Kamis, 26 April 2012

Negeri van Oranje, Asli, Ini BUKAN Resensi!!!

Gambar pinjam di sini
Dua kata untuk novel ini: GOKIL ABEEES!!! Membaca novel ini membuatku haqqul yaqin bahwa keempat penulisnya adalah orang-orang sarap, hahaha! Kenapa? Hmm, bagaimana, ya, menjelaskannya? Pernah membaca novel Dee (Dewi Lestari) yang pertama? Yang Supernova itu, lho... Salah satu keunikan dari novel Dee tersebut adalah adanya footnote. Nah, dalam novel Negeri van Oranje ini juga ada footnote. Tapiiiii, jangan bayangkan footnote yang serius seperti dalam novel Dee. Dalam novel gokil ini, footnote yang ada justru ngocol, meskipun tetap memberikan penjelasan bagi kata-kata yang diberi footnote ini. Tapi, ada juga, sih, kata-kata yang tidak perlu diberi penjelasan dan justru diberi footnote. Seperti apa footnote-nya? Pokoknya geje, dah!

Novel keroyokan karya Wahyudiningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu Permana ini menceritakan kisah lima mahasiswa Indonesia yang kuliah di negeri asal kumpeni alias Belanda. Kelima mahasiswa tersebut adalah Lintang, Wicak, Daus, Banjar, dan Geri. Lintang, satu-satunya perempuan dalam ‘geng’ mereka yang diberi nama AAGABAN (Aliansi Amersfort GAra-gara BAdai di Netherland, nama ‘geng’ yang aneh ini adalah hasil karya Lintang). Lintang ini sewaktu kecil dituduh oleh guru tarinya bahwa dia pernah menelan ulat bulu hidup-hidup karena tingkahnya yang pecicilan. Dan tuduhan tersebut dibenarkan oleh ibunya. Dia kuliah di Leiden. Oh, iya, Lintang ini agak terobsesi memiliki pacar WNA meskipun tetap saja cintanya selalu kandas, hahaha! Wicak, anggota LSM yang menyelidiki illegal logging, ‘dikuliahkan’ di Belanda untuk diselamatkan sebelum ‘dimusnahkan’ para otak illegal logging. Aku baru tahu ternyata jaringan illegal logging bisa semengerikan itu. Wicak ini kuliah di Wageningen, yang disebut sebagai “desa ngaku kota”. Daus, putra Betawi tulen dari Gang Sanip, yang pernah bercita-cita jadi pengacara lalu diingatkan kakeknya akan bahayanya menjadi pengacara. Kata kakeknya, “Sholat lo aje masih bolong-bolong, mending lo cari makan jangan yang nambah dosa, deh.” Bagi yang berprofesi sebagai pengacara no offense, ya! Banjar, yang nama aslinya Iskandar, seorang eksekutif muda yang kuliah di Belanda karena ingin mematahkan perkataan kawannya yang menyebut dia sudah tidak bisa lagi hidup susah dengan uang beasiswa yang “sangat terbatas”. Yang terakhir, Geri. Dia yang paling awal kuliah di Belanda. Geri ini merupakan sosok yang membuat kawan-kawan lelakinya bete dengan kadar kegantengannya yang jauh di atas rata-rata. Tapi, ada beberapa orang di muka bumi ini yang begitu disayang Dewi Fortuna, hingga ditakdirkan menjadi lucky bastard yang memiliki warisan keluarga berlebih, muka ganteng absolut, kepandaian yang membuat orang bodoh menyesal dilahirkan, dan kebaikan hati yang menyaingi Dalai Lama. Begitu kalimat yang menggambarkan betapa kerennya Geri. Dan aku yakin, Geri BUKAN representasi dari salah satu penulis novel ini. Awalnya aku kesengsem pada tokoh ini. Tapi, menjelang akhir cerita, hati remuk redam mengetahui rahasia Geri. Hehehe, iya, aku tahu, aku lebay.

