“Bulik,
bangun! Jam segini masa belum bangun,” celoteh cempreng bocah yang kerap
menirukan perkataan Mamanya itu membangunkanku dari tidur.
Masih
ngantuuuuuk! Semalaman tidurku tak nyenyak diganggu serangga penghisap darah.
Dengungannya, gigitannya, semua membuatku yang nyaris terlelap jadi terjaga
lagi. Dan pagi-pagi begini aku sudah dibangunkan keponakanku yang cerewet. Baru
saja aku hendak memejamkan mata, Emak sudah memanggil menyuruhku membuat teh.
Baiklah, sepertinya aku memang dilarang tidur lagi pagi ini.
Aku mencium
wangi lembut yang kukenal. Kubuka jendela kamarku. Anggrek merpati di depan
jendela kamarku sudah mekar rupanya. Entah sudah berapa lama aku tidak melihat
bunga ini mekar. Saat aku pulang biasanya bunga ini sudah layu atau malah belum
berbunga jadi aku sudah lama tak menikmati bangun pagi disambut wangi lembut
ini.
“Iiiiiiin!” Emak
memanggil lagi. Aku segera beranjak ke dapur. Kalau tidak buru-buru ke dapur
dan mengerjakan instruksinya, bisa-bisa Emak kesal dan itu bencana bagi seluruh
rumah. Satu orang salah, semua orang kena getahnya. Sepertinya aku tahu seseorang
dengan sifat serupa. Siapa, ya? Ah, iya! Aku.
Teh yang
kubuat berwarna merah pekat. Teh yang tidak pekat tidak laku di rumah ini.
Aroma teh dan melati berpadu. Aku tak pernah menyangka aroma itu bisa begitu
menenangkan sekaligus memberi semangat untuk memulai hari.
Usai membuat
teh, aku menunggu Emak selesai memasak nasi goreng dengan telur orak-arik. Aku
jadi teringat kebiasaanku ketika dulu Emak sering mencampurkan telur orak-arik
di nasi goreng. Aku sering mengaduk-aduk nasi goreng yang masih di wajan untuk
memilih-milih bagian yang paling banyak telurnya. Sekarang aku sudah tak bisa curang
begitu lagi. Sekarang telur orak-ariknya dimasak terpisah dan ditambahkan di atas nasi goreng. Tapi, tetap saja aku
masih bisa curang dengan mengambil jatah telur orak-arik milik Emak atau Bapak.
Sepiring
nasi goreng yang gurih dengan kerupuk udang yang besar ditambah satu gelas
besar teh melati sudah siap bermigrasi ke perutku. Ah, pagi yang indah ....
Gruduk
gruduk gruduk! Suara air hujan yang menabuh atap membangunkanku. Ah, hujan
lagi. Atap rumah kos yang terbuat dari seng membuat suara hujan terdengar
begitu keras. Eh? Rumah kos? Suara kerucuk di perutku memberi kode minta diisi.
Baiklah, waktunya makan nasi goreng. Eh, mana nasi gorengku?
Ah, ternyata
....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!