Minggu, 30 September 2012

Antara Tema Lomba dan Kenyamanan Hati

Tidak semua hal yang kita inginkan bisa kita dapatkan. Termasuk dalam mengikuti lomba. Tidak semua bisa diikuti. Ada begitu banyak lomba blog dengan hadiah yang menggiurkan. Tapi, sebagian besar dari lomba dengan berhadiah “wow” itu tidak kuikuti, dengan alasan tidak mau ataupun tidak bisa. Biasanya aku tidak mengikuti lomba tersebut karena tidak mau. Kenapa tidak mau? Lomba-lomba berhadiah mahal itu biasanya kontes SEO yang ujung-ujungnya ada iklan sponsor. Dan sayangnya, aku bukanlah pengguna produk sponsor tersebut. Ada kontes SEO Alfamart tapi sayang sekali aku bukan member swalayan waralaba tersebut dan di tempat tinggalku pun tidak berdiri swalayan tersebut. Mana mungkin aku membuat tulisan tentang itu? Ada kontes SEO tulisan tentang sepeda motor Honda, entah apa variannya, dan sayang sekali aku justru pengguna sepeda motor Yamaha. Ada juga kontes SEO sepeda motor Yamaha, tapi variannya berbeda dengan yang kugunakan. Mana mungkin aku membuat review tentang sepeda motor yang sama sekali belum pernah kukendarai? Ada lomba menulis tentang BCA tapi sayangnya aku bukan nasabah BCA. Masa iya aku akan menjelaskan produk-produk bank tersebut yang sama sekali tidak pernah kugunakan? Bodoh. Kan, bisa cari bahannya di internet. Mungkin akan ada yang berkomentar demikian. Sayang sekali. Perkara ini tidak sesederhana itu. Kalau lombanya menulis artikel, misalnya tentang kemiskinan, lalu mencari definisi kemiskinan, tingkat kemiskinan, garis kemiskinan, dan kedalaman kemiskinan lewat internet, itu wajar. Tapi, membuat review – yang mestinya adalah pendapat, komentar, tanggapan, dan kesan pribadi – atau suatu produk berdasarkan tulisan orang lain, itu ganjil. Menulis review atas sesuatu yang tidak pernah kugunakan sama saja seperti berkoar-koar tentang rasa makanan di suatu restoran seolah-olah aku pernah memakannya padahal aku cuma mengutip dari iklan restoran tersebut. Menurutku hal seperti itu benar-benar ganjil. Seperti membohongi diri sendiri. Mungkin orang lain bisa nyaman menulis tentang produk yang tidak pernah dia gunakan. Tapi aku tidak.

Sabtu, 29 September 2012

Dia Bilang Aku Tidak Butuh Teman

Katanya aku seperti tidak butuh teman. Dia menyampaikan hal itu lewat sms. Aku cuma diam, tidak bereaksi apapun, tidak menjawab sms-nya. Tidak butuh teman? Mustahil. Semua orang di dunia ini butuh teman. Sejak SD sampai SMA, kita selalu diajari bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang saling membutuhkan. Karena aku manusia, berarti aku juga makhluk sosial. Aku tidak bisa hidup sendiri. Aku juga butuh orang lain. Aku membutuhkan petani yang menanam padi (karena aku perlu makan nasi), aku butuh petani yang menanam kapas dan para pekerja industri tekstil karena aku perlu pakaian, aku butuh para penjual sayuran, dan lainnya. Selain aku membutuhkan orang lain dengan alasan ekonomis tadi, aku juga membutuhkan orang lain dengan alasan psikologis. Aku membutuhkan orang lain untuk bertukar pikiran, untuk berbagi perasaan, meminta saran, dan sebagainya. Dan aku akan menemukan kebutuhan itu dalam sosok seorang teman.

