Rabu, 02 November 2016

Pagi yang Indah

“Bulik, bangun! Jam segini masa belum bangun,” celoteh cempreng bocah yang kerap menirukan perkataan Mamanya itu membangunkanku dari tidur.

Masih ngantuuuuuk! Semalaman tidurku tak nyenyak diganggu serangga penghisap darah. Dengungannya, gigitannya, semua membuatku yang nyaris terlelap jadi terjaga lagi. Dan pagi-pagi begini aku sudah dibangunkan keponakanku yang cerewet. Baru saja aku hendak memejamkan mata, Emak sudah memanggil menyuruhku membuat teh. Baiklah, sepertinya aku memang dilarang tidur lagi pagi ini.

Aku mencium wangi lembut yang kukenal. Kubuka jendela kamarku. Anggrek merpati di depan jendela kamarku sudah mekar rupanya. Entah sudah berapa lama aku tidak melihat bunga ini mekar. Saat aku pulang biasanya bunga ini sudah layu atau malah belum berbunga jadi aku sudah lama tak menikmati bangun pagi disambut wangi lembut ini.

“Iiiiiiin!” Emak memanggil lagi. Aku segera beranjak ke dapur. Kalau tidak buru-buru ke dapur dan mengerjakan instruksinya, bisa-bisa Emak kesal dan itu bencana bagi seluruh rumah. Satu orang salah, semua orang kena getahnya. Sepertinya aku tahu seseorang dengan sifat serupa. Siapa, ya? Ah, iya! Aku.

Teh yang kubuat berwarna merah pekat. Teh yang tidak pekat tidak laku di rumah ini. Aroma teh dan melati berpadu. Aku tak pernah menyangka aroma itu bisa begitu menenangkan sekaligus memberi semangat untuk memulai hari.

Usai membuat teh, aku menunggu Emak selesai memasak nasi goreng dengan telur orak-arik. Aku jadi teringat kebiasaanku ketika dulu Emak sering mencampurkan telur orak-arik di nasi goreng. Aku sering mengaduk-aduk nasi goreng yang masih di wajan untuk memilih-milih bagian yang paling banyak telurnya. Sekarang aku sudah tak bisa curang begitu lagi. Sekarang telur orak-ariknya dimasak terpisah dan ditambahkan di atas nasi goreng. Tapi, tetap saja aku masih bisa curang dengan mengambil jatah telur orak-arik milik Emak atau Bapak.

Sepiring nasi goreng yang gurih dengan kerupuk udang yang besar ditambah satu gelas besar teh melati sudah siap bermigrasi ke perutku. Ah, pagi yang indah ....

Gruduk gruduk gruduk! Suara air hujan yang menabuh atap membangunkanku. Ah, hujan lagi. Atap rumah kos yang terbuat dari seng membuat suara hujan terdengar begitu keras. Eh? Rumah kos? Suara kerucuk di perutku memberi kode minta diisi. Baiklah, waktunya makan nasi goreng. Eh, mana nasi gorengku?

Ah, ternyata ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!