Minggu, 21 Oktober 2012

99 Cahaya di Langit Eropa: Novel tentang Sejarah Islam di Benua Biru

Mengutip kata-kata George Santayana: “Those who don’t learn from history are doomed to repeat it.” Barang siapa melupakan sejarah, dia pasti akan mengulanginya. Banyak di antara umat Islam kini yang tidak lagi mengenali sejarah kebesaran Islam pada masa lalu. Tidak banyak yang tahu bahwa luas teritori kekhalifahan Umayyah hampir 2 kali lebih besar daripada wilayah Kekaisaran Roma di bawah Julius Caesar. Tidak banyak yang tahu pula bahwa peradaban Islam-lah yang memperkenalkan Eropa pada Aristoteles, Plato, dan Socrates, serta akhirnya meniupkan angin renaissance bagi kemajuan Eropa saat ini. Cordoba, ibu kota kekhalifahan Islam di Spanyol, pernah menjadi pusat peradaban pengetahuan dunia, yang membuat Paris dan London beriri hati.

Paragraf di atas merupakan paragraf favoritku dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa (Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa) karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Aku membeli novel terbitan Gramedia Pustaka Utama ini atas rekomendasi dari Tika. Dan ternyata tidak mengecewakan. Novelnya memang sesuai seleraku.  Bisa, lah, kali lain aku meminta rekomendasi darinya tentang novel yang menarik. Novel setebal 414 halaman ini merupakan novel best seller. Yang kubeli sendiri merupakan cetakan keenam (Februari 2012). Cetakan pertamanya sendiri bulan Juli 2011.

Dalam novel ini Hanum menceritakan pengalaman-pengalamannya selama tinggal di Eropa dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Eropa. “Petualangan” Hanum dimulai di Wina, Austria, untuk mengikuti Rangga, suaminya, yang mendapat beasiswa studi doktoral di sana. Di Wina Hanum berkenalan dengan Fatma Pasha, seorang imigran dari Turki. Fatma inilah yang menemaninya berkeliling kota Wina. Tempat yang pertama mereka kunjungi adalah bukit Kahlenberg. Dari Kahlenberg orang bisa melihat pemandangan kota Wina dengan jelas. Sayangnya, udara dingin memaksa mereka mencari tempat berlindung. Awalnya mereka berlindung di Gereja Saint Joseph. Kemudian mereka bersantai di sebuah kafetaria di seberang gereja tersebut. Ketika mereka sedang berbincang-bincang, Hanum mendengar ada tamu kafe yang berkata dalam Bahasa Inggris, “If you want to ridicule Muslims, this is how to do it.” Orang tersebut memakan croissant dengan gaya rakus yang dibuat-buat. Tamu itu berkata lagi, “Croissant itu bukan dari Prancis, guys, tapi dari Austria. Roti untuk merayakan kekalahan Turki di Wina. Kalau bendera Turki itu berbentuk hati, pasti roti croissant sekarang berbentuk ‘love’ bukan bulan sabit, dan tentu namanya bukan croissant, tetapi l’amour.” Hanum pun menceritakan perkataan tamu tersebut pada Fatma – yang tidak menguasai Bahasa Inggris. Awalnya Hanum mengira Fatma akan melabrak mereka. Dan ternyata, Fatma justru membayar makanan mereka yang sudah menertawakan negara dan agamanya. Fatma pun mengajak Hanum kembali ke Kahlenberg. Dia pun menceritakan pada Hanum bahwa dari bukit itulah pasukan gabungan Jerman dan Polandia memukul pasukan Turki dan bisa jadi roti croissant memang simbol kekalahan Turki saat itu.

Dalam perjalanan pulang dari Kahlenberg Hanum bertanya tentang sikap Fatma yang tak menunjukkan kemarahan pada orang yang menghina agamanya tadi. Fatma sebenarnya juga merasa tersinggung atas hinaan tersebut, tapi dia kemudian menjelaskan kepada Hanum, “Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen Islam yang damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan di komunitas nonmuslim.”  Agen muslim yang baik, itu yang selalu ditekankan oleh Fatma. Ternyata misi menjadi agen muslim yang baik bukan hanya dipegang oleh Fatma melainkan juga kawan-kawannya, yaitu Latife dan Oznur.

Hanum kemudian mendapat kesempatan ke Paris karena Rangga akan mengikuti konferensi di sana. Di Paris Hanum berkeliling ditemani Marion. Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah Musee de Louvre atau Museum Louvre. Di sanalah Hanum melihat ada banyak karya ilmuwan Islam yang menakjubkan, salah satunya adalah peta antariksa ilmu falak yang dikembangkan astronom Islam pada abad ke-12. Di museum itu pula Marion menunjukkan piring berhias kuffic (seni kaligrafi Arab kuno) yang salah satunya memiliki arti “ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya”. Marion juga menunjukkan pada Hanum bahwa pada lukisan Bunda Maria di kerudungnya ada kuffic berbunyi “Laa ilaaha illaLlah”. Kuffic tersebut menunjukkan pengaruh Islam pada seni yang berkembang di Eropa. Menurut hipotesis Marion, kuffic berlafaz “Laa ilaaha illaLlah” itu merupakan kuffic favorit di Timur Tengah dan ditiru oleh seniman Eropa – tanpa mereka ketahui artinya.

