Kamis, 02 Juni 2022

Hujan dan Ojek

Tadi sore aku memesan ojek online. Cukup lama menunggu, ojeknya tidak kunjung datang. Baruuu saja berkata, "Keburu hujan, nih!" hujan benar-benar turun. Mau membatalkan pesanan pun rasanya tidak enak hati. Aku juga khawatir memikirkan barang-barang di tasku kalau dibawa hujan-hujanan naik ojek. Kawanku memberi saran untuk meninggalkan tas di kantor. Toh, besok masuk lagi, begitu katanya. Aku pun mengikuti sarannya. Aku cuma membawa pulang dompet, ponsel, dan charger-ku, yang semuanya kumasukkan ke kantong plastik. 
Beberapa menit kemudian ojek sampai di depan kantor. Hujan deras. Lanjut naik ojek tidak, ya? Ojeknya sudah terlanjur datang. Ya, sudah. Aku pun naik ojek dan memakai jas hujan milik bapak pengemudi ojek. Sepanjang jalan wajahku dihantam air hujan. Sepertinya butiran air hujannya cukup besar.

Sudah lebih dari setengah perjalanan, aku teringat barang-barang yang kubawa. Ternyata ada satu barang penting yang lupa kubawa pulang: KUNCI. Bagaimana aku bisa masuk ke kos kalau tidak membawa kunci? Mau menelepon bapak kos kalau sudah sampai kos? Sepertinya sulit. Kalaupun bapak kos bisa membukakan pintu kos, bagaimana dengan pintu kamar? Kalau dia tidak punya kunci kamarku bagaimana? Opsi lainnya adalah menginap di kos teman. Tunggu. Memangnya aku punya teman? Baiklah. Kita pikirkan opsi lain lagi. Menginap di hotel? Bisa, sih. Tapi aku juga perlu ganti pakaian karena pakaianku basah kuyup. Jadi, tetap perlu masuk ke kamar kos.

Akhirnya aku meminta bapak pengemudi ojek untuk berhenti sebentar. Aku pun menyampaikan kalau ada barang yang ketinggalan di kantor dan meminta dia mengantarku kembali ke kantor lalu nantinya mengantarku ke kos. Ongkos akan kutambah. Si bapak setuju. Kami pun kembali ke kantor. Hujan masih deras. Sepertinya aku tidaj sanggup kalau hujan-hujanan lagi di perjalanan kantor-kos berikutnya. Akhirnya, setelah sampai di kantor aku membatalkan rencana untuk pulang (lagi) naik ojek. Aku membayar saja sesuai perjanjian sebelum kembali ke kantor.

Aku segera ke ruangan dan mengambil tasku. Lalu pulang naik bajaj. Seharusnya dari awal langsung naik bajaj saja, ya. Sayangnya sewaktu mau pulang aku tidak tahu kalau sudah ada tanda-tanda akan turun hujan. Jadi, aku santai saja memesan ojek online. Ternyata hujan. Jadinya malah buang-buang ongkos untuk hujan-hujanan naik motor. Bolak-balik pula, kantor-kos-kantor. Benar-benar seperti seterikaan.

Pengalaman yang benar-benar konyol. Kalau ada level dumb and dumber, mungkin kebodohanku kali ini sudah di level lain, yaitu begonya nggak ketaker.

Pengalaman bodoh ini mengingatkanku pada kebodohan semasa kuliah dulu. Sehabis pulang kampung, aku kembali ke Jakarta. Sampai di kos aku baru menyadari kalau kunci kamarku tertinggal di kampung. DI KAMPUNG! Masa iya aku harus pulang kampung lagi demi mengambil kunci. Ibu kos pun sama sekali tidak membantu. Katanya dia tidak memiliki kunci cadangan. Dia juga tidak membantu mencarikan tukang kunci untuk membukakan pintu. Akhirnya aku menginap di rumah kawanku. Besok harinya aku kembali ke kos daaan... kamar kos masih terkunci. Akhirnya aku ke toko bangunan dekat kos dan menanyakan apa ada yang bisa membantu membuka kunci dan sekaligus menggantinya. Alhamdulillaah ada yang bisa.

Dan ternyata terjadi lagi, kunci ketinggalan. Ternyata perbuatan bodoh bisa berulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!