Sekitar bulan Januari lalu aku menonton suatu acara lawak di mana salah satu pelawak berkata, "Bohong itu ada tiga: bohong, bohong jahat, sama statistik." Saat mendengar hal itu aku langsung sewot. Statistik itu bidang ilmu. Keterlaluan kalau menuduh satu bidang ilmu sebagai bentuk kebohongan. Padahal ilmu statistik digunakan dalam penelitian di bidang-bidang lain. Kalau begitu, penelitian-penelitian tersebut bohong juga?
Karena penasaran, aku pun googling mengenai perkataan itu. Jangan tanya kenapa aku ujug-ujug googling. Just followed my hunch. Daaan ternyata "bohong, bohong jahat, dan statistik" itu merupakan versi Indonesia dari "lies, damned lies, and statistics". Dalam buku How to Lie with Statistics, ada kutipan kalimat tersebut yang dituliskan sebagai kalimat dari Disraelli. Namun, dari yang kubaca di artikel ini, ternyata itu bukan ucapan maupun tulisan Disraelli. Ada yang menyebutkan bahwa itu adalah perkataan Mark Twain.
Lalu, apa benar statistik itu bohong? Ada yang berkomentar, statistik memang bohong, tingkat kepercayaannya tidak pernah 100%, paling-paling 95% atau 98%. Ini alasan yang konyol untuk menuduh bahwa statistik itu bohong. Statistik dalam konteks kalimat orang tersebut adalah statistik sebagai estimasi terhadap nilai parameter. Dalam melakukan estimasi nilai parameter menggunakan nilai statistik, tentu saja tidak mungkin mengaku-ngaku tingkat kepercayaannya 100%. Namanya juga estimasi, selalu ada peluang berbedanya nilai statistik dan parameter. Kalau mengaku tingkat kepercayaannya 100%, itu justru bohong.
Namun, statistik memang rentan dijadikan alat untuk berbohong. Kalau bisa diibaratkan, statistik itu seperti pisau dapur yang sering disalahgunakan untuk menusuk orang. Yeah, analogi yang aneh, tapi nyambung lah. Statisik sering dijadikan alat berbohong. Contohnya? Misalnya saja survei mengenai elektabilitas menjelang pemilu atau pilkada. Demi membuat elektabilitas salah satu calon terlihat tinggi, bisa saja penyelenggara survei melakukan manipulasi. Bisa saja dengan mengutak-atik agar daerah yang menjadi sampel adalah daerah basis pendukung salah satu calon. Kebohongan menggunakan statistik dengan modus serupa juga bisa dilakukan saat menghitung hasil panen suatu daerah. Bisa saja pengambilan sampelnya dimanipulasi agar yang menjadi sampel adalah lahan sawah yang hasil panennya bagus sedangkan lahan yang panennya kurang bagus tidak dijadikan sampel. Contoh lainnya adalah pemimpin daerah yang menggunakan data yang menguntungkan saja. Saat evaluasi kinerja, data kemiskinan yang digunakan adalah data kemiskinan yang rendah. Saat ribut bantuan, data kemiskinan yang digunakan adalah data kemiskinan yang tinggi.
Berbohong memang ada saja caranya dan alatnya, salah satunya dengan statistik. Tapi, bukan berarti kita harus antipati terhadap statistik karena dalam hal ini yang bermasalah adalah sebagian orang yang menggunakannya.
Namun, statistik memang rentan dijadikan alat untuk berbohong. Kalau bisa diibaratkan, statistik itu seperti pisau dapur yang sering disalahgunakan untuk menusuk orang. Yeah, analogi yang aneh, tapi nyambung lah. Statisik sering dijadikan alat berbohong. Contohnya? Misalnya saja survei mengenai elektabilitas menjelang pemilu atau pilkada. Demi membuat elektabilitas salah satu calon terlihat tinggi, bisa saja penyelenggara survei melakukan manipulasi. Bisa saja dengan mengutak-atik agar daerah yang menjadi sampel adalah daerah basis pendukung salah satu calon. Kebohongan menggunakan statistik dengan modus serupa juga bisa dilakukan saat menghitung hasil panen suatu daerah. Bisa saja pengambilan sampelnya dimanipulasi agar yang menjadi sampel adalah lahan sawah yang hasil panennya bagus sedangkan lahan yang panennya kurang bagus tidak dijadikan sampel. Contoh lainnya adalah pemimpin daerah yang menggunakan data yang menguntungkan saja. Saat evaluasi kinerja, data kemiskinan yang digunakan adalah data kemiskinan yang rendah. Saat ribut bantuan, data kemiskinan yang digunakan adalah data kemiskinan yang tinggi.
Berbohong memang ada saja caranya dan alatnya, salah satunya dengan statistik. Tapi, bukan berarti kita harus antipati terhadap statistik karena dalam hal ini yang bermasalah adalah sebagian orang yang menggunakannya.
Kasus ini memang pernah mencuat saat berlangsungnya PILKADA atau PILPRESS. Statistik yang dikelurkan lembaga tertentu kadang berdasarkan atas pesanan ATAU dibayar pihak pihak tertentu. Memang harus ada pengujian bersama dan bisa dipresentasikan mengapa bisa ketemu angka angka itu
BalasHapusiya, memang perlu dijelaskan metodenya, termasuk sampling frame-nya, biar ketahuan angkanya bener atau manipulasi :D
Hapusstatistik enggak bohong, hanya saja sering digunakan sebagai alat untuk berbohiong. Begitu kan mbak, maksudnya?
BalasHapusiyak betul. enha pinteeeer!
HapusYah kirain postingan tentang cara ngebedain statistik yang bohongan dan yang engga hehe
BalasHapusKalau Statistik masuk nominasi bohong, bagaimana dg fuzzy logic, ya. :D
BalasHapusPerumpamaan dg statistik kurang bijak ya, Mbak? :P
Memang statistik bisa dijadikan alat untuk berbohong, ya, Mbak... Mungkin ini yang dinamakan punya ilmu bukannya untuk kebaikan, malah buat kebohongan.
BalasHapus