Itulah sebagian cerita perjalanan Hanum di Eropa. Sebenarnya masih banyak kota yang dikunjungi Hanum, seperti Cordoba dan Granada. Tetapi, tidak mungkin kuceritakan semua di sini. Selain cerita mengenai tempat-tempat menarik di Eropa, Hanum juga menceritakan banyak sejarah yang mungkin belum diketahui banyak orang. Salah satunya adalah sejarah jatuhnya Granada ke tangan Isabella dan Ferdinand. Sejak Granada mereka kuasai, mereka membaptis umat Islam dan Yahudi, Bahasa Arab dan tradisi Arab dilarang. Yang lebih mengerikan lagi, umat Islam dan Yahudi – yang dipaksa berpindah agama – harus berjualan babi dan mendemostrasikan makan babi di depan polisi yang mengawasi mereka. Sangat miris. Dipaksa pindah agama dan melakukan sesuatu yang diharamkan agama itu benar-benar menyakitkan.

Ada banyak hal yang bisa dipetik dari buku ini. Mulai dari misi menjadi agen muslim yang baik, membuktikan bahwa Islam adalah rahmat untuk alam semesta hingga pemahaman bahwa ilmu pengetahuan dan agama seharusnya saling mendukung dan bukan dipertentangkan. Bukankah Al-Qur’an sendiri memerintahkan untuk “membaca” dan ada hadits yang menyatakan bahwa mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan?

Overall, buku ini KEREN!

32 komentar:

  1. Memang buku ini keren banget, makanya kujadikan hadiah GA dan kado buat beberapa teman ....
    kita dibuat takjub besarnya pengaruh Islam ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, aku dapat buku ini dari Bu Monda :D
      Makasih yaaa Bu :D

      Hapus
    2. Ah, Bu Monda. Yang dikasih cuma Una. Saya nggak dikasih :(

      Hapus
  2. Typo judulnya mbak...
    Aku juga barusan tamat buku ini nih.
    Dan butuh perjuangan untuk namatinnya, tak kirain awalnya mboseni.
    Etapi enggak juga, seru, banyak pengetahuan yang di dapet, jadi kepengen ke Louvre!!!
    Tapi malah aku jadi nggak suka sama si Hanumnya dengan alasan tertentu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho'oh, typo. Jane wis nyadar mau mbengi nek kurang huruf 'n'. Tapi, laptopku wis tak pateni dadine durung tak edit :D

      Nggak suka kenapa? Kasih tahu, dooong... Kalo aku, sih, emang ada prinsip yang aku nggak setuju. Tapi, tetep suka sama bukunya.

      Hapus
    2. Hmmm gak suka kenapa ya. Prinsip keknya...
      Macem dia nulis dia pengen shalat di masjid yang jadi gereja, opo jenenge lali, dia nulisinnya kayak lebay gitu *menurutku lho ya*
      Tapi overall aku suka suka aja sih baca bukunya...

      Hapus
  3. Saya pernah beli novel itu, tapi malah belum sempat baca karena diminta oleh kakak saya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. walah, baik bener bukunya diminta, kok, boleh...

      Hapus
  4. jdi tertarik nih. sekg ane juga lagi lahap novel islami. judulnya Isabella, ful teologi. mantab deh. #lah curhat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, penasaran sama novel yang berbau teologi. Pinjem dong :p

      Hapus
  5. good, ini jadi masuk kriteria novel yang ingin kumiliki, terimakasih sista ... -aku selalu suka bagian yang review buku- :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Kayaknya emang cocok sama selera Nurin nih bukunya.

      Hapus
  6. Wah... lupa beli novel ini...
    DEngan review ini, jadi tambah pengen deh belinya :D

    BalasHapus
  7. ku suka baca buku jalan2 keluar begini nih :) beli ah

    BalasHapus
  8. wah aku belum punya buku yang ini. Btw ini buku dalam bentuk novel atau hanya pemaparan saja?

    Klo novel, kan ceritanya lebih mengalir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Labelnya, sih, novel. Ini semacam cerita perjalanan diselipi pemaparan sejarah tentang tempat-tempat yang dikunjungi.

      Hapus
  9. Kemarin baru aja temenku merekomendasikan buku ini, jadi bener2 pengen baca :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, banyak yang merekomendasikan buku ini ternyata..

      Hapus
  10. jadi tertarik buat beli dan membaca buku ini...

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah, sdh punya buku 99 Cahaya di langit Eropa ini tapi beluuum celecai mbacanya. Asli asyik...berasa ikut dalam adventure sang penulis dlm jelajah Eropa menelesuri jejak Islam di sana

    BalasHapus
  12. udah mau difilmkan hlo novelnya :)

    BalasHapus
  13. Jualan buku sekarang udh pake intrik2, konspirasi,.pemikiran sepihak seperti ini.oke mungkin berhasil untuk kebanyakn org terutama yg suka dgn teori konspirasi,.jgn pnah membangga2kan diri sbg yg paling hebat, masanya telah lewat karena kebodohan sendiri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksudnya apa? Udah baca novelnya? Udah baca bener2? Kalimat mana di novel itu yang bernada membangga-banggakan diri? Kalo mau komentarin buku, baca dulu yang bener, dipahami, jangan cuma baca bagian yang menarik buat dikritik doang. Be smart!

      Hapus
  14. kalau bisa dibuat lebih panjang lagi kak, makin enak bacanya nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. nggak semua orang suka baca tulisan panjang, hehehe

      Hapus
  15. kira kira ada gx ya novelnya dalam bentu bahasa inggris...? tlong ksih tau teman

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!