Menggelandang di Banda Aceh (Lagi)

*edisi jadul*
Bulan April yang lalu aku berkesempatan menggelandang di Banda Aceh (lagi). Tapi, kali ini aku (terpaksa) menggelandang sendirian. Waktu itu aku mengikuti Ratekda sampai hari Kamis pagi, dilanjutkan pelatihan web sampai Kamis sore. Aku pun merasa 'nanggung banget' sehingga memutuskan tidak langsung pulang tapi jalan-jalan dulu. Maklum, jarang ke kota. UK (tunjangan) dipotong yo ben, hehehe... Teman-temanku dari Aceh Barat Daya sudah pulang sejak Kamis siang usai penutupan Ratekda. Teman-temanku yang di Banda Aceh pun masuk kerja. Malah ada yang sibuk melakukan persiapan pelatihan SDKI ke Batam. Hiks! Aku pun terpaksa menggelandang sendirian. Pagi-menjelang-siang-nya menggelandang ke salon untuk pijat dan creambath, lalu pulang. Setelah selesai waktu sholat Jum'at, aku kembali menggelandang. Kenapa menunggu orang selesai sholat Jum'at? Ya, karena waktu orang sholat Jum'at toko-toko tutup dan sepertinya pun tidak ada tukang becak. Padahal tujuan penggelandanganku lumayan jauh dan aku rabun (bukan buta) soal wilayah Banda Aceh. Cara paling mudah dan aman untuk sampai di tujuan dengan selamat adalah dengan naik becak.

Tujuan pertama adalah toko buku. Di Banda Aceh ada beberapa toko buku. Ada Rumah Buku, Alif, Zikra, dan Effendi. Tiga toko yang kusebut terakhir lokasinya saling berdekatan. Sedangkan yang kusebut pertama, yaitu Rumah Buku, lokasinya terpisah. Aku tidak tahu nama daerahnya, sepertinya masih masuk daerah Kuta Alam, tidak terlalu jauh dari Simpang Jambo Tapee.

Simpang Jambo Tapee

Minggu, 23 September 2012

Bolang Edisi Cot Seumantok

Pada hari Kamis, 20 Agustus 2012, aku melakukan kedudulan fatal. Aku meminta salah satu KSK untuk ‘mencari’ koordinat untuk desa baru, yaitu Cot Seumantok yang merupakan pemekaran dari desa Alue Jeureujak. Sebenarnya kalimat tepatnya bukan mencari melainkan merekam titik koordinat desa tersebut GPS (dalam kasus ini, GPS yang digunakan adalah GPS Magellan Triton). Jadi, caranya adalah dia pergi ke desa tersebut, menyalakan alat GPS, menunggu sampai GPS tersebut mendapat sinyal dari satelit. Setelah itu, dia membuat waypoint dari lokasi tersebut. Dari waypoint yang dibuat tersebut akan muncul koordinat lokasi tadi. Masalahnya, aku salah memberi contoh. Sebenarnya kami sudah pernah menggunakan alat tersebut tapi lupa. Aku memberi tahu dia bahwa caranya adalah dengan mengeklik tombol Select lalu muncul menu waypoint, pokoknya ngawur, lah. Padahal seharusnya klik MENU, lalu pilih opsi Create, lalu pilih opsi Waypoint, kemudian pilih Current Location. Kalau saat itu ada sinyal, setelah pilih opsi Current Location akan muncul nilai koordinat lintang dan bujur. Saat mengajari dia pun aku sudah merasa ada yang salah. Tapi, aku juga belum yakin salah atau tidak. Nah, lintang dan bujur yang diberikan KSK tadi adalah 96,93049°E (Bujur Timur) dan 3,606546°N (Lintang Utara). Setelah kubandingkan dengan koordinat di desa-desa lain, ternyata koordinat yang diberikan KSK tadi adalah koordinat desa di Kecamatan Manggeng, kecamatan yang jauh di sebelah tenggara (dilihat dari Kecamatan Blangpidie), sedangkan Cot Seumantok adalah desa yang letaknya di Kecamatan Babahrot yang letaknya di barat laut. Kalau dilihat dari desa-desa di Babahrot, mestinya koordinat lintangnya sekitar 3,8-an sampai 3,9-an, sedangkan koordinat yang dia berikan 3,6-an. Berarti, hipotesis pertama, cara yang kuajarkan salah. Hipotesis kedua, dia menyimpan koordinat ketika tidak ada sinyal jadi yang tercatat adalah koordinat terakhir yang tersimpan yaitu desa di Kecamatan Manggeng sana. Sepertinya hipotesis pertama lebih mungkin terjadi, hehehe... Tapi, hipotesis manapun yang benar, tetap saja aku tidak bisa menyuruh KSK itu ke sana lagi. Alasannya mereka sedang dikejar SUSENAS dan Statistik Kecamatan ditambah lagi lokasinya jauh. Kalau dia kusuruh lagi, bisa-bisa dia me-misuh-i-ku. Jadilah kuputuskan untuk ke sana sendiri.

