Tahun 2014 sudah berlalu. Banyak cerita di tahun 2014 yang ingin
kubagikan lewat blog tapi selalu saja urung kutuliskan. Bukan. Alasanku bukan
sibuk. Tahun-tahun sebelumnya juga aku sibuk tapi banyak juga yang bisa
kuceritakan di blog ini. Tapi, di tahun 2014 terlalu banyak godaan. Setiap buka
laptop aku bukannya membuat blogpost tapi malah nonton, browsing situs lucu,
baca komik, dan segala hal tidak penting lainnya. Dan sebelum semuanya
terlupakan, aku ingin mengabadikannya di sini, dalam satu tulisan.
Resolusi yang Gagal
Resolusiku di awal 2014 adalah: tidak bekerja lembur alias tidak
ngantor setelah lewat pukul 16.30 dan tidak ngantor saat weekend. Temanku
langsung mengatakan bahwa resolusiku itu hal yang mustahil. Dan memang benar.
Tidak butuh waktu lama untuk menggagalkan resolusi itu. Masih ada pekerjaan
yang membuatku ngantor di hari Sabtu dan Minggu. Entry Susenas lah, entry Podes
lah, pelatihan SOUT lah. Macam-macam.
Ganti Bos
Sejak kali pertama bekerja di Aceh Barat Daya, yaitu tahun 2009, sampai
tahun 2013, aku tidak pernah berganti pimpinan. Jadi, aku sudah terbiasa
bekerja dengan bosku dan sudah terbiasa dengan gaya bekerjanya. Dan saat ada kabar
bahwa bosku akan dipindah ke kabupaten lain, aku lumayan sedih. Tapi, aku
teringat status Tere Liye yang sering mengatakan untuk melihat perpisahan dari
sisi yang pergi. Aku pun berusaha melihat kepindahan bos dari sisi bosku
sendiri. Kabupaten yang akan jadi tempat kerjanya adalah kampung halaman
istrinya, jadi ia akan lebih dekat dengan keluarga. Bagus, kan? Pikiran itu
membuatku tidak bersedih lagi. Ditambah lagi pikiran bahwa siapa tahu di tempat
baru bosku akan lebih sukses dan berprestasi. Buat apa sedih kalau ternyata
tempat yang baru lebih baik untuk bosku?
Tapi, ternyata adaptasi dengan bos baru tidak mudah. Sifat yang
berbeda, cara kerja yang berbeda, membuatku tidak terlalu nyaman dengan bos
baru ini. Well, aku termasuk orang yang butuh waktu lama untuk beradaptasi.
Tes TOEFL
Aku berniat mendaftar beasiswa, yang salah satu syaratnya adalah skor
TOEFL minimal 450. Awalnya aku mencoba tes prediksi TOEFL pada awal 2014
bersama Rika dan teman-teman lainnya. Aku tidak berani langsung tes ITP karena
mahal. Takut sudah bayar mahal-mahal tapi hasil tesnya jelek, hehehe.. Ternyata
hasilnya lumayan. Karena aku mengira TOEFL yang disyaratkan adalah ITP, aku tes
lagi untuk TOEFL ITP di Unsyiah pada bulan Maret. Karena tesnya diadakan pada
hari kerja, yaitu hari Jumat, aku pun membolos. Seperti biasa aku menumpang di
rumah Yuk Era di Banda Aceh. Awalnya aku bingung bagaimana cara ke tempat tes
karena aku tidak paham lokasinya. Beruntung Yuk Era dan dua orang temanku
ternyata ikut tes juga. Tes listening-nya lebih sulit dari tes yang prediksi.
Hiks! Alhamdulillah saat hasil tes keluar, sekitar dua minggu setelah tes, aku
juga sedang ada pelatihan di Banda Aceh, jadi bisa langsung tahu hasilnya.
Hasilnya? Lumayan, tidak perlu tes ulang agar memenuhi syarat.
Daftar Beasiswa
Aku mencoba mendaftar beasiswa dari instansiku. Aku menyiapkan
berkas-berkas seperti fotokopi ijasah, transkrip nilai, SK, hasil tes TOEFL,
dan formulir. Tapi masih kurang satu berkas yaitu DP3 (semacam penilaian
tahunan terhadap pegawai). Berkas DP3-ku masih di kantor provinsi. Beruntung
bulan Maret-April aku bolak-balik ke Banda Aceh, jadi sempat mampir ke kantor
provinsi. Saat temanku mengantar berkas pendaftaran beasiswa, aku ikut ke
bagian kepegawaian dan menanyakan berkas DP3-ku. Ternyata berkasku itu sudah
ditandatangani dan tinggal dikirim ke kabupaten. Sekalian saja kubawa ke
kabupaten. Lengkap sudah berkas yang kubutuhkan. Tapi, kabar buruk datang dari
salah satu temanku. Katanya ada dua senior yang mendaftar beasiswa di jurusan
yang sama. Padahal, jatah yang diajukan untuk masing-masing jurusan dari satu
provinsi cuma dua orang. Jadi, kalau aku mendaftar pun percuma. Yang akan
diajukan ke pusat cuma dua seniorku itu. Aku nyaris putus asa selama beberapa
hari dan menunda mengirimkan berkas. Tapi, kemudian aku tetap mengirimkan berkasku
dengan modal “nothing to lose”. Kalau dikirim ke pusat, Alhamdulillaah. Kalaupun
tidak, setidaknya aku sudah menunjukkan niatku mendaftar beasiswa, jadi kalau
ada pendaftaran lagi tahun depan, bisa jadi aku akan lebih dipertimbangkan
dibandingkan yang lain yang belum pernah mendaftar. Dan ternyata, kata temanku,
dari Aceh yang mendaftar di jurusan yang sama denganku cuma satu orang. Ditambah
aku, berarti pas dua orang. Jadi, berkasku positif dikirim ke pusat. Mendengar
info itu aku jadi makin berharap. Sayangnya, ternyata dari masing-masing
provinsi disaring lagi. Cuma satu orang yang lolos dari seleksi pusdiklat untuk
kemudian mengikuti tes di universitas yang dituju. Dan satu orang itu bukan
aku. Hiks..
