I hate Monday. Kali ini aku
benar-benar membenci hari Senin. Bukan. Bukannya aku benci bekerja. Aku benci
hari Senin ini karena hari ini aku harus ke kantor dan harus bertemu Medusa.
Hari ini aku kembali diperbantukan di Bagian Pengolahan Data.
Tak bisa kubayangkan bagaimana sikapnya nanti padaku. Sebelum
peristiwa kemarin pun dia sudah bersikap judes padaku, apalagi setelah kemarin
aku mengatakan tak mau dijodohkan dengannya? Bisa-bisa makin bengis sikapnya
padaku.
Selain harus menghadapi Medusa, aku juga harus menghadapi Mama.
Semalam Mama menanyakan bagaimana pertemuanku dengan Medusa, eh, Pawana. Mau
tak mau aku menceritakan semua yang terjadi. Dan Mama? Seperti yang kuduga,
mendadak galau. Mama khawatir Pawana dan Tante Kartika akan tersinggung dengan perkataanku.
Dan satu yang tak terpikirkan olehku sebelumnya: hal ini bisa merusak
persahabatan Mama dan Tante Kartika. Huh, rumitnyaaa!
Ah, sudahlah. Lebih baik aku segera bersiap berangkat ke kantor.
***
Kantor masih belum terlalu ramai ketika Pukat tiba. Ketika lewat di
ruang entry data, ia melihat Pawana sedang sibuk mengutak-atik komputer.
Beberapa kali Pawana berpindah dari satu komputer ke komputer lainnya. Entah
kenapa langkah Pukat terhenti.
“Ngapain, Mbak? Pagi-pagi udah sibuk,” sapa Pukat.
“Lagi nge-patch aplikasi entry data. Ada perbaikan rule validasi,”
jawab Pawana sambil tetap sibuk.
“Soal yang kemarin itu –“ Pukat tak sempat melanjutkan kalimatnya
karena Pawana telah berlalu meninggalkan ruang entry data, meninggalkan Pukat
yang keheranan. Sudah dua kali Pawana berlalu tanpa memberinya kesempatan
bicara.
***
Siang itu, seperti biasa Pawana makan siang di kantin bersama Sasi dan
Matari.
“Gimana kemarin? Jadi ketemu?” tanya Matari tak sabar. Pawana yang
sedang menikmati nasi dengan lauk urab dan tempe goreng cuma mengangguk-angguk.
“Gimana orangnya? Ganteng? Baik? Kamu suka?” Matari memberondong
Pawana dengan pertanyaannya.
“Kalian pasti kaget kalau tahu siapa orangnya,” kata Pawana.
“Siapa?” kali ini Sasi ikut penasaran.
“Pukat!”
“Apa? Pukat? Si cowok PHP itu?” pekik Matari. Pawana dan Sasi bengong. Maksudnya? Matari membenahi posisi duduknya agar senyaman mungkin.
Itu tandanya dia akan menyampaikan berita – atau lebih tepatnya gosip –
penting.
“Pemberi Harapan Palsu. Si Pukat itu sebenarnya baik hati dan ramah ke
semua orang. Dia nggak segan-segan kalau bantu teman, bisa diandalkan. So
sweet, lah. Tapi, justru karena sikap baik hatinya itu dia jadi sering ngasih
harapan ke banyak cewek. Dan semua cewek itu patah hati karena Pukat cuma menganggap
mereka teman,” papar Matari panjang lebar.
“Jangan-jangan dia gay!“ celetuk Pawana.
“Hush! Kenapa jadi nggosip gitu? Jadi kemarin gimana?” Sasi berusaha
mengembalikan pembicaraan ke topik semula.
“Pasti dia nggak mau dijodohin sama kamu. Cewek secantik dan sebohay Padma
aja nggak dia lirik, apalagi kamu,” canda Matari yang langsung disambut cubitan
dari Sasi. Begitulah. Kalau candaan Matari mulai keterlaluan, Sasi yang
biasanya lembut mendadak galak dan melancarkan jurus cubitan cabe rawitnya.
“Dia ngomong langsung kalau dia nggak mau dijodohin sama aku,” kata
Pawana. Matari dan Sasi langsung memasang wajah prihatin dan bersiap menghibur
teman baik mereka yang – mereka duga – patah hati.
“It’s OK. Aku juga belum mau nikah, kok. Dan aku diuntungkan dengan
penolakan dia. Kalau aku yang menolak, aku bakal disebut 'jual mahal' atau 'sok'
atau 'belagu' atau apa lah. Dan berhubung dia yang menolak, dia yang bakal
disebut 'jual mahal' dan bla bla bla. Aku dapat tiga keuntungan. Pertama, aku
nggak jadi dijodohkan. Kedua, aku nggak bakal disebut 'jual mahal'. Ketiga, aku nggak akan dimarahi Ibu karena bukan aku yang
menolak perjodohan,” Pawana menyeringai. Licik.
bersambung
bersambung
mulai pintar membuat pembaca penasaran mbak. masih berapa episode mbak. makin gemes aja pengen tahu kisah pukat dan pawana. happy endingnya gimana?
BalasHapus*besok manjaring angin 6 harus terbit (maksa dikit)
hehehe, gak janji ya :p
Hapusspesial request nih mbak. Ntar kabur lho kalau nggak diturutin (ngancem pokoknya)
Hapuswaduh!
HapusAh, ceritanya seru, baru baca dari bagian ini terus baca dari awal hihi penasaran.
BalasHapusSalam kenal btw, Mbak :D
Salam kenal juga :)
Hapushaha masih dibahas...
BalasHapushati hati tar ditarik royalti lho sama si wedusa...
tenang, wedusa ora bakal njaluk royalti :p
HapusCerbernya keren Milati, mengaduk emosi pembaca. Selamat terus berkarya.
BalasHapusmakasih :)
HapusItulah, makanya aku suka baca tulisan orang yang seneng baca. Biasanya tulisannya ud kebentuk :)
BalasHapusKeren, Mil :)
duh, jadi gede kepala nih dipuji ama editor..
Hapusayo dong kak segera diterbitkan menjaring angin (6). Ini beneran ane tungguin kok. Mumpung masih teringat cerita menjaring angin 1-5. Pengen segera tahu kelanjutannya.
BalasHapussaya pusing gimana ngelanjutinnya :D
Hapuskalau aku lagi hate koneksi :) maaf ya baru bisa bw
BalasHapusinternet lagi ngambek ya?
Hapuswaduh, aku suka nolong... jgn-jgn juga termasuk cowok php -_-'
BalasHapus-_____-'
Hapus1-5, selesai dibaca. Penasaran sama endingnya.
BalasHapusBtw, Pawana itu mbak Milo bukan sih? Aku penasaraaaannnn.
Jawab donk.
Kasih tahu nggak yaaa?
HapusMungkin iya, haha.. :D
HapusBtw, maksud komenku di part sebelum ini: apakah ini terinspirasi dari kisah nyata?
Jangan-jangan, mbak Milo beneran dijodohin sama brondong ya?
:D
Hahaha, aku nggak dijodohin sama brondong kok. Lebih tepatnya nggak dijodohin sama siapa-siapa :p
HapusSuka sama gaya lo Pawana
BalasHapus:p
HapusPas sampe di sini, jadi keingetan tentang "kutukan jodoh sekantor". Sejauh-jauhnya mencari jodoh, tau-taunya ama temen sekantor juga. :D :D :D
BalasHapustapi kutukan itu (kayaknya) nggak berlaku buat saya :p
Hapus