Aku sudah lama ingin ke Pulau Nasi.
Alasannya? Penasaran. Itu doang? Iya. Gara-gara ada blogger yang menceritakan
serunya jalan-jalan ke sana aku jadi penasaran. Dan bulan lalu teman dari
Traverious menawari ikut open trip ke Pulau Nasi dan Pulau Breuh.
Sungguh tawaran yang menggoda. Sayangnya berangkatnya hari Jumat dan itu
artinya aku harus membolos sehari. Sewaktu aku bercerita pada ibuku, katanya,
“Ya, udah. Nggak papa bolos sehari.” Teman sekantorku juga berkata senada.
Merasa didukung untuk membolos, aku pun memutuskan ikut. Saat aku memberitahu
ibuku kok ya malah ditanya, “Berarti mbolos sehari?” Lah, kan, udah kasih tahu
dari awal, Mak! Kawanku juga bereaksi sama. “Berarti Jumatnya bolos?” Hadeuh.
Kali lain kalau ada yang berkata, “Nggak papa bolos sehari.” Aku wajib curiga
kalau dia sebenarnya tidak terlalu memperhatikan ceritaku dan komentarnya
sekadar komentar keceplosan yang tidak dipikir matang-matang sehingga kurang
sahih untuk dijadikan bahan pertimbangan.
Kamis malam aku berangkat dari
Blangpidie ke Banda Aceh. Sampai di Banda Aceh sopirnya mengantarku ke daerah
kontrakan kawanku yang sering kusinggahi, tapi bukan yang akan kusinggahi hari
itu. “Dek, turun di Jalan Taman Siswa?” Kok sopirnya tahu? Jangan-jangan aku
dulu sering naik mobilnya tapi tidak hafal mukanya. Aku pun memberitahu alamat
temanku, yang ternyata juga tidak jauh dari daerah itu.
Setelah istirahat sebentar, mandi,
aku pun berangkat ke Ulee Lheue sekitar pukul setengah delapan. Sambil menunggu
teman-teman, aku sarapan dulu. Harapannya sih bisa makan sambil memandang laut.
Ternyata tempat makannya agak jauh dari laut. Yasudahlah. Pukul delapan lewat
belum ada teman yang datang padahal janjiannya pukul delapan. Sekitar setengah
sembilan temanku datang dan mengajakku ke ruang tunggu. Sampai di ruang tunggu
teman yang lain berkata, “Kapalnya udah berangkat.” Jeng jeeeng! Gagal
berangkat? Tidak gagal. Cuma tertunda. Katanya kapal berikutnya berangkat
setelah sholat Jumat. Sekitar pukul dua. Yaelaaah, tahu gitu bobo-bobo cantik
di kontrakan kawanku dulu.
Akhirnya kami keluar dan nongkrong
di warung dekat pelabuhan kecil. Ngopi-ngopi. Melihat temanku memesan
kopi susu aku pun mupeng. Aku pesan “Kopi susu jangan pake gula, ya!”
Aku tidak tahu, sih, kopi susu biasanya ditambah gula atau tidak. Cuma curiga
saja. Ternyata ibu pemilik warung salah dengar dan mengira aku memesan kopi
tanpa gula. Sambil menyodorkan kopi si ibu berkata, “Ini kopinya kuat, kopi
luwak.” Semacam itulah. Setelah mencicipi sesendok ... PAHIT. Yaiyalaaah.
Sebenarnya di depanku ada gelas berisi gula. Bisa saja aku menambahkannya. Tapi
gengsi. Sudah nggaya pesan tidak pakai gula, masa kemudian nyomot
gula. Nggak keren. Cowok sejati harus tahan minum kopi pahit. Eh, aku
kan cewek ya? Habis kopinya? Alhamdulillah. Habis segelas. Dan sepertinya kopi
itu tidak berhasil membuatku melek. Tetep ngantuk.
Waktu sholat Jumat pun datang.
Warung kopi tutup dong ya .... Kami yang perempuan pun mengungsi ke pelabuhan.
Yang lain mengobrol seru. Aku cuma diam sambil main ponsel dan kadang-kadang
menguping pembicaraan mereka. Kadang juga protes dalam hati ketika mereka salah
menggunakan kosa kata Bahasa Inggris atau salah melafalkannya. *Songong banget
lo, Mil. Nggak jago Bahasa Inggris tapi sok protes.* Ya, makanyaaa cuma dalam
hati protesnya.
Sampai pukul dua kapal belum juga
berangkat. Aku lupa tepatnya pukul berapa kapal kami berangkat. Yang jelas kami
tiba di Pulau Nasi sekitar pukul 15.40. Kesan pertama: tai lembu di mana-mana!
Yep, kotoran sapi di mana-mana. Sejak dari dermaga sampai tempat kami menginap
banyak bertebaran ranjau darat itu. Lebih parah dari Blangpidie karena di
Blangpidie kotoran kerbau cuma banyak di jalan ke kantor. Jalanan di kota
lumayan bersih.
