Kata orang kehidupan di Jakarta itu ‘kejam’. Dulu aku juga berpikir
demikian. Sewaktu baru tiba di Jakarta untuk pertama kalinya aku langsung
berpikir bahwa kehidupan di Jakarta benar-benar keras. Wajar saja aku berpikir
begitu karena saat itu aku langsung menginap di warteg ‘berlantai dua’ yang bangunannya
terbuat dari triplek dengan kamar mandi yang amat sangat ala kadarnya.
Kehidupan di Jakarta memang sedemikian keras. Tapi, kenapa ada banyak
orang yang merantau ke Jakarta? Selain alasan ekonomi, alasan lainnya adalah ‘keramahan’
Jakarta terhadap para perantau. Jakarta adalah rumah bagi semua perantau,
setidaknya itu menurutku. Jumlah perantau di Jakarta amat banyak, bahkan
melebihi penduduk asli di sana. Perantaunya pun datang dari berbagai daerah di
Indonesia dan dari bermacam-macam suku. Keberagaman inilah yang membuatku
nyaman di Jakarta. Aku tidak merasa seperti orang yang berbeda dengan yang
lain. Aku bertemu dengan orang yang beragam. Ibu kos yang keturunan Arab, tukang
siomay yang orang Sunda, tukang bubur ayam yang orang Jawa dari Bumiayu, tukang
pecel yang orang Jawa dari Klaten, sopir
metromini yang orang Batak, dan sebagainya. Bertemu dengan orang-orang yang
semuanya berbeda membuatku tidak merasa berbeda. Ibaratnya ketika datang ke
pesta di mana semua tamu seragam mengenakan pakaian hitam dan hanya aku yang
mengenakan pakaian merah, tentu aku akan merasa tidak nyaman karena berbeda.
Lain ceritanya bila aku datang ke pesta di mana para tamu mengenakan pakaian
yang dengan warna yang beragam. Apapun warna pakaianku tidak akan membuatku
merasa berbeda.
Apa benar Jakarta ramah terhadap perantau? Hmm, menurutku iya. Kalau
tidak ramah, bagaimana mungkin ada begitu banyak orang yang merantau ke kota
itu? Di daerah lain mungkin pernah terdengar kasus di mana suku pendatang
diusir oleh penduduk asli. Kalau di Jakarta? Pernahkah kalian mendengar orang
Betawi berteriak, “Lu orang Jawa, sono pulang ke Jawa! Lu orang Batak, gih, pulang
ke Medan sono!”? Pernah? Aku, sih tidak pernah. Itu sebabnya aku salut terhadap
suku Betawi dalam hal keterbukaan mereka terhadap pendatang. Mungkin ada
beberapa kasus yang pendatangnya memang bersikap tidak baik sehingga penduduk
asli membenci mereka. Tapi, ada beberapa kasus di mana penduduk asli memang
terlalu resisten terhadap pendatang, terutama pendatang dari suku tertentu.
Berbeda dengan Jakarta di mana semua suku bisa datang dan tinggal dengan nyaman
di Jakarta (asal mengurus administrasi). That’s why I love Jakarta!
Ketoknya di Jakarta tuh lebih akeh wong Jowo daripadah orangh Betawi...
BalasHapusAku jugah cintah Jakarta, soale gampang nggoleh opo2 hihihi
Hahaha, aku juga cinta Jakarta karna kaya toserba, semua serba ada, terutama panganane, pirang-pirang :D
Hapusjakarta gak pernah sepi ya mbak walaupun malam sekalipun. dulu waktu masih kerja pulang diatas jam 9 amalam kalau akhir bulan gak ada rasa takut, tapi waktu disemarang keluar malam kok agak takut, apa karena bukan kota tempat tinggal sendiri ya
BalasHapusIya, mungkin karena bukan di kota tempat tinggal sendiri jadi takut kalo keluar malam. Saya juga kalo pulang kampung nyampe rumah jam 3 pagi jalan gak terlalu takut, kalau di rantau keluar jam 9 malam aja ngeri.
HapusJakarta memang selalu menarik dengan semua daya pikatnya... tapi ya susah buat perantau yang cuma modal tekad doang kalau sekarang. Dulu mungkin bisa,.. sekarang butuh isi kepala juga kayaknya kalau mau benar benar sukses.
BalasHapusMultikulturalnya luar biasa menurut saya.. setuju dengan pernyataan dirimu..
Yup, kalo modal nekat doang ya sengsara di Jakarta. Ujung2nya jadi pekerja kasar.
Hapusudah lama ga ke jakarta........pingin.......
BalasHapusAyo, ke Jakarta lagi :)
HapusSeumur umur gag pernah bayangin bakal kuliah di jakarta, kerja di jakarta, tinggal di jakarta, ternyata diitung itung kurang lebih 8 tahun ya merantau di sini
BalasHapusAku dulu juga gak ngebayangin kuliah di Jakarta. Perasaan Jakarta tu jauuuuuuh banget. Eh, ternyata malah hampir lima tahun di sana. Dan sekarang merantaunya lebih jauh lagi -___-'
HapusItulah yang (mungkin) bikin Jakarta jadi padat, mbak.... :P
BalasHapusHehehe, bisa jadi :D
Hapusaku merantau di jakarta dari lahir sampe2 udah ga punya kampung halaman lagi sekarang hahahaa
BalasHapusKalo dari lahir mah namanya bukan merantau -___-"
HapusDalam hal multikultural, Jakarta memang keren!
BalasHapusbetul :)
Hapusnah terus gmn tanggapan foke yg blg jakarta tenggelam?~
BalasHapusane orang betawi asli malah merantau k sumatra,,ke jakarta pasti ane kan kembali......
BalasHapus