Rabu, 19 November 2014

Where the Mountain Meets the Moon


Dahulu kala, tidak ada sungai di muka bumi. Naga Gioklah yang bertugas menjaga awan, menentukan di mana akan hujan dan kapan reda. Hingga suatu hari ia mendengar beberapa penduduk suatu desa berkata, “Aku sudah muak pada hujan. Aku senang karena awan telah pergi dan matahari akhirnya bersinar.” Kalimat itu membuat Naga Giok marah. Ia pun berhenti menurunkan hujan. Kekeringan di mana-mana. Keempat anaknya – Mutiara, Kuning, Panjang, dan Hitam – merasa kasihan pada penduduk bumi. Mereka memutuskan turun ke bumi dan mengubah diri menjadi empat larik sungai. Ketika menyadari perbuatan anaknya Naga Giok menyesali kesombongannya. Karena kesedihannya, ia jatuh dari langit dan menjadi Sungai Giok. Hatinya menjadi Gunung Nirbuah. Tidak ada yang bisa tumbuh dan hidup di gunung itu, kecuali bila Naga Giok sudah bersatu kembali setidaknya dengan salah satu anaknya. Itu adalah kisah yang sering didengarkan Minli dari Ba, ayahnya. Dan saat Minli bertanya bagaimana Gunung Nirbuah bisa menghijau, Ba menjawab, “Itu pertanyaan yang harus kauajukan pada Kakek Rembulan.” Setiap dia mengajukan pertanyaan penting, jawabannya selalu seperti itu.

Di kaki gunung yang gersang itulah keluarga mereka tinggal. Keluarga mereka – dan juga penduduk lain desa itu – sangat miskin. Mereka harus bekerja keras di sawah dan berkubang lumpur. Harta yang dimiliki keluarga mereka hanya dua keping uang tembaga milik Minli. Hingga suatu hari seorang penjual ikan mas datang ke desa mereka. Dia mengatakan bahwa ikan mas akan menghadirkan peruntungan. Minli pun tanpa pikir panjang membeli seekor ikan mas dan memberikan sekeping uang tembaganya. Ma, ibunya, sangat marah ketika tahu Minli sudah menghabiskan setengah harta mereka untuk membeli ikan mas. Ditambah lagi, sekarang mereka harus memberi makan ikan itu juga. Ketika melihat Ba memberikan nasinya untuk ikan mas dengan tangan yang gemetar karena kelelahan, Minli menyadari bahwa dia tidak bisa memelihara ikan mas itu. Aku tak bisa membiarkan Ba memberikan nasinya untuk ikan mas itu. Ma dan Ba sudah membanting tulang untuk setiap butir beras yang ada di sini, dan Ba tidak perlu memberi makan ikan mas. Begitu pikir Minli.

Ia pun membawa mangkuk berisi ikan masnya ke Sungai Giok dan menumpahkan isinya. Saat Minli bergumam tentang keinginannya menemui Kakek Rembulan tapi tak ada yang tahu cara menuju tempatnya di Gunung Tak Berujung, ikan mas berkata bahwa ia tahu cara ke sana. Ia pun memberitahu Minli caranya. Minli segera menyusun rencana. Ia membawa semua yang diperintahkan ikan mas. Ia bertekad untuk menemui Kakek Rembulan untuk menanyakan bagaimana mengubah peruntungan keluarganya. Ia mengingat-ingat apa yang dikatakan ikan mas dan melaksanakannya. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan naga yang tidak bisa terbang yang ternyata berasal dari sebuah lukisan. Berhasilkah Minli menemui Kakek Rembulan? Berhasilkah dia mengubah peruntungan keluarganya?

Kisah di atas adalah sekilas isi novel Where the Mountain Meets the Moon karya Grace Lin. Novel terbitan Penerbit Atria ini sangat menarik. Mulai dari sampulnya yang eye-catching (ini salah satu alasan aku membelinya), sampai ceritanya yang mudah diikuti dan tidak membosankan. Selain cara bertutur penulisnya yang mudah dipahami, sepertinya penerjemahan yang baik juga turut andil dalam membuat novel ini tidak memusingkan pembacanya. Ceritanya juga rapi. Beberapa cerita dalam novel ini ternyata saling berhubungan dan penulis berhasil menghubungkannya dengan rapi. Sebagai orang yang suka mencari cela dalam suatu novel, harus kukatakan aku belum bisa menemukan plothole dalam novel ini. Mungkin aku harus membaca beberapa kali, hehe.

Ada satu adegan yang mengharukan dalam novel ini yaitu ketika Minli bertemu penduduk suatu desa dalam perjalanannya mencari Kakek Rembulan. Di tempat itu cuaca sangat dingin sedangkan Minli tidak memiliki baju hangat. Mereka pun memberi Minli sebuah baju hangat yang berwarna-warni. Baju hangat itu terbuat dari sambungan beberapa potongan kain. Dan saat Minli melihat baju salah satu temannya, ia melihat ada lubang di baju itu. Di baju semua penduduk desa yang lain juga ada lubang. Minli pun menyadari bahwa memberikan potongan dari baju mereka untuk dibuat baju hangat untuk Minli. So Sweeeeet!

Oh, ya. Aku menemukan novel ini di obralan Gramedia bersama novel Emily Climbs dan The Story Girl. Nilai moralnya: jangan meremehkan buku obralan, bisa jadi banyak buku keren di situ!

10 komentar:

  1. Ini penulis dan settingnya dari Tiongkok, Mil?

    BalasHapus
    Balasan
    1. penulis-nya keturunan Cina, tapi kayanya tinggal di Amrik. eh, apa Eropa ya? Pokoknya bukan di Cina. dan ceritanya emang dipengaruhi cerita rakyat Cina, jadi setting-nya mirip setting di cerita rakyat Cina (meskipun setting cerita ini sendiri bisa dibilang negeri khayalan)

      Hapus
  2. itu yang cerita baju hangat dari baju penduduk desa emang mengharukan banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. huum. mengharukan banget. mau mengorbankan bajunya jadi bolong demi bikinin baju buat orang asing.

      Hapus
  3. ngambaaaang.. haruse diceritain habisnya piye.. berhasil ora merubah peruntungan keluarganya.. biar saya gak kepikiran hahaha

    oh ya nih requestnya.. udah lama tuh.. Cara membuat komentar terkini

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo saya ceritain sampe selesai ntar jadinya spoiler :D

      makasih link tutorial nya :)

      Hapus
  4. Plothole itu apa, Kak?

    Pinjem donk bukunya -_- kayaknya menarik
    Padahal bukuku masih banyak yang belum dibaca :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya copy-in definisi plothole dari wikipedia ya..
      "A plot hole, or plothole is a gap or inconsistency in a storyline that creates a paradox in the story that cannot be reconciled with any explanation. These include such things as illogical or impossible events, and statements or events that contradict earlier events in the storyline."
      Kira-kira sih artinya cerita yang gak konsisten antara satu bagian dengan bagian lain.

      Mau pinjem? Sini sini ke Jakarta :)

      Hapus
  5. novel china?

    gue penasaran sama novel-novel dari cina sama korea. moga dapet kesempatan ngebelinya. apalaagi gue rada bosen baca novel-novel dari amerika. hahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nope. Ini bukan novel terbitan China. Ini terbitan Little, Brown and Company, New York. Tapi, penulisnya emang keturunan China.

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!