Selasa, 11 Desember 2012

Olok-olok Bahasa Negeri Tetangga

Hari ini ada beberapa kawanku di Facebook yang membagikan (share) status lelucon tentang perbandingan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia (Melayu). Sebenarnya lelucon ini sudah tergolong basi karena sudah pernah kudengar beberapa bulan lalu, bahkan sebagian sudah pernah kudengar beberapa tahun lalu. Dulu, aku tidak begitu peduli. Aku hanya menganggapnya sebagai lucu-lucuan saja. Tapi, hari ini aku merasa tidak nyaman melihatnya. Aku memikirkan bagaimana apabila situasinya dibalik, orang Malaysia membuat lelucon tentang Bahasa Indonesia. Ssebagai orang Indonesia, sudah tentu aku akan marah. Jadi, aku pun berasumsi bahwa orang Malaysia akan marah bila membaca lelucon tersebut. Aku juga teringat pada satu prinsip "kalau tidak mau dicubit, jangan mencubit". Kalau berani mencubit, berarti siap untuk dicubit. Bukan mustahil bila orang yang kita cubit akan balas mencubit kita. Dalam kasus ini, jangan mengolok-olok kalau tidak mau diolok-olok.

Aku tidak tahu alasan orang-orang yang membuat lelucon tersebut. Sekadar untuk lucu-lucuan? Sebenarnya melucu sama sekali tidak identik dengan mencela. Kita masih bisa melontarkan lelucon yang benar-benar lucu tanpa mencela pihak lain. Terlebih lagi, yang dicela dalam lelucon ini bukan hanya perseorangan melainkan suatu bangsa. Bahasa adalah salah satu identitas suatu bangsa. Mencela suatu bahasa bukankah sama juga dengan mencela suatu bangsa? Lagipula, besar kemungkinan kita akan menemukan 'keanehan' dalam setiap bahasa yang bukan bahasa ibu kita. Misalnya dalam Bahasa Arab ada kata "tay'asu" yang artinya "berputus asa". Kalau dalam Bahasa Jawa, kata itu bisa diartikan "kotoran anjing". Mungkin lucu. Tapi, bolehkah kita menjadikannya sebagai bahan olok-olok yang mencela Bahasa Arab? Apakah alasan 'sekadar lucu-lucuan' bisa dijadikan pembenaran atas perbuatan mengolok-olok bahasa milik bangsa lain? Menurutku tidak. Rasanya tidak etis.

Ataukah alasan membuat lelucon itu karena marah terhadap sikap (sebagian) orang Malaysia yang kerap terkesan tidak menghargai bangsa Indonesia? Kalau dipikir-pikir, lelucon tersebut justru akan membuat mereka semakin tidak menghargai bangsa kita. Bisa jadi mereka akan balas mengolok-olok bahasa kita atau mengolok-olok hal lain tentang bangsa kita. Masih ada banyak cara lain yang lebih elegan untuk 'membalas' sikap mereka, salah satunya dengan menunjukkan prestasi anak bangsa. Kalau diibaratkan sebagai keluarga, kita tidak bisa membuat keluarga kita menjadi keluarga 'terpandang' dengan cara 'mencela' keluarga lain. Kita bisa menjadi keluarga terpandang dengan cara membuktikan bahwa anggota keluarga kita berbudi pekerti, cerdas, dan tentunya rukun. Kita bisa menjadi keluarga 'terpandang' dengan cara meningkatkan kebaikan dalam keluarga kita, bukan dengan cara sibuk memperhatikan keburukan keluarga lain. Mungkin aku sangat tidak pantas mengatakan kalimat berikut bila mengingat perilakuku sehari-hari (yang mungkin terlalu slengekan), tapi tetap saja harus disampaikan, sekalian sebagai pengingat untuk diri sendiri. Kalau ingin menjadi bangsa yang dihormati, bersikaplah sebagai bangsa yang memang layak dihormati. Indonesia, sebagai bangsa yang besar, tentunya bisa bersikap layaknya bangsa yang berbudi pekerti, berpendidikan, dan berprestasi.

Semoga tidak semakin banyak lelucon semacam itu.

*sekadar nasihat untuk diri sendiri*

15 komentar:

  1. Cool, Mil... Setuju ama dirimu...

    BalasHapus
  2. iya Mil ...janganlah mencela bahasa ..kan masih serumpun,
    banyak kan daerah kita yang pakai bahasa Melayu..
    opungku juga sempat pakai juga logat Melayu ...di Sumut kan ada Melayu Deli


    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Kak. Banyak juga orang Indonesia yang pake Bahasa Melayu yang bisa jadi sama kaya Bahasa Melayu-nya Malaysia.

      Hapus
  3. Saleum,
    Sepakat dengan ungkapanmu itu, kalau tidak mau dicubit, ya jangan mencubit...""

    BalasHapus
  4. Tak ada lucunya lelucon yang ada kaitannya dengan isu SARA, bisa-bisa malah menimbulkan kebencian. Mending diam atau tidak melucu/olok-olok sama sekali. :)

    BalasHapus
  5. Top Mila setuju, jangan pernah 'menggigit' jika tidak mau 'dicabik' :)

    Salam kenal

    BalasHapus
  6. @ all : ternyata banyak yang setuju :)

    BalasHapus
  7. aku juga sudah lelah dgn perseteruan indonesia, malaysia ... konyol!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau melihat sikap sebagian orang Malaysia, menurutku, sih, wajar kalau orang Indonesia marah. Tapi, kalau sampai mengolok-olok seperti itu menurutku berlebihan.

      Hapus
  8. sebenarnya tidak apa apa juga.. asalkan semua bisa menerimanya dengan baik... tapi namanya manusia mana bisa begitu ya... kalau mau begitu dikalangan terbatas saja.. buat sekedar lucu lucuan saja.. memang sih butuh kedewasaan untuk menerimanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi masalah begini terlalu sensitif. lebih banyak yang akan merasa terusik dibandingkan yang merasa biasa-biasa saja.

      Hapus
  9. aku 100& stuju sama kamu....
    sarcasm and racism ain't got you any better,
    even when you can enjoy the funniest sarcasm jokes, shame on you!
    liat aja kasus calon hakim agung yg dgn santai blg "korbann dan pelaku pemerkosaan sama2 menikmati"

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!