Pertemuan pertama mereka terjadi di stasiun kereta Amersfort. Dan satu yang membuatku sebal, pertemuan mereka dipicu oleh satu benda bernama KRETEK. Huh! Ketiga tokoh lelaki dalam novel ini memang pencinta kretek. Persahabatan pun berlanjut dengan perantaraan chatroom dan milis. Meskipun isi obrolan dalam milis biasanya adalah hal-hal yang sangat tidak penting. Contohnya ketika Lintang membahas rencana makan bersama, topik pembicaraan dengan mudah beralih ke rencana nitip kretek pada mahasiswa yang baru datang dari Indonesia.

Dalam novel ini juga diceritakan pengalaman Lintang yang menghadiri pesta ulang tahun teman pacarnya. Lintang mengira dalam pesta ulang tahun tersebut para tamu undangan akan ditraktir oleh sang empunya cara. Tapi, ternyata pesta ulang tahun orang Belanda berbeda. Para undangan tetap membayar makanan dan minuman yang disantap. Istilahnya bayar dewek-dewek, nafsi nafsi! Untungnya saat itu Lintang bersama Jeroen, pacarnya, yang tanggap dengan membayar makanan dan minuman Lintang.

Ada juga cerita tentang mereka yang senewen mengerjakan tesis juga kehabisan uang sampai harus mencari pekerjaan sambilan. Ada juga kisah mereka yang jatuh cinta dan patah hati. Tapi, ending-nya lumayan manis, kok. Mereka berlima lulus setelah “menderita” mengerjakan tesis. Bahkan, Lintang dan salah satu dari keempat teman lelakinya ini menikah. Siapa dia? Yang pasti BUKAN Geri, meskipun awalnya aku berharap begitu.

Selain menyuguhkan cerita yang dudul, novel ini juga mencantumkan tips ataupun penjelasan bagi mereka yang berniat kuliah di Belanda, mulai dari penjelasan mengenai sulitnya mendapatkan kretek di Belanda, sulitnya administrasi di Belanda, cara mendapatkan pekerjaan sambilan, sampai penjelasan menghadiri acara makan bersama (misal ulang tahun). Yang terakhir ini mengingatkanku pada status kakak tingkat yang kuliah di Rotterdam. Katanya, kalau diajak makan bareng, jangan kepedean nggak bawa uang. Diajak makan bareng bukan berarti ditraktir. Dan kalau diundang makan, bawalah buah tangan, misalnya buah beneran (hehehe, daripada menyebut nama buah satu persatu, mending bilang buah beneran, kan?) atau minuman kaleng (versi hemat).

Ups, ada yang lupa. Dalam novel ini ada satu blunder yang sepele tapi cukup mengganggu. Pada bagian yang menceritakan usaha Banjar dalam mencari pekerjaan, ada satu tokoh bernama Asih yang disebutkan berasal dari Bumiayu, Pemalang. Setahuku yang namanya Bumiayu itu adanya di Kabupaten Brebes. Sebagai orang Brebes, tentunya aku tidak rela daerah yang masuk kabupatenku disebut masuk daerah lain. Memang tidak ada desa, kelurahan, atau kecamatan Bumiayu di Pemalang, kan???

Fiuuuh!!! Membaca novel ini membuatku ingin kuliah lagi. Ingin dapat beasiswa kuliah di Belanda. Kira-kira bisa tidak, ya, aku mendapat beasiswa kuliah ke Jepang atau Belanda? Semoga bisa. Aamiiin...

28 komentar:

  1. udah tak doain mbak tadi pas di fb lo, supaya bisa kuliah di negeri van orange. @.@
    iskandar, eksekutif muda ingin mematahkan perkataan kawannya, tidak bisa hidup lagi hidup susah dengan beasiswa sedikit??? kata-katanya kok ambigu =.=" #eh iya gak si
    ^aku juga benci kretek mbak, HAJAR kretek!!! @.@ baunya buat sesak napas aja =.="
    ^tips beasiswa y, hadeh masih ga pede ama skill ne T_T... huuuu, tutorin dunk.. haha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayaknya gak ambigu deh..
      Bukan tips dapet beasiswa tapi tips bertahan hidup di sana :D

      Hapus
    2. setelah aku review lagi, berarti si iskandar ne orang kaya, tapi kuliah dibelanda dengan dana terbatas untuk buktiin pernyataan temennya itu salah. #gitu y mbak.
      temennya bilang "gak bisa lagi hidup susah". @.@ berarti kan kaya raya ne.

