Rabu, 31 Agustus 2016

30 and Stay Sane

I've been living in this world for 30 years, 1 month, and several days. Aaand I'm tired. It's not like I want to die, by the way. I just don't know what I want to pursue anymore. Study? No, thank you. Postgraduate is more than enough for me. I don't want to go through research drama anymore. Work? Nah. I don't intend to get higher position. And my job is not interesting anymore. I'm not as eager as the first time I get the job. In the first three years, I did my job earnestly. And then many unpleasant occurences ruined my spirit. I become not so passionate anymore about my job. I just whine and complain. Maybe many people around me are a bit irritated listening to my whining. And my friend in Facebook too.

Selasa, 30 Agustus 2016

Menjejaki Jalan Kenangan

Retrace the path we used to take to go there. Itu poin yang mengena di pikiranku dari Arashi's Discovery oleh Ohno Satoshi hari ini.

Menapaki kembali jalan-jalan yang pernah kulewati. Jadi teringat sewaktu ikut jalan sehat dengan ibu dan adikku tahun lalu. Aku melewati jalan-jalan yang pernah aku lewati dulu, entah saat main ke rumah teman atau bersepeda keliling kampung. Dan ... semuanya terlihat berbeda. Rasanya bukan seperti mengunjungi tempat "bermain"-ku di masa lalu. Rasanya seperti ke tempat asing. Tanah kosong yang dulu penuh ilalang, sekarang sudah jadi komplek perumahan. Rumah-rumah pun terlihat berbeda. Entah memang bangunannya berubah, atau aku yang sudah lebih tinggi sehingga rumah-rumah itu terlihat berbeda.

Jumat, 26 Agustus 2016

Dicubit Doang


Alah, dicubit doang pake ngadu. Dulu gue dipukul pake penggaris biasa aja.

Cuma dicubit gitu. Dulu gue digampar sama guru, santai aja.



Sebagian orang berkomentar demikian ketika membaca berita seorang guru dilaporkan karena mencubit muridnya. Siapa sih yang tidak geram mendengar seorang guru dipidanakan lantaran satu kasus yang (kelihatannya) sepele? Melaporkan seorang guru karena mencubit anak kita kelihatannya berlebihan, ya? Seharusnya kasus seperti ini bisa diselesaikan antara orang tua murid dan pihak sekolah tanpa dibawa ke ranah hukum. Namun, aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan si orang tua tersebut kalau membawa kasus itu ke ranah hukum. Itu kan haknya sebagai warga negara. Dia merasa anaknya menjadi korban tindak kekerasan oleh gurunya sehingga melaporkan sang guru.

Minggu, 14 Agustus 2016

Korban SPG Kosmetik

Pagi tadi aku khilaf. Maksud hati ke pasar untuk beli pisang, eh tiba-tiba ada mbak-mbak yang mendekatiku. "Sini, Kak, sebentar aja," katanya sambil menarikku ke meja yang penuh tabung-tabung krim. Aku mau menolak tapi tidak enak. Entah kenapa. "Coba sebentar," katanya sambil langsung mengoleskan krim di tangan kananku. Sebentar kemudian dia membersihkan krim itu dengan handuk basah lalu membersihkan sisa krim yang ada di tangan. "Coba bandingin. Beda kan?" katanya sambil membandingkan tangan kanan dan kiriku. "Ini bisa buat ngilangin jerawat, flek-flek. Dipake kaya masker," dia menunjukkan gambar wajah penuh krim yang ada di papan.

"Kakak ke sawah?" tanyanya. "Nggak." "Ini juga bisa buat alas bedak kalo ke kantor," katanya. "Ini juga bisa dipake suami," katanya lagi. Gue nggak punya suami!

Kamis, 11 Agustus 2016

Wanseponetaim in Pulau Nasi and Pulau Breuh

Aku sudah lama ingin ke Pulau Nasi. Alasannya? Penasaran. Itu doang? Iya. Gara-gara ada blogger yang menceritakan serunya jalan-jalan ke sana aku jadi penasaran. Dan bulan lalu teman dari Traverious menawari ikut open trip ke Pulau Nasi dan Pulau Breuh. Sungguh tawaran yang menggoda. Sayangnya berangkatnya hari Jumat dan itu artinya aku harus membolos sehari. Sewaktu aku bercerita pada ibuku, katanya, “Ya, udah. Nggak papa bolos sehari.” Teman sekantorku juga berkata senada. Merasa didukung untuk membolos, aku pun memutuskan ikut. Saat aku memberitahu ibuku kok ya malah ditanya, “Berarti mbolos sehari?” Lah, kan, udah kasih tahu dari awal, Mak! Kawanku juga bereaksi sama. “Berarti Jumatnya bolos?” Hadeuh. Kali lain kalau ada yang berkata, “Nggak papa bolos sehari.” Aku wajib curiga kalau dia sebenarnya tidak terlalu memperhatikan ceritaku dan komentarnya sekadar komentar keceplosan yang tidak dipikir matang-matang sehingga kurang sahih untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Kamis, 04 Agustus 2016

Warteg

Warteg. Apa yang terpikir di kepalaku ketika mendengar kata warteg alias warung tegal? Yang paling sering muncul di kepalaku adalah kenangan saat menginap di warteg bulikku sewaktu kali pertama datang ke Jakarta. Sekalinya datang ke Jakarta, langsung menginap di warteg dengan bangunan yang terbuat dari triplek dan kamar mandi yang alakadarnya. Aku tidur di lantai atas. Tidur di bangunan sederhana tidak terlalu masalah buatku. Toh cuma beberapa hari. Namun, melihat kamar mandinya yang alakadarnya dan sedikit terbuka aku langsung ribut, "Nggak mau mandi! Nggak mau mandiiiii!" Bulikku pun menyarankan untuk mandi pagi-pagi buta sehingga masih sepi. Akhirnya mandi juga meskipun cemas ada orang yang lewat. Apakah semua warteg seperti itu? Entah yaaa. Melihat bangunan warteg yang rata-rata sederhana, semi permanen, dan sempit, sepertinya memang bukan tempat yang sesuai untuk tempat tinggal. Namun, tempat tinggal pemilik warteg di kampung halamannya jauh berbeda. Di kampungku, semasa rumah orang-orang umumnya masih berlantai ubin biasa (tegel), rumah para pemilik warteg sudah berlantai keramik. Rumah mereka megah. Yah, meskipun sebagian besar cuma jadi rumah kosong karena pemiliknya justru tinggal di Jakarta, di wartegnya yang sederhana.

Selasa, 02 Agustus 2016

Tentang Kamu

Barusan aku melihat di page tentang Bahasa Korea ada yang bertanya bagaimana menyebut "you" dalam Bahasa Korea. Aku ingin menjawab pertanyannya. Namun, karena takut meyesatkan, aku membahasnya di sini saja. Biasanya dalam bahasa tersebut kata ganti orang kedua dalam pembicaraan (lawan bicara, atau "kamu") tidak digunakan. Ada sih, kata ganti orang kedua, misalnya (neo, biasanya digunakan saat bicara dengan teman atau kepada yang lebih muda), 당신 (dangsin, biasanya hanya digunakan oleh pasangan (spouse) atau dalam kondisi marah), 그대 (geudae, hanya digunakan dalam puisi atau lagu). Yang kuingat cuma itu.