Pernah melihat orang berbicara dengan logat ngapak dalam sinetron atau film? Aku sering. Dan jujur aku tidak
suka. Seringnya, dalam sinetron orang berlogat ngapak ini digambarkan sebagai orang ndeso. Tapi, itu bukan masalah besar. Sebagai salah satu penutur
Bahasa Jawa dengan logat ngapak –
lebih tepatnya dialek Tegalan – aku tidak masalah dianggap ndeso. Toh, orang yang tidak ndeso belum tentu lebih cakep dan lebih keren dibandingkan orang
ndeso, hehehe..
Yang membuatku tidak nyaman adalah cara para aktor dan aktris
menggunakan logat ngapak. Biasanya,
mereka berlebihan. Lebay. Misalnya
dalam melafalkan huruf “k” dan “g” biasanya terlalu tebal. Kalau dalam Bahasa
Arab seperti menggunakan qolqolah kubro.
Padahal, setahuku orang-orang di wilayah Tegal dan Brebes tidak segitunya.
Jadinya kalau melihat para aktor dan aktris menggunakan logat ngapak malah terkesan wagu (aneh). Membuatku ingin berkomentar
seperti celetukan khas SKETSA: “Nggak gitu gitu juga kaleee!” Kalau
diperhatikan, memang tidak banyak non-ngapaker
yang bisa berbahasa ngapak secara luwes. Biasanya terdengar kaku.
Selain pelafalan yang berlebihan, seringkali orang menggeneralisasi
logat ngapak dan 'keliru' dalam menggunakannya. Padahal, ada dua dialek
yang menggunakan logat ngapak, yaitu
dialek Tegalan dan dialek Banyumasan (sebenarnya orang Cirebon juga sebagian
berlogat ngapak tapi aku tidak yakin
apakah termasuk dialek tersendiri yaitu Cirebonan atau masuk dialek Tegalan).
Penutur dialek Tegalan ini tersebar di daerah Brebes, Tegal (Kota Tegal dan
Kabupaten Tegal), dan Pemalang (tapi sebagian penduduk Pemalang ada yang
dialeknya lebih mirip Jawa Wetanan). Adapun penutur dialek Banyumasan tersebar
di daerah Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan sekitarnya (pokoknya
Karesidenan Banyumas, sebagian daerah Kebumen juga sepertinya menggunakan dialek ini). Biarpun sama-sama ngapak,
dua dialek ini berbeda, baik dalam kosa kata, intonasi, dan kecepatan
berbicara. Penutur dialek Banyumasan cenderung lebih cepat dalam berbicara
dibandingkan penutur dialek Tegalan. Kosa katanya pun ada yang berbeda. Misalnya
untuk memanggil orang tua. Kalau di daerah Brebes dan sekitarnya, biasanya memanggil
“ibu” dengan sebutan “emak” yang dilafalkan ema’ (without “k” and without qolqolah of course). Untuk menyebut kata “ibunya”
mereka mengatakan “manene” atau “manekane” (yang kedua adalah versi sangat
ndeso). Adapun untuk memanggil “ayah” mereka menggunakan kata bapak yang
dilafalkan bapa’ (still without “k” and
without qolqolah). Kalau menyebut kata “ayahnya” mereka mengatakan “bapane”
atau “bapakane”. Tapi, kata emak dan bapak sudah jarang digunakan. Orang tua
zaman sekarang lebih suka dipanggil Mama-Papa, Ayah-Bunda. Yang dipanggil Ibu
pun sudah jarang. Nah, kalau dalam satu sinetron diceritakan salah satu
tokohnya berasal dari Tegal tapi memanggil ibunya dengan panggilan mamake,
menurutku itu nggak matching.
Setahuku sebutan mamake banyak digunakan penutur dialek Banyumasan. Setahuku,
sih, begitu, seperti yang di curanmor, hehehe...
Intinya, sih, kalau mau menggunakan logat ngapak, ngapaklah dengan baik dan benar.
Dan mesti jelas mau ngapak dialek
Tegalan atau Banyumasan.
saya sendiri kurang setuju dengan penggunaan bahasa ngapak di sinetron yang seakan-akan berkonotasi kurang baik, yah karena sendiri dirumah pake bahasa inyong hihi....
BalasHapusIya, kadang kesannya kampungan banget :D
Hapussama perasaan kita :D
BalasHapusketika mendengar/menonton orang2 yg bukan orang Medan berlogat Medan yaaaaaaa terdengar aneh buangettttttt
seperti di film apa itu ya tempo hari, ada artis senior yg mau2nya disuruh jadi orang Medan ... waaaaa ... ancurrr ...
Dan buatku itu sama dengan orang2 itu menunjukkan kualitas diri yang cuma segitu sajah.
Kayaknya artis2 kalo mau pake logat daerah mesti riset mendalam dulu biar gak wagu..
HapusNggak cuma "ngapak", tapi sinetron yang ada dialek Jawanya juga banyak yang asal2an dan jauh dari yg semestinya. Memang ada yg bagus, tapi selebihnya terkesan norak dan dipaksakan
BalasHapusIya, Pak. Kadang yang akting logat Jawa medhok nya semena-mena.
Hapusyah gitulah kalau di sinetrin/film.. biasanya untuk membantu menjelaskan ke penonton, tokohnya asalnya darimana.... gak hanya Tegal, Batak, Ambon, madura, dll juga sama.... Kadang pengeksplorasiannya berlebihan.... :)
BalasHapushu'um. berasa aneh. niatnya mau menguatkan karakter, malah merusak :D
HapusLebay dan maksa banget sh, coz kalo Heri temenku ngomong ngapak juga gak Kentaaaallll banget
BalasHapusHo'oh, lebay.
HapusItu temennya maksudnya Mas Heri Tri Bowo yak?
hahaha.. klo aku setuju logat ngapak harus dilestarikan supaya ga punah dan menjadi suatu identitas dan ciri bangsa *halah
BalasHapusoh, tentunya memang harus dilestarikan. apalagi ngapak termasuk salah satu budaya yang kecil kemungkinannya diklaim bangsa lain. orang Malaysia mana ada yang bisa ngapak coba? bener2 ciri khas bangsa kita.
Hapus