Setelah istirahat sebentar, kami ke
pantai naik mobil pickup. Tulisan yang tertera di kaca mobil: BOH HATE
GADOEH, sebuah judul lagu Aceh yang sedang happening. Kekinian sekali.
Bisa naik? Nggak. Naik ke atas pickup doang mesti dibantu.
Sebagai cewek yang sok macho aku merasa gagal. Hiks! Sudahlah, terima saja
takdir sebagai orang berat (bukan gendut, ya!) yang susah melompat ke atas
pickup. Apa tempat pertama yang kami kunjungi? Kalau tidak salah ingat namanya
Pantai Lhok Mata Ie. Pemandangan di sana sebenarnya cantik. Worth it lah
kalau dibandingkan dengan rasa sebal melihat kotoran sapi di jalanan. Di sana
juga aku iseng memotret batang pohon. Nggak penting banget. Tak apalah.
Demi nggaya jadi fotografer kacangan yang cuma berbekal HP Nokia yang nggak
keren blas. Kami juga ke spot lain untuk menunggu matahari terbenam
(sunset). Namun, cuaca berawan sehingga matahari terbenamnya pun sepertinya
tidak akan terlihat bagus. Jadi ... ya kembali ke penginapan.
![]() |
Pemandangan di Lhok Mata Ie (kiri bawah: spot menunggu sunset) |
![]() |
Batang pohon di tepi pantai |
![]() |
Ini foto teman-teman nge-trip. Semoga muka mereka tidak kelihatan jelas. Sebenarnya tidak rela memasang wajah orang lain di blog, tapi aku suka dengan komposisinya. |
Paginya kami berburu matahari terbit di pantai dekat penginapan. Tapi, berhubung kamera HP-ku tidak keren, aku tidak mengambil gambarnya. Aku cuma menikmati pemandangannya saja. Untungnya cuaca tidak berawan sehingga pemandangan matahari terbitnya keren.
Menjelang siang, kami jalan-jalan. Di perjalanan kami melihat pantai dari ketinggian. Keren. Mirip dengan pemandangan di Geurutee atau Tapaktuan. Begini pemandangannya
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Deudap. Untuk ke sana kami harus jalan kaki dengan medan yang cukup menanjak. Untuk orang yang biasa naik gunung mungkin medannya biasa saja. Namun, bagiku lumayan ngeri-ngeri sedap karena aku takut terpeleset. Tapi seruuu! Pemandangannya juga seru. Ada bukit berbatu-batu. Pantainya juga keren.
![]() |
Pemandangan dari atas di Deudap |
Setelah puas foto-foto di Deudap, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Nipah untuk mandi-mandi. Aku yang tidak bisa berenang pun sok-sokan ikut nyebur ke laut tapi tidak berani terlalu jauh dari pantai. Ombaknya lumayan besar. Aku beberapa kali hampir terseret dan langsung panik. Padahal masih di daerah yang dangkal tapi aku sudah panik luar biasa. Dan sepertinya yang lain tidak ada yang tahu kalau aku panik.
![]() |
Pantai Nipah |
Sorenya kami jalan-jalan ke Pantai Alue Riyeung. Anginnya kencang dan ombaknya besar. Kami pun dilarang untuk nyebur ke laut. Cukup foto-foto.
Keesokan harinya kami hijrah ke Pulau Breuh. Sepanjang perjalanan mata kami dimanjakan dengan pemandangan hijau dan biru. Bukit dan karang-karang yang kulihat membuatku berimajinasi membayangkan kerennya daerah itu bila dijadikan lokasi syuting film kungfu seperti Crouching Tiger Hidden Dragon.
Sampai di Pulau Breuh kami beristirahat sambil menunggu mobil pickup yang akan membawa kami naik ke atas. Ternyata mobilnya lama sekali. Aku bahkan sempat tidur siang di bawah pohon. Akhirnya kami diajak jalan kaki sambil menunggu mobil. Siapa tahu di jalan kami akan berpapasan dengan mobil itu. Kami sempat berjalan selama lebih dari sebelas menit sebelum sampai di pos pertama. Aku tidak menghitung, sih. Teman yang berjalan di depankulah yang menyebutkan sudah berapa lama kami berjalan kaki. Kami menunggu mobil di pos pertama. Setelah mobil datang, kami melanjutkan perjalanan ke menarasuar.
Unfortunately, cuaca mendung menggantung, semendung hatiku ditinggal nikah oleh MatsuJun. *Halah!* Saat naik ke menarasuar hujan turun dengan derasnya. Angin juga kencang. Selfie? Percuma. Hasilnya buram. Tapi, tetap saja seruuu! Rasanya tidak menyesal berjalan jauh dan duduk meringkuk di mobil demi sampai ke sana.
selalu seneng baca cerita bolangnya millati haha
BalasHapusbtw foto2nya bagus lho mil, digedein dong pajangnya di blog biar makin kelihatan megah gitu :D
kalo fotonya digedein takutnya jadi berat dan lama loading-nya..
Hapus