Kalau pertanyaan "Kapan nikah?" membuatku bertanduk, pertanyaan "Kapan lulus?" membuatku galau-galau-cemas. Galau memikirkan karya akhir (KA) yang sepertinya tak berarah. Cemas memikirkan "lulus nggak ya semester ini?" Dan aku menghabiskan sebagian besar energiku untuk menggalau tanpa mencari solusi. Kalau masalah jodoh, aku masih punya alasan bahwa jodoh tak perlu dikejar. Ditunggu saja, nanti juga datang sendiri. Kalau masalah kuliah? Yamasa aku berkilah "Ijasah mah nggak usah dikejar. Ditunggu aja, ntar dateng sendiri." Seolah-olah ijasah bisa didapatkan dengan mantra "Accio ijasah!"
Bicara soal KA, aku melakukan banyak kebodohan dalam mengerjakannya. Mulai dari topik yang terus berubah, salah minta data, sampai muaaaleees mengolah data. Aku termasuk orang yang agak lamban dalam menemukan ide. Jadi, saat mencari ide topik tugas mata kuliah MPPI (yang bisa dilanjutkan menjadi topik penelitian KA) aku belum menemukan topik yang tepat dan feasible. Topik tugas MPPI tentang technology acceptance. Karena beberapa alasan yang agak konyol dan songong--susah mencari responden dan aku mulai tidak sreg dengan Technology Acceptance Model (TAM) yang sifatnya self-assessment--topik/judul KA yang kuajukan berubah menjadi sentiment analysis padahal aku tidak paham sama sekali tentang hal itu. Ketika bertemu dosen pembimbing, aku disarankan mengambil topik clustering dan aku manut karena data untuk sentiment analysis ternyata juga susah. Labil.
Saat meminta data, aku juga melakukan kebodohan. Aku tidak mempertimbangkan bahwa aku akan menggabungkan data daerah pemekaran dengan daerah induknya. Aku dengan percaya diri cuma meminta data Susenas KOR dan tidak meminta data Susenas Modul padahal aku membutuhkannya. Aku membutuhkan data Susenas Modul untuk menghitung angka kemiskinan gabungan daerah pemekaran dan induknya. Setelah itu, aku juga menyadari kebodohan lainnya. Aku tidak lengkap meminta data yang kuperlukan dalam menghitung angka pengangguran. Karena tidak pernah menghitung angka pengangguran, aku tidak hafal rincian pertanyaan mana saja yang digunakan. Dengan pedenya aku hanya meminta data rincian pertanyaan tentang kegiatan selama seminggu yang lalu (bekerja, mengurus rumah tangga, sekolah, lainnya) dan tidak meminta data rincian pertanyaan "memiliki pekerjaan tetap tetapi sementara tidak bekerja", sedang mencari pekerjaan, dan sedang menyiapkan usaha. Padahal semua itu diperlukan untuk menghitung angka pengangguran. Dua kedongdonganku yang tidak lengkap dalam meminta data membuatku berpikir "This is not my everyday stupid. This is my advanced stupid".
Dan kegalauan berlanjut menjadi kemalasan yang parah. Advanced laziness. Data yang ditunggu selama beberapa minggu, setelah sampai di tanganku pun belum selesai diolah juga. Malas. Tidak semangat. Sudah pulang kampung pun semangatku tidak berhasil di-recharge. Mungkin aku perlu suami agar semangat mengerjakan KA. Yakin, Milo? Nanti malah bertambah kemalasannya. Malas mengerjakan KA ditambah malas mengurus suami.
sabar, dinikmati prosesnya
BalasHapusadvanced stupid hembok mbak, semoga menikmati semua proses nya yaa mbak :D
BalasHapushadza sayamur.. :)
BalasHapusSaranku malah jangan cari suami dulu. Ntar malah bikin ribet, wkwkwkwk.. #iyainicurcol
eaaa, ada nasihat dari yang berpengalaman. okesip :)
HapusWhihi.. gimana kalau suaminya yang udah ketahuan pinter mengolah data n memotivasi? :D
BalasHapusitu susah nyarinya :D
HapusBener tuh mbak Della. Mungkin, piknik duluuu deh, Mil. Kali aja bisa bikin presh. . . :D
BalasHapusudah sering piknik inih, masih belum presh. mungkin perlu ke luar negeri ya pikniknya :D
BalasHapusmungkin saya setuju dengan ide terakhir yang Milo sampein...:D, lama gak menjenguk blogmu...:)
BalasHapuside yang mana yaaa? *pura2 nggak tau*
Hapus