Selasa, 10 Januari 2012

Burlian yang Kunanti-nanti

Akhirnya, setelah menunggu sekian lama, kudapatkan juga novel Burlian yang membuatku penasaran. Setelah membaca Pukat dan Eliana, aku memang penasaran pada cerita Burlian. Maklum, Pukat dan Eliana berhasil membuatku tertawa dan menangis haru.

Bagaimana aku bisa mendapatkan Burlian? Beberapa bulan yang lalu adik tingkatku, Asri, pergi ke bookfair di Jakarta. Iseng-iseng kukatakan padanya untuk mencarikan Burlian. Ternyata ada. Ya, sudah. Sekalian kuminta dia membelikan. Dan sewaktu pulang kampung kemarin, aku mengambilnya.

Lalu, bagaimana isinya? Mmm, bagus. Buku ini merupakan buku pertama dari Serial Anak-Anak Mamak. Buku kedua dan ketiganya, yaitu Pukat dan Eliana, juga tak kalah bagus. Dalam  buku ini dijelaskan beberapa istilah yang mungkin kurang familiar di mata pembaca, seperti pal yang ternyata satuan ukuran panjang peninggalan Belanda. Juga diartikan beberapa panggilan dalam Bahasa Belanda yang diucapkan Wak Yati pada keponakan-keponakannya (Burlian, Pukat, Eliana, dan Amelia), misalnya schat yang artinya sayang. Di buku-buku berikutnya (pada cetakan yang kubaca), kata-kata tersebut tidak dijelaskan.

Ada beberapa cerita lucu dalam buku ini. Salah beberapanya (bukan salah satunya) yaitu cerita ketika orang-orang di kampung Burlian heboh SDSB. Para penggila SDSB di kampung menanyakan nomor yang akan keluar pada Samsurat yang notabene mengalami gangguan kejiwaan. Sungguh sindiran yang sangat telak bagi para penjudi yang kerap kali bertindak tidak logis. Ada juga cerita ketika Burlian dan Pukat bolos sekolah demi mencari belalang. Mamak (ibu mereka), alih-alih memarahi mereka, justru pura-pura tidak tahu kalau mereka membolos dan bersikap biasa-biasa saja. Dan keesokan harinya Mamak mengajak Burlian dan Pukat mencari kayu bakar. Kedua anak tersebut tentu saja senang karena punya alasan tidak sekolah. Tapi, ternyata itu adalah cara Mamak menghukum mereka. Dari pagi hingga petang mereka harus bolak-balik mengangkut kayu bakar dari hutan (atau dari mana, ya?) ke rumah. Dan besoknya, ketika hendak diajak mencari kayu bakar lagi, Burlian langsung tidak mau. Ya, iya, lah... Jauh lebih enak sekolah. Duduk manis, mendengarkan guru, kalau istirahat bisa bermain-main. Pulang pun tinggal makan. Cerita lucu lainnya yaitu ketika Burlian dan Pukat memasang paku di rel kereta api agar pakunya menjadi pipih dan bisa dijadikan pisau. Tapi, ternyata mereka berdua tertangkap hingga harus menginap semalaman di stasiun (sebenarnya mereka menginap karena tak kunjung dijemput orangtua mereka). Dan ternyataaaaa... Kesalahan fatal mereka bukanlah karena mereka meletakkan paku di rel melainkan karena mereka ketahuan! Yah, kata Bapak (ayah mereka), hampir semua orang di kampung mereka melakukan hal yang sama dengan mereka, tapi tak ada yang sampai tertangkap. Tidak lucu? Yah, aku memang agak sulit menceritakan kembali cerita itu. Baca saja bukunya.
Ada juga cerita sedihnya. Misalnya ketika Ahmad, teman Burlian, meninggal karena digigit ular berbisa. Burlian benar-benar sedih karena merasa "Ahmad sudah meminjamkan hidupnya pada Burlian". Maksudnya? Waktu itu, Burlian, Ahmad, dan kawan-kawan lainnya sedang bermain sepak bola. Bolanya keluar jauh dari lapangan. Burlian hendak mengambilnya tapi Ahmad melarang Burlian dan dia sendiri yang kemudian mengambil bola itu. Saat mengambil bola itulah Ahmad digigit ular berbisa. Kalau saja Burlian yang mengambil bola itu, bisa jadi Burlian yang digigit ular dan meninggal. Itu sebabnya Burlian merasa Ahmad sudah meminjamkan hidupnya untuk Burlian.

Juga ada cerita ketika Burlian ngambek karena Mamak tak jadi membelikannya sepeda padahal Mamak sudah berjanji membelikan sepeda bila Burlian khatam mengaji. Akhirnya Mamak menggadaikan cincin kawinnya untuk membeli sepeda. Dan ketika Mamak hendak menebus cincin itu, ternyata cincin itu hilang. Padahal, itu satu-satunya benda kenangan pernikahan Mamak dan Bapak. Tak ada foto pernikahan, cuma ada cincin yang menjadi kenang-kenangan. Dan ternyata cincin itu hilang. Cerita ini ada di bagian Kasih Sayang Mamak. Benar-benar menyentuh. Meskipun menurutku masih lebih menyentuh bagian Kasih Sayang Mamak di cerita Pukat dan Eliana.

Pokoknya, menurutku buku ini recommended, lah. Bagi yang tidak suka cerita cinta yang melankolis bikin nangis-nangis, jangan khawatir, kamu tidak akan menemukannya di sini. Ini benar-benar cerita tentang kehidupan sehari-hari dari sudut pandang seorang bocah laki-laki. Cocok, lah, untuk bacaan anak-anakku nanti. Lho?

4 komentar:

  1. Millati........ buku apaan sih ini? aku baru dengar. judul sama pengarangnya siapa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lho, Nurin gak tahu? Nurin kan suka baca novel... Burlian itu bukunya Tere Liye, buku pertama dari Serial Anak-anak Mamak. Setelah Burlian ada Pukat sama Eliana. Bagus, lho... Banyak nilai moral yang disampaikan tanpa menggurui.

      Hapus
  2. loh mil,,bukannya burlian dulu, baru pukat trus eliana ya?hehehhe
    aku msh nunggu yg amelia nih,,keknya seru...
    btw, senja bersama rosie jg bagus mil..baca deh... ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, emang Burlian dulu baru Pukat terus Eliana. Tapi, aku belinya Pukat duluan, itu pun gak sengaja. Abis baca Pukat trus tertarik beli Eliana. Waktu itu gak ada stok Burlian.

      Yang senja bersama Rosie lucu gak? Kalo sedih doang aku gak mau ah!

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!