Selasa, 09 Oktober 2012

Mengeluh vs Menikmati

Aku sering merasa bosan tinggal di sini. Suntuk, istilah kerennya. Kenapa? Well, nyaris lima tahun tinggal di Jakarta (meskipun Jakartanya masih agak pinggiran), aku lumayan dimanjakan dengan berbagai fasilitas. Perlu internet? Warnet tersedia. Mau beli buku? Cukup naik Transjakarta lalu turun di halte Tegalan, sampailah di toko buku terbesar di negeri ini. Mau belanja baju, sepatu, dengan harga terjangkau? Cukup naik angkot dua kali sudah sampai di Pasar Jatinegara. Naik angkot sekali sudah sampai di PGC. Pilihan banyak, harga terjangkau. Mau makan? Warung makan dengan berbagai jenis masakan tersedia. Warung Padang, Warteg, tukang soto mie, tukang sate Madura, tukang siomay, tukang batagor, tukang pempek, semua ada. Mau jalan-jalan? Bisa ke Kota Tua, kalau mau jauh sedikit bisa ke Kebun Raya Bogor. Dan di kabupaten ini? Di tahun pertama aku penempatan di sini, warnet tidak banyak, jauh pula. Belanja? Err, pilihannya sangat terbatas. Tempat wisata? Umm, tempat wisata yang 'benar-benar dikelola' bisa dibilang tidak ada. Memang ada tempat yang lazim didatangi warga untuk refreshing, tapi karena tidak dikelola, ya, kondisinya kurang menarik. Ujung-ujungnya pergi ke kabupaten sebelah yang jauhnya puluhan kilometer. Ditambah lagi, daerah ini jauh dari mana-mana. Ke Banda Aceh bisa makan waktu sepuluh jam. Ke Medan bisa sepuluh sampai dua belas jam. Mau makan pun susah karena jarang ada rumah makan yang menyediakan menu 'nasional'.

Kalau aku menyampaikan keluhan itu pada kawanku yang penempatan di Jakarta, dia mungkin akan bersimpati. Tapi, kalau aku mengeluh seperti itu pada kawanku yang ditempatkan di pedalaman Papua sana, atau di pulau terpencil di sekitar Sulawesi sana, besar kemungkinan aku akan dibilang, "Nggak bersyukur!" Mungkin akan ada yang berkata, "Kamu mending ke ibu kota provinsi bisa lewat jalan darat. Kami mesti naik boat, udah gitu lanjut naik mobil lagi." Mungkin ada juga yang akan berkata, "Kamu mending, cuma susah internetan. Kami di sini mau nelpon aja mesti manjat pohon." Atau bisa juga diomeli begini, "Kamu masih mending, masih bisa jalan-jalan ke kabupaten sebelah. Kami di sini jalan-jalan cuma bisa muter-muter di pulau seuprit."

Hihihi, memang tidak bersyukur, sih. Masih banyak yang lebih 'sengsara' daripada aku. Padahal, sebenarnya kalau dinikmati, tinggal di kabupaten ini nggak sengsara-sengsara amat. Perjalanan kos-kantor yang membosankan pun bisa jadi menyenangkan kalau dinikmati. Aku bisa melihat sawah-sawah yang menghijau (atau menguning bila hampir panen). Kadang terlihat seperti permadani. Aku juga bisa menikmati langit biru dan awan yang seperti permen kapas. Kalau sedang jeda antara musim panen dan musim tanam, biasanya aku bisa melihat bangau-bangau bermain di sawah. Seperti dalam foto-foto ini:

Pemandangan dalam perjalanan ke kantor

Pemandangan dalam perjalanan ke kantor (2)

Pemandangan dalam perjalanan ke kantor (3)
Pemandangan dalam perjalanan ke kantor (4)
Para bangau sedang berpesta
Hal-hal sederhana seperti itu sebenarnya bisa untuk refreshing juga, kan? Tapi, ya, dasar manusia. Suka mengeluh. Padahal, kan, hal sekecil apapun, sesederhana apapun, kalau dinikmati akan terasa indah. Seperti kucing kepunyaan Celine dalam film Before Sunset yang katanya "setiap pagi melihat sekelilingnya seperti baru pertama kali melihatnya". Kalau memandang dengan cara begitu, tentu akan menghargai apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dialami. Tapi, tidak mudah, siiiiih... Aku sendiri masih belum bisa mempraktikkannya, hehehe...

