Sabtu, 09 Maret 2019

Tahun 2018-ku

Sepertinya baru kemarin masuk tahun 2019. Ternyata sudah dua bulan berlalu. Sudah masuk bulan Maret. Jadi ingin bercerita tentang tahun 2018-ku. Osokunai? Hahaha! Hare gene baru mau cerita kilas balik 2018. Yah, maklum. Aku memang sering begitu, baru tertarik pada sesuatu kalau orang lain sudah melupakannya. Alesan doang ding.

Awal tahun 2018 lalu aku tidak menceritakan pengalamanku di tahun 2017 karena terlalu suram. Jadinya malah menceritakan drama-drama yang kutonton di tahun 2017. Mau mengulangi membuat tulisan serupa tapi sepertinya drama yang kutonton di tahun 2018 tidak banyak yang menarik untuk diceritakan. Jadi, aku curhat saja.

Pindah
Februari 2018 aku pindah ke Jakarta. Tugas baru, rekan kerja baru, rutinitas baru, butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan semua hal baru. Apalagi (sepertinya) aku termasuk orang yang sulit menyesuaikan diri dengan perubahan. Sebulan pertama benar-benar melelahkan jiwa. Aku masih gagap menggunakan berbagai aplikasi untuk mengolah data. Aku juga masih segan bertanya ke senior atau atasan. Ada satu kejadian yang membuatku benar-benar tertekan yaitu sewaktu mendapat giliran piket telepon untuk pertama kali. Dengan pengetahuan pas-pasan, aku harus menjawab berbagai pertanyaan. Lewat telepon. Aku yang selama ini malas menelepon orang, yang sering deg-degan kalau akan menelepon, yang sebisa mungkin berkomunikasi dengan orang lain secara tertulis saja, harus mengangkat telepon dan berbicara dengan konsumen. Salah satu konsumen yang menelepon bahkan mengira aku anak magang. Yah, kemampuanku memang setara atau malah di bawah anak magang. Yang lebih menyebalkan adalah nada bicaranya. Karena kesal, aku memberikan telepon itu pada rekan sebelahku. Saat itu juga aku merasa tidak ada yang membantuku. Mungkin yang lain terlalu sibuk. Saat itu aku langsung bertekad untuk membuat proyek (halah, nggaya pake istilah proyek) tulisan di blog untuk mengalihkan pikiran. Aku menulis Belajar Bahasa Inggris dari Sherlock dan Ngulik Lirik Lagu When I Saw You.

Ternyata itu masih belum cukup ampuh mengalihkan pikiranku dari kegalauan. Akhirnya aku konsultasi ke dokter di kantor dan disarankan ke psikolog di kantor. Salah satu kemewahan yang tidak bisa dirasakan sewaktu di daerah: konsultasi ke psikolog tidak perlu pergi jauh, cukup ke gedung sebelah. Meskipun disibukkan pekerjaan kantor, ibu psikolog (yang sekarang sudah agak kulupakan wajahnya) masih meluangkan waktu mendengarkan curhatku. Aku diminta berdoa sungguh-sungguh mau menjadi seperti siapa. Saat itu yang terlintas adalah Nino, member Arashi. Ealah, kok malah boiben? Saat itu masalahku adalah aku takut berinteraksi dengan orang. Sederhananya seperti itulah. Lalu, kenapa Nino? Dari yang kulihat di variety show, Nino mudah sekali dekat dengan orang tanpa bersikap sok ramah atau sok baik. Sepertinya mudah sekali memulai pembicaraan dengan Nino. Sebenarnya aku juga ingin seperti Ohno yang super tenang bin damai. Lalu, berhasil? Entah ya. Masih belum seperti Nino, sih. Namun, kegalauanku sudah berkurang dan sudah sedikit terbiasa menerima telepon dan sedikit terbiasa bertemu konsumen. Aku juga sudah terbiasa mengganggu senior dengan pertanyaan-pertanyaanku.

Belanja Buku Impor
Sebelum bertemu psikolog, aku sempat mencari-cari tulisan mengenai kecemasan dan depresi yang kualami. Ada beberapa buku menarik dan kuharap bisa membantuku sembuh. Aku pun membeli beberapa buku. Satu buku kubeli di Amazon dan dua buku kubeli di tokopedia tapi tetap diimpor dari luar negeri. Yang kubeli di tokopedia sampai dengan selamat. Yang kubeli di Amazon lain cerita. Karena ongkos kirimnya mahal, aku memilih pengiriman yang tidak dapat dilacak. Alhasil, aku galau menunggu-nunggu. Ketika paket tidak datang di hari yang dijanjikan, aku langsung menghubungi Amazon hari itu juga. Entah kenapa waktu itu aku benar-benar tidak sabaran. Katanya alamatku dideaktivasi atau apalah. Sekarang aku baru sadar, sepertinya deaktivasi itu karena aku membayar menggunakan VCN (Virtual Card Number) yang pada saat pengiriman barang tersebut nomornya sudah tidak aktif. Mungkin begitu. Setelah aku komplain, operator memintaku membatalkan transaksi sebelumnya dan memberikan voucher gift untukku. Mungkin karena tidak bisa mengembalikan uangku ke nomor rekening virtual yang sudah tidak aktif. Aku pun membeli buku yang sama dengan voucher tersebut.

