Sewaktu kuliah dulu, setiap ulang tahun kampus (Dies Natalis) selalu ada acara semacam pentas seni. Ada banyak stand dari tiap himada (himpunan mahasiswa daerah). Berhubung mahasiswa di kampus kami berasal dari berbagai penjuru Indonesia, stand-nya pun mewakili berbagai daerah tersebut. Desain bangunannya kadang mirip rumah adat atau yang mencerminkan daerah asal para mahasiswa. Di stand tersebut, dijual makanan khas masing-masing daerah. Di stand mahasiswa asal Jawa Barat ada cimol, moci, dan jajanan lainnya. Di stand mahasiswa asal Riau ada mie sagu. Di stand Kalimantan ada soto Banjar. Di stand Palembang ada pempek. Pokoknya, keliling stand sudah berasa keliling Indonesia. Ditambah lagi, biasanya ada mahasiswa yang didandani menggunakan busana daerahnya. Jadi, momen Dies Natalis ini benar-benar seperti Taman Mini Indonesia Indah yang lebih mini, hehehe... Sayangnya dulu sewaktu kuliah aku tidak punya banyak uang, jadi tidak bisa wisata kuliner sepuasnya. Cuma bisa membeli cimol dan mie sagu. Untungnya ada teman yang baik yang mau berbagi jajanan yang dia beli.
Selain wisata kuliner, yang ditunggu-tunggu adalah penampilan masing-masing himada dalam pentas. Biasanya, sih, yang ditampilkan tarian. Pernah juga ada yang menampilkan parodi cerita daerah. Kalau tidak salah parodi cerita Banyuwangi, yang mestinya sad ending tapi malah jadi happy ending. Dari sekian banyak tarian, ada tarian dari dua daerah yang paling menarik, yaitu tarian persembahan mahasiswa asal Maluku dan Papua serta mahasiswa asal Aceh. Mahasiswa asal Papua dan Maluku mempersembahkan tari apa, ya? Aku lupa namanya. Yang jelas tarian asal Maluku itu seperti permainan anak Pramuka. Kira-kira seperti gambar di bawah ini. Hanya saja, penarinya ada empat orang jadi lebih heboh, ditambah musik yang rancak.
![]() |
gambar pinjam dari gopego.com |