      Hapus
    3. Yup, betul. Dia udah kaya karna jadi eksmud. Trus dibilang ga sanggup hidup susah lagi.

      Hapus
  2. wew, penasaran nih, ngocolnya segimana ya ??? *ngebayangin ada yg minjemin :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yak, silakan ngebayangin ada yang minjemin. Bacanya juga dalam imajinasi aja, ya :p

      Hapus
  3. wicak, my dream prince... Xixixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mentang-mentang sama-sama tinggal di hutan jadi nge-fans sama forestprince Wicak :p

      Hapus
  4. xixixixi...g cuma wicak, di 5cm aq ngepens bgt sm genta jg :p

    BalasHapus
  5. Hahaha, Genta yang patah hati ma Riani tu? Kayaknya Genta lebih mirip Geri deh :p
    Kalo Wicak miripnya sama Zafran, sama-sama suka bikin puisi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. klw aq jd riani aq milih genta... Geri?? Yg maho? Enak ajah...:p

      Hapus
    2. Sayangnya Mba Ayum bukan Riani, jadi ga bisa milih Genta :p

      Aku dah berusaha merahasiakan soal Geri, malah dibocorin Mba Ayum. Payah!

      Hapus
  6. aku kok blm lihat bukunya di Gramedia yah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masa, sih? Lagi kosong stoknya mungkin. Search aja. Di toko buku kecil aja ada, masa di Gramedia gak ada.

      Hapus
  7. Buku baru pa lama ndah? aku juga belum pernah lihat covernya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah lumayan lama. Cetakan pertama tahun 2009.

      Hapus
  8. Bisa lah Mil..aku mendukungmu, teruslah bermimpi!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih. Doain ya, bisa kesana.. :)

      Hapus
    2. kenapa ngefans banget sama belanda ama jepang? setelah kupikir2 barusan dengan seksama dan dalam tempo secepat-cepatnya, itukan dua negeri penjajah Mil?

      Hapus
    3. Yup, emang dua negara itu penjajah. Aku pengen ke Jepang karena aku cocok sama pola mengajar dosen kita yang lulusan sana. Aku mikirnya mungkin aku cocok juga sama pola pembelajaran di sana. Dan aku pengen ke Belanda karena habis baca Negeri van Oranje ini. Kayaknya seru :D

      Hapus
  9. Terimaksaih untuk reviewnya ya mbak Millati! We hope you enjoyed reading Negeri Van Oranje as much as we enjoyed making it. Turut mendoakan mimpi beasiswanya tercapai. If you're gonna dream, might as well dream big. Cheers to reaching for the stars!
    -Nisa Riyadi-

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ Nisa Riyadi: Ni beneran Mbak Nisa Riyadi yang nulis buku Negeri van Oranje ini? Saya terharuuuuuuuu :'(
      I really enjoyed reading this novel. Makasih doanya :)

      @ Arif Khumaidi: kok posting-anku gak dibilang like this???

      Hapus
  10. AGREE! Kisah di novel ini tuh begitu nyata. seolah-olah ke-5 tokoh itu juga ada. padahal cuma fiksi. Penulisnya bener-bener cerdas!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoyoi.. Penulisnya cerdas. Tapi, kayaknya tokoh-tokohnya gak fiksi-fiksi amat. Mirip ama para penulisnya, kecuali Geri :p

      Hapus
  11. sama mbak, gara2 baca novel ini, jd cita2 pengen s2 atau s3 dibelanda jg, hehe...
    salam kenal :)

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!