A = Alue Peunawa, B = Blang Dalam, C = Alue Jeureujak, D = Cot Seumantok, E= Pantee Cermin, F = Pantee Rakyat, G = Blang Raja

Senin, 17 September 2012

Beruntung atau Tidak?

Gara-gara baca tulisan Mbak Octa tentang keberuntungan, aku jadi teringat Donal Bebek (Donald Duck) dan Untung Angsa (Gladstone Gander). Lho, apa hubungannya? Begini... Dalam komik Donal Bebek, digambarkan bahwa Donal selalu sial – misalnya kecipratan air dari genangan, terpeleset, kejatuhan barang, dan sebagainya – sedangkan Untung selalu beruntung – misalnya menang undian, jadi pengunjung restoran keseribu lalu mendapat hadiah, dan sebagainya. Dan menurutku itu tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Apa mungkin ada manusia yang dilahirkan dengan ‘bakat’ ditimpa kesialan seumur hidup ataupun sebaliknya? Tidak. Yang terjadi dalam kehidupan nyata adalah keberuntungan dan kesialan – atau lebih tepatnya hal yang DIANGGAP SEBAGAI keberuntungan dan kesialan – datang secara silih berganti.

Kalau begitu, kenapa ada orang yang selalu sial? Apa iya begitu? Bisa saja sebenarnya dia hanya KELIHATANNYA selalu sial atau MERASA selalu sial padahal kenyataannya tidak begitu. Ini masalah FOKUS. Kita menganggap si A selalu sial bisa jadi karena kita hanya fokus pada hal buruk yang dia alami dan tidak memperhatikan hal baik yang dia alami. Si A merasa dirinya selalu malang bisa jadi karena dia hanya fokus pada hal buruk yang menimpanya, benar-benar fokus pada hal-hal itu sampai melupakan hal baik yang terjadi. Misalnya saja aku. Ketika aku terlambat datang ke stasiun sehingga tidak bisa menukarkan tiket yang kubeli via telepon, aku merasa malang. Rasanya ingin berkata, “Duh, Robbii, nestapa benar hidupku.” Aku melupakan hal-hal baik yang terjadi bebeberapa hari sebelumnya, misalnya mendapat novel gratisan di Gramedia, mendapat hadiah giveaway dari Mbak Nufa, dan sebagainya. Yang kuingat adalah rasa lelah berdiri di colt/elf (angkutan umum) selama hampir satu jam (yang normalnya bisa ditempuh selama sepuluh menit), menghadapi macetnya pantura yang alakazam, dan setelah sampai di stasiun justru tidak bisa menukar tiket karena loket sudah tutup. Sebagian manusia – salah satunya aku – lebih mudah mengingat hal buruk dan cenderung menghabiskan ruang di memorinya untuk menyimpan kenangan buruk dibandingkan kenangan baik. Karena lebih sering mengingat kejadian buruk dan melupakan kejadian baik, jadilah yang terbersit dalam pikirannya bahwa mereka selalu sial atau malang. Padahal sebenarnya tidak.


Sabtu, 15 September 2012

Lika-Liku Cinta Jomblo Dodol dan Joomla!

Siapakah jomblo dodol yang dimaksud? Tentu saja aku. Lalu, siapakah Joomla! (pakai tanda seru) itu? Bagi mereka yang sering berkutat dengan desain web, tentunya sudah sering menyantapnya. Bagi yang awam seperti diriku mungkin masih asing dengan hal satu ini. Ngomong-ngomong, sebenarnya aku bingung mau menulis Joomla! atau Joomla. Tapi demi kesederhanaan, ditulis Joomla saja. Joomla  ini merupakan salah satu CMS (Content Management System). Ingat, ya, CMS! Bukan PMS. Selain Joomla, ada banyak CMS lain seperti Drupal dan Wordpress. Eh, makanan apa lagi itu CMS? Sederhananya (dalam pemahamanku) CMS merupakan tools visual untuk mempermudah desain web tanpa harus berurusan dengan kode-kode HTML – meskipun pada kenyataannya banyak pengguna Joomla yang tetap mengutak-atik HTML-nya. Gambarannya mirip dengan blog, tapi lebih rumit. For more information about Joomla, just ask Google, please! Hehehe...

