Pernah menemukan “kesalahan”
orang lain dan merasakan hasrat yang kuat untuk menunjukkan “kesalahan”
tersebut? Pernah? Aku sering begitu. Selain mudah menemukan kesalahan orang
lain (dibandingkan kesalahan sendiri), aku juga termasuk orang yang kadang-kadang
sok tahu. Cuma kadang-kadang, kok.
Aku merasakan dorongan untuk
menunjukkan “kesalahan” orang lain beberapa hari yang lalu. Waktu itu aku
menonton dorama Hippocrates no Chikai dan mendengar salah satu pemainnya
berkata, “Hyaku juu roku man roku sen.” Saat melihat subtitle, di situ tertulis
166.000. Kalau tidak salah, 166.000 dalam Bahasa Jepangnya jadi juu roku man
roku sen. Juu roku = 16, man = 10.000, roku = 6, sen = 1.000, jadi juu roku man
roku sen = 16X10.000 + 6X1.000 = 166.000 (penjelasan ini bisa diabaikan, kok).
Beda satu kata: hyaku. Kalau mengikuti hasil pendengaranku (hyaku juu roku man
(116X10.000) roku sen (6X1.000)) seharusnya angkanya ditulis 1.116.000. Berarti
subber-nya salah! Hampir saja aku
membuat komentar yang menunjukkan kesalahan tersebut. Namun, aku ragu dengan
pemahamanku soal penyebutan angka dalam Bahasa Jepang. Aku pun mendengarkan
kembali dengan hati-hati. Masih saja aku merasa mendengar karakter di drama itu
menyebut hyaku. Apa benar subber-nya salah menerjemahkan? Aku pun kemudian
melihat kata yang tertulis sebelum angka 166.000, yaitu kata 'about'. Jangan-jangan hyaku
itu juga bisa diterjemahkan sebagai ‘about’? Kalimat berikutnya juga
menggunakan kata ‘about’ tersebut dan ada kata hyaku-nya. Hyaku juichi pasento
(about 11 percent), kira-kira begitu kalimat yang kudengar. Karena konteks kalimatnya tidak memungkinkan untuk menyebutkan persentase lebih dari seratus, jadi tidak mungkin kata-kata hyaku juichi pasento diterjemahkan sebagai 110 percent. Berarti subber tersebut memang menerjemahkan hyaku sebagai 'about'. Aku pun mencari
tahu apakah benar hyaku itu bisa diartikan sebagai about. Ternyata tidak. Aku
pun membalik cara pencarian. Aku mencari terjemahan kata ‘about’ dalam Bahasa
Jepang. Daaan ... ternyata yang benar adalah yaku (約). Jadi, yang kukira 'hyaku'
ternyata 'yaku'. Aku yang salah dengar rupanya ....
Beberapa hari kemudian dorongan itu datang
lagi ketika aku melihat terjemahan lagu Seishun Bugi. Di lagu tersebut ada kata
anata (you) tetapi di lirik kanjinya tertulis 貴女.
Kok gitu? Mestinya kan anata itu ditulis pake hiragana, あなた.
Lagi-lagi aku hampir protes pada penulisnya. Jangan-jangan dia salah mengambil
sumber lirik Bahasa Jepangnya. Namun, aku mengurungkan niatku dan mencari tahu
dulu. Setelah browsing sana sini ternyata anata itu memang bisa ditulis dengan
Kanji pada untuk kesan yang lebih sopan, sepertinya begitu. Jadi, anata bisa
ditulis 貴方, 貴男 (khusus untuk lelaki, biasanya untuk
panggilan istri kepada suaminya), dan 貴女 (khusus untuk perempuan). Berarti memang benar lirik yang dikutip dan diterjemahkan tersebut.
Bayangkan kalau dalam dua situasi
tadi aku dengan penuh pedenya berkomentar menunjukkan kesalahan orang lain tapi
kemudian ketahuan kalau justru aku yang salah. Alangkah memalukannya. Sebelum
menunjukkan kesalahan orang lain, memang sebaiknya mencari tahu dulu. Pastikan
dulu kalau itu memang salah. Kalau sudah terlanjur keminter tapi ternyata salah
kan ngisin-isini. Meskipun biasanya aku tidak nyolot saat menunjukkan kesalahan
orang lain, tetap saja memalukan kalau ternyata justru aku yang salah. Tapi ... tidak mudah, sih, untuk menahan diri untuk tidak buru-buru menunjukkan kesalahan orang lain.
wuih jadi jago bahasa jepang nih sekarang?
BalasHapushehe, nggak jago basa jepang. cuma hobi nonton drama Jepang ama merhatiin omongannya doang.
HapusKak Millati, kakak di blangpidie kan? LIza sekarang tugas di blang pidie juga. ayo kita kopdar
BalasHapusLho, Liza di Blangpidie? Bukan di Banda?
Hapus