Waktu berlalu. Meskipun barang belum datang di hari yang dijanjikan, aku tidak komplain lagi. Sewaktu aku iseng ke bagian ekspedisi, ada dua paket dari Amazon. Yang pertama adalah pesanan pertama yang sudah kubatalkan. Ternyata terlambat sekitar sepuluh hari. Yang kedua adalah pesanan kedua yang terlambat sekitar dua minggu. Aku galau. Dapat dua buku begini, yang satu halal nggak? Tumben memikirkan halal atau tidak. Kalau dikembalikan ke Amazon pun ongkos kirimnya lumayan menguras dompet. Aku memutuskan menghubungi Amazon lagi menanyakan apakah apabila aku mengirimkan kembali buku tersebut mereka akan menanggung ongkos kirimnya. Ternyata kata mereka aku tidak perlu mengirimkan buku tersebut. Aku masih galau. Bagaimana kalau kubayar saja seharga bukunya? Ternyata kata operatornya tidak usah. Jadinya buku itu bisa dianggap halal. Karena mubazir kalau kedua buku itu kusimpan, akhirnya aku menawarkan buku itu ke "teman-teman" di Facebook. Cukup lama tidak ada yang tertarik sampai akhirnya ada satu yang mau mengadopsi buku itu. Nggak jadi mubazir.

Buku yang dibeli dengan penuh drama tapi akhirnya tidak dibaca

Menimbun Buku
Selain membeli buku impor, aku juga membeli buku terbitan dalam negeri. Banyak. Awalnya aku tidak mau membeli buku lagi karena minat bacaku sudah menurun drastis. Namun, sewaktu aku diminta kakakku dan sepupuku membeli buku untuk mereka, aku khilaf. Kebetulan saat itu sedang diskon. Di antara buku diskonan itu ada botchan yang dramanya pernah kutonton. Ada juga Alice in Wonderland. Ada juga buku yang tidak diskon tetapi merupakan buku lanjutan dari seri The Bliss Bakery yang pernah kuikuti. Yang kutemukan adalah buku keempatnya yaitu Magic by the Mouthful. Akhirnya yang kubeli jauh lebih banyak dari pesanan mereka. Dan sampai sekarang dari semua buku itu belum ada yang kutamatkan. Buku impor yang kubeli pun belum ada yang selesai kubaca. Hiks. Semoga tahun ini tidak khilaf belanja buku lagi.

Keliling Indonesia
Hehe, bukan keliling Indonesia, ding. Hanya ke beberapa provinsi yang belum pernah kukunjungi: Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, dan Maluku. Meskipun aku tidak suka dan galau kalau dinas ke daerah, tetap harus bersyukur karena mendapat pengalaman ke tempat baru. Apalagi sewaktu ke Ambon, Maluku. Itu adalah pengalaman pertamaku ke zona waktu WIT (Wwaktu Indonesia Timur). Beda waktu dua jam! Norak ya? Memang. Aku sampai membuat tangkapan layar dari tampilan ponselku yang menunjukkan perbedaan waktu. Mohon abaikan wajah ganteng yang jadi wallpaper ponselku.


Ada dua waktu: waktu setempat, Ambon (15:05) dan waktu tempat tinggal yang biasa (13:05)


Maklum lah. Sebelumnya aku cuma berkeliaran di WIB saja dan cuma merasakan perbedaan waktu salat sekitar 45 menit antara Aceh dan Brebes. Jadi kalau aku menelepon ibuku setelah Maghrib, di Brebes sudah selesai salat Isya. Biasanya begitu. Jamnya ya sama saja. Kalau di tempatku jam tujuh, di tempat ibuku juga jam tujuh.

Apa lagi ya yang bisa kuceritakan? Sepertinya tidak ada lagi.

4 komentar:

  1. Wah aku kok ya pas mau nulis reviu tentang 2018-ku.
    Pengen jugaaa ke Maluku... belum pernah T__T

    BalasHapus
  2. Aku baru tahu ada kecemasan karena ketemu orang baru mba. Meski aku juga introvert, tapi tergantung siapa yg ngajak ngobrol. Kadang malah baru kenal 1-2 jam bisa sangat cair obrolannya. Apa akunya aja yg terlalu sante ya. Hehe.
    Btw, gimana cara beli buku di amazon selain pake VCN?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin waktu itu memang lagi parah-parahnya, gampang banget cemas. Orang introvert kan belum tentu canggung ketemu orang baru. Bisa jadi orang yang gampang bersosialisasi sama orang tapi ternyata introvert.

      Kalo nggak pake VCN ya pake kartu kredit beneran :D

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!