Jadi, perkenalanku dengan Joomla terjadi sekitar 2010. Saat itu sudah muncul desas-desus bahwa setiap kantor B## kabupaten/kota harus memiliki website. Mampus! Saat itu kemampuanku dalam web programming bisa dibilang masih nol – err, sampai sekarang masih nol juga, sih. Aku sudah sering mendengar kawan-kawanku membuat web dengan Joomla jadi aku pun memutuskan belajar menggunakan Joomla Aku pun membeli tiga buku tentang cara membuat web dengan Joomla Ternyata aku harus mengunduh (download) file instalasinya dulu. Oh,ya, sebelum meng-install Joomla aku harus meng-install XAMPP terlebih dahulu. Nah, apa pula itu XAMPP? XAMPP merupakan singkatan dari X (sistem operasi apapun), Apache, MySQL, PHP, dan Perl. Maksudnya? Pokonya XAMPP ini merupakan paket instalasi yang berisi Apache, MySQL, dan PHP, serta bisa dijalankan di berbagai sistem operasi (Windows kek, Linux kek, dan semua saudaranya). Setelah meng-install XAMPP, barulah bisa meng-install Joomla. Nah, setelah instalasi selesai, aku pun mencoba membuat desain web. Tapi, ternyata susah. Dan ketika aku masih bingung menghadapi Joomla, bosku sudah memutuskan untuk meminta tolong pada orang pusat untuk membuatkan web untuk kantor kami. Antara senang dan sedih, sih. Sedih karena aku baru belajar tapi sudah diputuskan untuk menyerahkan ‘tugas’ itu pada orang lain. Tapi, senang juga karena aku jadi tidak perlu pusing dan repot mengerjakannya. BEBAS!

Edisi "Ya, Sudahlah"

Salah satu hal yang sulit kulakukan adalah mendelegasikan tugas pada orang yang tidak akrab denganku. Dan sayangnya, aku tidak akrab dengan semua KSK (petugas) di kantorku. Kadang, terkesan aku “memonopoli” pekerjaan dan tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk mengerjakannya. Setidaknya itu kesan yang kutangkap dari pernyataan ‘seseorang’. Padahal, sebenarnya aku hanya merasa tidak enak hati memberi pekerjaan pada orang yang tidak akrab denganku. Kalau dengan teman akrabku, aku bisa dengan ringan hati – bahkan, mungkin kadang terkesan semena-mena – memintanya membantuku menyelesaikan pekerjaan. Kalau dengan yang lain? Rasanya rikuh (apa sinonim kata rikuh dalam Bahasa Indonesia?). Lagipula, aku pernah beberapa kali meminta tolong pada para KSK untuk membantuku meng-entry hasil pencacahan, dan mereka memberikan berbagai macam alasan: mau turun ke lapangan, mau memeriksa dokumen, pokoknya macam-macam,  tapi intinya tidak mau. Karena beberapa kali mereka menolak, aku pun malas meminta tolong lagi. Jadilah aku sering mengerjakan tugas hanya dengan bantuan dua orang temanku.

Hingga akhirnya ada satu pekerjaan yang mau tidak mau membuatku harus meminta tolong pada para KSK. Sebenarnya tiap semester kami harus meng-update peta desa-desa yang mengalami pemekaran. Tentu saja aku bingung. Aku tidak tahu bagaimana menyuruh mereka. Awalnya aku meminta tolong pada empat orang. Yang satu merespon dengan baik, yang satu ogah-ogahan, yang satu melaporkan bahwa menurut geuchik (kepala desa) batas desanya belum jelas jadi belum bisa digambar petanya, dan yang satu bertanya, “Ini ada uangnya nggak?” Pertanyaan itu membuatku merasa... merasa... entah bagaimana perasaanku saat itu. Antara marah, bingung, capek hati, dan entah apa lagi. Yang pasti, pertanyaan itu membuatku ‘mogok’ mengurusi peta. Aku memutuskan untuk fokus pada tugas lain saja.