38 komentar:

  1. Blang pidie ya mbak? Aku punya teman orang situ tp jelasnya dimana aku juga nggak tahu, ada juga teman yg kerja di RSnya ntar deh tak tanya2 ya siapa tahu bisa kenalan sama mbak Milla

    BalasHapus
  2. lhah...pemandangan sebegitu indahnya...
    lhah di sini aku sepanjang mata memandang cuma gedung2 tinggi menantang langit...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, saya malah kangen gedung tinggi :D

      Hapus
    2. haiss....tukeran yuukk...hehehe...

      **inilah dua orang yg kurang bersyukur...sukuriiinnn....

      Hapus
    3. Emoh ah kalo tukerannya ke Hongkong. Ongkos pulang kampungnya mahal :'(

      Hapus
  3. wow, langitnya main mil... memanjakan mata :)

    BalasHapus
  4. enak dong bisa lihat sawah dalam perjalanan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah, gak cuma ke kantor. Di sini mah kemana-mana ketemunya sawah juga :D

      Hapus
  5. Alamnya cantik ya Milo. Sy ingat ke Jakarta terakhir tahun 2002, gak nyaman. Langitnya kelabu, bukannya biru. Sekarang pasti masih begitu ... kata Una di blognya juga begitu. Waktu itu hanya beberapa hari di Jkt sy rindu dgn langit biru. Eh, tp dulu di tempat Milo di Jkt, langitnya masih biru ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu di Jakarta saya malah nggak pernah merhatiin langit :D

      Hapus
  6. Mil, kerja apa di Abdya mil?
    Persawahan itu, aku familiar banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kok bisa kelewat ini komen sampe nggak di-reply :'(

      Hapus
  7. klo kata falsafah orang jawa,orang jawa itu selalu untung...untung masih di aceh,bukan di papua..untung masih di papua,bukan di papua new guinea..pokoke untung terus

    BalasHapus
    Balasan
    1. keserempet mobil pun untung karena masih hidup :p

      Hapus
  8. wah benar juga.. terkadang manusia lupa akan nikmat yang diberikan... kurang mensyukurinya... @.
    well... mari kita sama-sama introspeksi aja dah @.

    BalasHapus
  9. Balasan
    1. kerja apa, yaaa? kasih tahu gak, yaaa?

      pokoknya PNS :p

      Hapus
  10. nikmati saja pasti akan jauh lebih enak dari jakarta.... percaya deh.. sudah pernah mengalami seperti dirimu sih dulu.. hehehe

    BalasHapus
  11. Saat jarak rumah ke tempat kerja masih 30 km, saya selalu mengeluh karena tiap pagi rasanya dikejar wktu
    Saya mbayangkan betapa enaknya jika jarak rumah ke tempat kerja deket.
    Nah sekarang, ketika saya pindah rumah dan jarak ke kantor cuma 300 meter, ternyata tiap pagi juga tetep ngerasa dikejar2 waktu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. jauh dekat, tetap merasa dikejar waktu, ya, Pak :)

      Hapus
  12. pemandangan kos kantor yang bagus dan sejuk, keluhan itu mungkin ada sebab lainnya ya mbak ^_^)

    BalasHapus
  13. wah, mil. ...aku malah seneng nek pemandanganku tiap hari kayak gitu. aku bakal ngayal klw aku lagi di bantul atau sleman..hihihihihiih #sekalian curhat#....disini lho nek meh lihat sawah mesti ke dusun, 60 km baru ketemu sawah

    btw, kok komenmu di salahsatu tulisanku nggak ada, ya? padahal udah tak munculin semua tuh komen2nya?
    oya, pasang ae linknya, aku udah berani kok sekarang...hihihihi..asal jangan kamu pasang di FB aja ya, kayak kamu suka share link blogmu getooo :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang di Sleman sama Bantul banyak sawah juga?

      udah kupasang tuh link-nya :p

      Hapus
    2. banyak banget malah :)

      miiil... Linknya dihapus aja dh..aq g siap terkenal kyk kamu..yah..yah... Hapus yah.. Mksh millo :)

      Hapus
  14. milllll.... kok yang "ganteng itu kamu" nggak ada tho? padahal kan aku belum baca tuntas :(

    BalasHapus
  15. Barusan aku komen panjang trus mati lampu.... *misuh-misuh* @.@

    BalasHapus
  16. Otista ya mbak yg dimaksud Jakarta pinggiran :D

    Pulau di sekitaran Sulawesi itu calon tempatku mengabdi mbaa.. mudah2n gak ampe manjat pohon buat cari sinyal.. hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, iya Jakarta pinggirannya itu maksudnya Otista

      banyak2 berdoa aja ya biar tempatmu nanti gampang dapet sinyal :p

      Hapus
  17. Baru tahu pinggiran jakarta ada pemandangan seindah ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu BUKAN di pinggiran Jakarta, itu foto di Aceh Barat Daya.

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!