Aku suka Pukat? Yang benar saja. Mas Wukir ini ada-ada saja. Memangnya
kalau aku membelikan Pukat makanan berarti aku menyukainya? Dia, kan, bukan
satu-satunya teman laki-laki yang kubelikan makanan. Eh, tunggu. Sepertinya ...
Selain Mas Wukir, sepertinya memang cuma Pukat teman laki-laki yang kubelikan
makanan. Selama ini aku tidak sudi berbaik hati pada teman laki-laki termasuk
tidak sudi membelikan makanan. Tapi, bukan berarti aku suka Pukat, kan? Aku
tidak suka Pukat. Aku hanya ... Aku hanya ... Aku hanya suka senyumnya, aku
hanya suka tatapan matanya yang tetap tenang meskipun aku melancarkan tatapan
penuh intimidasi, aku hanya suka bercanda dengannya. Hanya itu. Bukan berarti aku suka
Pukat, kan?
***
Setelah beberapa jam berkutat dengan komputer, saatnya aku melarikan
diri. Yeah, sudah saatnya makan siang. Itu berarti sudah saatnya kabur ke
kantin dan MAKAN! Biasanya di jam makan siang begini kantin ramai. Terlambat
sedikit saja, meja sudah penuh. Untungnya ada Matari yang ruangannya paling
dekat kantin. Dialah yang paling dulu pergi ke kantin untuk mencari tempat
duduk untuk Sasi dan aku. Begitu pun hari ini. Saat aku datang, Matari sudah
duduk (sok) manis di meja paling ujung. Masih ada empat kursi kosong lagi. Saat
aku baru duduk, Sasi pun datang. Lengkap sudah. Tinggal memesan makanan. Hari
itu kami bertiga memesan makanan yang sama: gado-gado. Sepertinya aku sedang
beruntung hari ini.