Selasa, 11 September 2012

Markisa, Kliyengan, dan Hipotesis

Beberapa bulan terakhir Ibu sering 'pamer' jus buah markisa. Kata Ibu, tanaman markisa yang ditanam Abah berbuah banyak. Aku pun tergoda. Dan saat mudik lebaran kemarin aku beruntung karena ada beberapa buah markisa yang masak, jadi aku bisa membuat jus markisa. Kalau tidak salah, tepat di hari pertama aku sampai rumah, malamnya langsung dibuatkan jus markisa. Karena kami tidak punya blender, jadi membuat jusnya pun cuma mencampurkan buahnya ke segelas air panas/hangat, diberi gula, diaduk, lalu disaring. Rasanya? ASEM. Tapi, karena ada gulanya jadi terasa asem manis.

Di samping penasaran pada rasa buahnya, aku juga penasaran pada tanamannya. Aku pun langsung ber-norak-rorak-ria dengan kameraku. Dengan kemampuan fotografi yang pas-pasan, aku mencoba memotret tanaman itu. Ini dia hasilnya:

Tanaman markisa yang merambat di depan rumah


Bunga tanaman markisa.

Minggu, 09 September 2012

Kebaikan Kecil

11 Agustus 2012. Seperti lebaran-lebaran sebelumnya, kali ini aku juga mudik ke Brebes. Dan seperti biasanya, aku harus menempuh perjalanan darat dulu ke Medan, naik pesawat ke Jakarta, lalu lanjut naik kereta ke Brebes.  Dari Blangpidie ke Medan aku naik travel. Pagi itu aku datang ke bandara Polonia terlalu awal. Biasanya, begitu tiba di Medan aku mampir dulu ke kos Caca di daerah Glugur lalu baru ke bandara sekitar dua jam sebelum pesawatku berangkat. Tapi, beberapa minggu terakhir Caca tak bisa dihubungi sehingga aku tak bisa menelepon untuk memberitahu dia bahwa kami akan singgah. Jadilah aku dan Intan meminta kepada sopir travel untuk langsung mengantar kami ke bandara. Kami tiba di bandara sekitar pukul tujuh sedangkan pesawat Intan berangkat pukul sepuluh dan pesawatku berangkat pukul setengah dua belas. Sekitar pukul sembilan lewat (atau setengah sepuluh, ya?), Intan mengajakku check in. Lalu, kami pun masuk. Intan sudah bisa check in sedangkan aku masih harus mencari-cari tempat check in untuk penumpang Mandala. Setelah bertanya pada petugas, aku ditunjukkan loket – atau apalah namanya, pokoknya tempat check in – paling ujung, dekat loket pembayaran boarding pass. Ternyata yang paling ujung adalah loket untuk penumpang Citilink (kalau tidak salah) dan loket Mandala ada di sebelahnya. Tapi, loket tersebut belum dibuka jadi aku belum bisa check in. Aku pun menunggu. Intan sudah berpamitan untuk ke ruang tunggu lebih dulu. Pesawatnya memang sudah hampir berangkat. Jadilah aku menunggu sendirian – bukan berarti tidak ada orang lain di bandara melainkan tidak ada orang lain yang kukenal di sana. Setelah loket dibuka, aku langsung check in kemudian membayar boarding pass lalu bergegas ke ruang tunggu.

Di ruang tunggu, aku teringat ponselku yang sudah sekarat. Aku pun segera ke dekat pintu toilet. Di situ, tepatnya di sebelah lemari yang berisi minuman ringan (yang dijual, bukan gratis untuk para calon penumpang pesawat), ada stop kontak. Di situ ada dua. Saat aku datang ke situ, ada bapak yang baru saja men-charge ponselnya. Lalu, aku pun menanyakan apakah aku bisa menggunakan stop kontak satunya. Yah, siapa tahu bapak itu mau men-charge dua ponsel. Ternyata dia cuma men-charge satu ponsel jadi aku bisa men-charge ponselku di stop kontak satunya. Bapak itu pun meninggalkan ponselnya di situ. Aku cuma bengong. Memangnya dia tidak takut ponselnya hilang? Bisa saja, kan, aku – atau orang lain yang berniat jahat – mengambil ponselnya itu?

