![]() |
Langit di Krueng Baroe, Aceh Barat Daya |
“Lintang, pinjam
kamera, dong! Abang mau foto pemandangan krueng.”
“Nggak boleh!!!” ketus
Lintang pada Firman.
Nabil segera
menghampiri Lintang setelah Firman berlalu dengan kekecewaan.
“Sadis kali qe sama
dia,” Nabil berhati-hati bicara melihat raut wajah Lintang yang masih keruh.
“Biarin!” singkat
jawaban Lintang.
Nabil menghela napas.
Memandangi aliran Krueng Baroe yang kian sore kian deras. Memandangi
kawan-kawan mereka yang sedang asyik bermain-main di sungai itu.
“Udah setahun, Dek...
Masih marah sama dia?” tanyanya.
“Udah nggak marah
lagi. Tapi sekarang benci,” sahut Lintang, lirih, pelan, tapi penuh penekanan
pada kata ‘benci’.
Ingatannya melayang ke
musim penghujan dua tahun lalu. Berteduh dari deras hujan bersama Firman. Sejak
itulah cintanya bersemi. Dan perlahan, dia memberikan seluruh hatinya untuk
pertama kali pada seorang pria. Sikap Firman yang lembut, penuh perhatian, dan
kadang gombal membuatnya melambung. Hingga dua musim berlalu. Hatinya yang
semula melambung, mendadak dihempas oleh selembar undangan di tangannya. Ya,
Firman menikah. Tapi bukan dengannya. Rasanya seperti diterbangkan lalu dihempaskan sampai remuk. Ya, REMUK! Dua musim pun kembali berlalu setelah
Firman menikah. Dia masih kecewa. Ternyata dua musim tak cukup untuk
menyembuhkan luka di hatinya.
“Lintang, Tuhan aja
mau memaafkan hamba-Nya. Kok, qe nggak mau maafin dia,” bujuk Nabil.
“Justru karena aku
bukan Tuhan, aku nggak bisa maafin dia. Aku manusia biasa yang bisa marah dan
benci. Aku bukan Tuhan yang Maha Pemaaf.”
Nabil mati kutu. Dasar keras kepala. Dia hanya bisa
mengatakannya dalam hati.
Lintang pun diam,
mengalihkan pandangannya ke awan mendung di hulu sungai sana.
“Aku pengen lihat dia
mati, Bang!”
Nabil tersentak.
Ditatapnya Lintang yang justru sedang menatap langit yang mulai gelap.
“Aku pengen dia
impoten, mandul. Aku pengen lempar dia ke Leuser biar dia dimakan harimau
hidup-hidup. Aku pengen dia M-A-T-I!!!”
“Bek lagenyan, hai,
Adek! Istighfar!” Nabil mengingatkan.
Lintang hanya terdiam.
Empat musim berlalu. Cintanya tak bersisa. Hanya ada benci. Bila dulu hatinya
penuh sanjung puja bagi Firman, sekarang yang ada hanya sumpah serapah.
“Jangan pernah
mengharapkan keburukan untuk orang lain,” Nabil menepuk halus pundak sahabatnya
itu.
Keduanya kembali larut
dalam hening menikmati suara deras hujan yang baru saja turun. Tiba-tiba ada
yang berteriak memecah keheningan mereka.
“Nabil! Nabil! Tolong!
Firman tenggelam!”
Segera Nabil melompat
meninggalkan dangau dan berenang menyelamatkan Firman. Setelah dibawa ke tepi
sungai, dia segera memberi napas bantuan pada Firman tapi tak berhasil. Mereka
pun segera membawanya ke rumah sakit.
Namun, ternyata
terlambat. Firman sudah terlalu lama tenggelam ketika Nabil mencoba menolongnya.
Paru-parunya sudah dipenuhi air. Sampai di rumah sakit Firman tak bisa
diselamatkan.
Lintang hanya terdiam lemas
menatap tubuh kaku yang terbujur di hadapannya. Tangannya menggenggam erat
lengan Nabil. Teringat kata-katanya tadi. Aku
pengen dia M-A-T-I!!!
Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Satu Tahun dari blog celoteh .:tt:.
arti kata/kalimat dalam Bahasa Aceh:
krueng = sungai
qe = kamu (untuk orang yang seumuran atau lebih muda)
bek lagenyan = jangan begitu
Krueng Baroe = nama salah satu sungai di Kabupaten Aceh Barat Daya
Leuser = nama salah satu gunung di Aceh
terimakasih sudah ikutan lagi di kategori 2 ya...
BalasHapusfotonya kueren...
Gapapa kan ya kalo yang ada di foto bukan cuma langit?
HapusBtw, ternyata mbak punya akun di Blogger juga toh..
semoga sukses dengan kontesnya ya, ini mbak atau mas ya? :)
BalasHapusMbak, dong! Kan, nama saya Millati Indah. Nama segitu feminin masa dipanggil mas. Terkecoh gambar kartun di profil ya?
Hapussukses sukses sukses.. amiiin..
BalasHapussaya mau lho di lempar ke leuser, hihihi, menyesal juga ya akhirnya Lintang, sukses ya dengan GA nya ^^
BalasHapusBagus ceritanya, jadi sedih ngebacanga hehehe...
BalasHapusSukses lah kontesnya sob :)
Gunung leuser kan cagar alam dan margasatwa ya, mbak! Pokoknya sukses deh buat GA-nya! Hehehe
BalasHapus@ Kampung Karya: aamiiin :)
BalasHapus@ Stupid Monkey: ntar dimakan macan, lho :p btw, di cerita gak disebut, lho, kalo Lintang menyesal
@ Anak Rantau: ah, masa sampe sedih? saya yang bikin aja gak sedih kok baca ini :p
@ eksak: iya, kah? baru tahu saya kalo itu cagar alam :D :D :D
Keren ceritanya mb... Harus hati2 menjaga ucapan ya mb..
BalasHapusIya mb, sy punya akun di blogger juga. Biar mudah kalau komen di blogger pakai akun blogger juga. Hehe... :)
@mb yustha tt: Iya, mesti hati2. Kalo kejadian kan horror.
BalasHapusIni flashfiction pertama saya, jadi ya harap maklum kalo ceritanya 'belepotan'.