiri. Tepat di saat aku butuh bantuan seseorang untuk menjaga barang-barangku sebentar. Mungkin ketulusannya yang membuatku terharu. Yang kedua ini sepertinya yang lebih membuatku terharu. Dia mau membantu orang yang sama sekali tidak dia kenal. Tulus, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan ucapan terima kasih apalagi imbalan. Mungkin juga dia tidak tahu bahwa kebaikan kecilnya bisa membuatku merasa terharu dan begitu berterima kasih. Cuma kebaikan kecil. Tapi, biarpun kecil, tetap saja itu kebaikan. Kebaikan sekecil apapun, kalau dilakukan dengan tulus, tentu akan menyentuh hati (khususnya bagi orang yang masih membuka hatinya). Jadi merasa disentil untuk ikut melakukan kebaikan, biarpun kecil. Dan tulus. Jadi, kalaupun orang lain tidak “merasakan” ketulusan kita dan tidak menghargai perbuatan baikku, aku tidak akan sakit hati. Tuhan yang lebih tahu niat baikku. Susah, sih. Minimal, aku mengharapkan ucapan terima kasih. Tapi, aku mesti belajar untuk tulus, meskipun sepertinya perlu waktu seumur hidup untuk itu, hehehe...

20 komentar:

  1. Milo, yang lomba blog itu maksudnya apaan sih yang dilombain? udah tak lihat tapi masih belum mudeng.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, aku juga nggak ngerti. Kayaknya cuma ngedaftarin blog aja. Gak ngerti juga kriteria buat menangnya gimana :D

      Hapus
  2. alhamdulillah, jaman sekarang masih ada orang yang tulus begitu ya :)

    BalasHapus
  3. Milati tinggal di Blangpidie?
    Wah, dekat dong kita. Saya di Aceh Selatan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, tapi, kan, yang di Aceh Selatan orang tua kakak. Kakak, kan, di Banda Aceh :p

      Hapus
  4. Balasan
    1. Kebalik, Mbak. Kalo oleh2 bawang itu dari Brebes, bukan ke Brebes bawa oleh2 bawang :p

      Hapus
  5. Dan terkadang kebaikan kecil itulah yang lebih tulus...
    Jika kita melakukan kebaikan kecil tapi sering, maka secara tak langsung kita sudah melakukan kebaikan besar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, inspirasi baru. Kalau melakukan kebaikan kecil tapi sering, maka secara tidak langsung sudah melakukan kebaikan besar.

      Hapus
  6. setuju sm pak Mars, seringkali kebaikan kecil itu lebih tulus :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena kalo yang kecil2 itu ikhlas melakukannya, ya..

      Hapus
  7. Teringat kejadian, seorang ibu hendak mendatangi acara resepsi. Sampai tengah jalan satu kancing bajunya lepas.Untung ada seorang nenek yg memberinya satu buah peniti. Subhanallah, trnyata barang kecil bernama peniti ini sangat berarti bg sang ibu dlm keadaan darurat tsb.


    Untuk merekatkan silaturahim, undang tmn2 untuk memberikan komentar di www.timkomte.com/2012/09/kebaikan-kecil.html
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Benda kecil seperti peniti pun bisa sangat berarti.

      Hapus
  8. Justru kebaikan kecil itu yang sering dilupakan orang ya, salut buat yang tetap istiqomah melakukannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kebaikan kecil seringkali dilupakan dan tidak dihargai...

      Hapus
  9. Halo Milati, apakabar? Sekarang pasti sudah di Blang Pidie lagi ya?
    udah balik dari mudik kan? :)
    Yup, kebaikan sekecil apapun, asalkan dilakukan dengan tulus, tentu akan menyentuh hati....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kabar baik, Kak.
      Udah lama Kakak nggak main ke blog ini :D

      Hapus
  10. cerita yang menarik untuk sebuah kebaikan kecil yang sudah dibuat.... sekecil apapun perbuatan baik itu pasti akan selalu diingat.. walaupun hanya sebuah charger..

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!