ini dia stop kontak yang ada di dekat pintu masuk ke toilet


Jumat, 07 September 2012

Penonton yang Rame

Aku bukanlah seorang fans klub sepakbola manapun. Bahkan, aku bukanlah orang yang suka menonton pertandingan sepakbola, entah yang ditayangkan sore hari, siang hari, apalagi tengah malam. Aku lebih memilih menonton acara lainnya. Tapi, anehnya, aku sangat suka mengikuti berita tentang pertandingan sepakbola, juga berita tentang para pemainnya. Bagi yang sering mengakses portal berita seperti detik.com dan okezone.com pasti tahu betapa “ramai”-nya bila ada berita tentang sepakbola. Yang paling ramai – menurut pengamatanku – adalah berita tentang Barcelona dan Real Madrid. Jumlah komentar pada berita tentang Barcelona atau Real Madrid bisa dibilang fantastis dibandingkan berita lain. Selain jumlahnya banyak, komentarnya pun lucu-lucu. Mulai dari yang memelesetkan Barcelona menjadi Barcelana dan Bancilona (yang kedua ini lebih sering dilontarkan), Real Madrid menjadi Real Madrot, mengubah nama Ronaldo menjadi Ronaldongo, CR7 menjadi Curut7, Mourinho menjadi Mounyet, sampai yang mengatai Lionel Messi cebol. Selain mencela dan menghina klub yang dibenci beserta pemainnya, kadang para komentator juga menuduh klub yang dibenci tersebut. Misalnya penggemar Real Madrid menyebut pemain Barcelona cengeng, kesenggol dikit ngadu wasit, suka diving, dibantu wasit, dan sebagainya. Sebaliknya penggemar Barcelona menyebut pemain Madrid suka main kasar, main terlalu defensif, parkir bus, dan sebagainya. Dan sekali pemain klub musuh melakukan kesalahan, langsung dicela habis-habisan. Misalnya ketika Messi ataupun Ronaldo gagal melakukan penalti, langsung dicela tanpa ampun. Kadang, yang lebih aneh, beritanya tentang Real Madrid lawan klub lain (misalnya Atletico Madrid), masih saja ada komentator yang membawa-bawa Barcelona. Demikian juga sebaliknya. Beritanya tentang Barcelona lawan Valencia misalnya, ada saja komentator yang membawa-bawa Real Madrid.

Kamis, 06 September 2012

Berharap Jadi Putri Yang Ditukar

Alert! Ini tulisan bernada curhat securhat-curhatnya. Kalau tidak suka baca curhatan, silakan baca tulisan lainnya saja.

Kata orang masa SMA adalah masa yang paling indah. Bertolak belakang dengan yang kurasakan. Masa SMA itu bisa dibilang masa ‘kegelapan’ bagiku. Di sekolah, aku jadi anak yang tidak populer, tidak punya banyak teman, hampir selalu jadi pilihan terakhir untuk dijadikan partner sekelompok bila ada tugas kelompok, pokoknya tidak enak. Yah, biarpun begitu, masih ada beberapa teman yang akrab denganku.

Selain tidak punya banyak teman, aku punya ‘masalah’ di rumah. Sebuah masalah besar yang berlarut-larut kira-kira sejak kelas satu sampai kelas tiga SMA. Waktu itu aku berumur sekitar 16 atau 17 tahun. Aku membentak adikku. Cuma karena bentakan satu SUKU KATA saja adikku langsung menangis. Alhasil, aku dimarahi Abah (ayahku). Sebal rasanya. Sebal karena adikku yang ‘segitu cengengnya’ yang membuatku dimarahi Abah. Sebal pada Abah yang ‘lebay’ dalam memarahiku. Kalau aku yang salah, langsung dimarahi. Kalau adik yang salah, tidak dimarahi. Dulu, aku bukan orang yang suka ‘membantah’, jadi waktu itu aku akan diam saja, tapi tetap memendam rasa sebal dan sekaligus sedih. Tapi, dalam diamku itu aku melakukan mogok makan (tapi tidak sampai mogok minum). Sampai beberapa hari. Sebenarnya, rasa sebalku saat itu merupakan akumulasi dari rasa sebal yang kurasakan selama beberapa tahun terakhir, dengan berbagai sebab. Dan kejadian ‘dimarahi karena hal sepele’ itu membuat semua rasa sebalku meledak, berubah jadi marah. Melihat aku mogok makan Abahku pun makin marah, lebih tepatnya murka, sampai terjadi dan terucap sesuatu – yang tidak perlu diceritakan di sini.

Rabu, 05 September 2012

Sepur Yang Tertukar

12 Agustus 2012

Pagi itu aku diantar Ndaru ke Stasiun Gambir. Rencananya aku akan melanjutkan perjalanan mudik ke Brebes dengan kereta api Cirebon Ekspres yang berangkat pukul sebelas siang. Kami berangkat cukup awal jadi sampai di Stasiun Gambir sekitar pukul sembilan lewat. Kami pun menunggu seperti anak hilang. Sekitar pukul setengah sembilan (sebenarnya aku lupa-lupa ingat waktunya), aku iseng mencoba masuk melewati gerbang.

Stasiun Gambir.

Setelah menunjukkan tiket dan KTP, aku diperbolehkan naik. Sampai di peron, aku bingung, kereta Cirebon Ekspress itu 'muncul'nya di sebelah mana, ya? Yang pasti bukan di peron 9 3/4 seperti Hogwart Express. Dan waktu itu ada dua kereta api yang sedang berhenti, di sebelah kanan dan kiri peron tempat aku berada. Karena kudengar ada orang yang menyebut Cirebon Ekspres, aku pun curiga salah satu dari dua kereta yang berhenti itu adalah kereta tersebut. Aku pun bertanya pada seseorang. Sebenarnya aku bertanya di mana aku harus menunggu kereta tersebut. Tapi, langsung dijawab, "Itu Cirebon Ekspres. Buruan, udah mau berangkat!" Mendengar kata "udah mau berangkat" aku pun langsung bergegas naik ke kereta. Dan benar saja, tak lama kemudian kereta jalan. Di dalam kereta aku sibuk mencari tempat dudukku. Setelah ketemu, ternyata ada seorang bapak yang duduk di tempat dudukku. Aku pun menanyakan apakah itu memang tempat duduknya. Ternyata memang benar. Dia pun menunjukkan tiketnya. Aku pun bingung. Di tiketku juga tertulis nomor gerbong dan bangku tersebut. Bapak itu meminta tiketku. Setelah dia memeriksa tiketku, dia pun berkata, "Ibu yang salah tiket. Tiket ibu buat kereta jam 11, ini kereta jam 9.45." Hening. Memangnya ada kereta Cirebon Ekspres yang berangkat pukul 9.45? Terus, kereta ini tujuan akhirnya ke mana? Ternyata kata bapak tadi kereta yang kunaiki tujuan akhirnya cuma sampai Cirebon, tidak sampai Tegal seperti kereta Cirebon Ekspres yang berangkat pukul sebelas.


Sabtu, 01 September 2012

Ayahku (Bukan) Pembohong

Gambar pinjam dari sayakamukalian.wordpress.com
Sejatinya aku tidak pernah bisa membenci cerita-cerita Ayah, aku bahkan menggunakannya dalam hidupku, mulai dari yang terlihat seperti desain-desain yang kubuat, hingga yang tidak terlihat seperti pemahaman hidup dan perangaiku.

Tetapi aku membenci Ayah yang yakin sekali bilang itu kisah nyata. Seolah-olah ia terlibat dalam cerita, menunggang layang-layang, mengunyah apel emas, dan bersahabat baik dengan Sang Kapten.

Begitulah sebenarnya yang dirasakan Dam. Dam bukannya tidak suka ayahnya bercerita pada Zas dan Qon, kedua anaknya. Dia hanya tidak suka ayahnya bercerita seolah-olah cerita itu memang nyata. Dia tidak suka ayahnya bercerita seolah-olah ayahnya memang ‘terlibat’ dalam cerita itu.

Dulu, sewaktu Dam masih seumuran Zas dan Qon, dia juga percaya sepenuhnya pada cerita ayahnya sebagaimana Zas dan Qon juga percaya pada cerita kakeknya. Misalnya pada cerita tentang Lembah Bukhara, lembah paling indah di dunia. Dia percaya ayahnya pernah ke sana dan makan apel emas yang dihasilkan di lembah tersebut. Juga cerita tentang Sang Kapten, pemain bola kesayangannya. Dia percaya bahwa ayahnya pernah mengenal Sang Kapten sewaktu kuliah di luar negeri – saat itu Sang Kapten masih berumur delapan tahun. Dia juga percaya bahwa ayahnya memang pernah bertemu Suku Penguasa Angin dan pernah naik layang-layang bersama mereka. Dia menganggap semuanya itu nyata, bukan imajinasi.