Awalnya aku tidak terlalu sedih. Aku justru sombong, karena aku tidak
lolos bukan karena aku tidak lolos tes. Aku tidak lolos bukan karena aku tidak
berusaha maksimal. Aku bahkan tidak mendapat kesempatan memberikan usaha terbaikku.
Jadi, aku tidak sedih. Awalnya seperti itu. Tapi, melihat salah satu teman yang
bolak-balik update status tentang beasiswa itu, aku jadi sedih.
Aku juga sempat berpikir “Sia-sia dong aku tes TOEFL jauh-jauh ke
Banda Aceh”. Tapi, kemudian aku berpikir “Tidak ada usaha yang sia-sia”.
Termasuk usaha tes TOEFL itu. Aku masih bisa menggunakan hasil tes itu untuk
mendaftar beasiswa yang lain.
Burnout
Kalau cerita soal burnout, memang sudah terasa gejalanya sejak ST2013.
Sistem kerja yang tidak pas, lingkungan kerja yang makin tidak nyaman, ditambah
beban kerja yang mungkin sudah terlalu lama kutahan, membuatku tidak lagi
semangat kerja. Apalagi sudah tidak ada bos yang membuat lingkungan kerja
sedikit nyaman. Rasaya benar-benar jenuh. Pekerjaan yang biasanya ringan pun
lama-lama terasa berat dan membuat stress. Hal-hal kecil bisa membuatku
uring-uringan sampai mengamuk. Biasanya setelah pulang kampung aku akan semangat
lagi. Tapi, setahun terakhir, pulang kampung tidak berdampak apa-apa. Saat di
kampung memang aku sedikit tenang, tidak emosi. Tapi, sampai di Abdya, emosiku
mudah meledak lagi. Saat stress akibat PODES dan SOUT, aku pun bertekad untuk
segera kuliah. Aku merasa aku bisa gila kalau tidak meninggalkan Abdya dan
pekerjaan di sana segera. I know my limit.
Daftar Beasiswa (Lagi)
Setelah gagal saat mendaftar beasiswa di instansiku, teman-temanku
menyemangatiku dan menyarankanku untuk mendaftar beasiswa lain. Aku pun
mendaftar beasiswa dari Kementrian Kominfo. Aku mulai mengurus berkas sekitar
dua minggu sebelum penutupan pendaftaran. Daaan timbul masalah. Ada surat yang
harus ditandatangani eselon dua, yaitu kepala provinsi. Setelah surat kukirim
ke provinsi, kepala provinsinya baru saja pulang kampung dan cuti untuk beberapa
hari. Aku pun galau. Kemudian aku mengirim ulang surat tersebut, tapi nama yang
menandatangani adalah bagian TU. Daaan ... setelah suratnya sampai, si bapak
malah sedang dinas ke luar kota. Saat aku hampir putus asa, ternyata ada info bapak
kepala provinsi sudah selesai cuti. dan suratku pun ditandatangani beliau.
Legaaa! Aku pun segera mendaftar secara online. Sedangkan berkas pendaftaran
kukirim lewat pos. Aku meminta Ndaru untuk mengecek apakah berkasku sudah
sampai dengan selamat atau belum. Ternyata sudah sampai tapi kurang satu
berkas. Aku pun mengirimnya lewat email dan dicetak oleh Ndaru. Ndaru memang
bisa diandalkan, hehehe..
Aku pun ke Jakarta untuk mengikuti tes yang diadakan pada tanggal 22
Juni. Aku menumpang di kos Alfi di Otista. Dan saat harus ke Depok untuk tes,
aku pun nunak-nunuk. Turun dari kereta, aku bingung. Di kampus seluas itu, mana
aku tahu tempat tesku di mana? Aku pun bolak-balik bertanya pada orang. Alhamdulillaah,
bisa sampai ke gedung yang kucari. Sampai di sana aku bertemu Yuk Era. Ternyata
dia juga mendaftar beasiswa Kominfo tapi beda jurusan denganku. Dan kami
sama-sama mendaftar diam-diam jadi terkejut ketika bertemu di sana. Maklum, aku
sudah trauma dengan kasus daftar beasiswa yang pertama. Banyak yang tahu aku
mendaftar, jadi banyak juga yang tahu kalau aku tidak lolos. Malu.
Selesai TPA aku mengobrol lagi dengan Yuk Era dan seorang temannya.
Dan temannya itu nyeletuk bahwa tes yang kami ikuti itu perjuangan yang mahal.
Hahaha. Memang! Karena kami dari luar Jawa, tes di Jakarta terasa mahal karena
harus beli tiket pesawat. Yah, apa boleh buat. Jer basuki mawa beya.
Tes kedua adalah tes Bahasa Inggris. Dan setelah tes itu, banyak yang
ribut “Untung tes Bahasa Inggris ini kalau salah nggak dikurangi nilainya kaya
TPA tadi”. Deg! Aku langsung panik. Aku sempat menjawab asal-asalan saat TPA
dan tidak tahu kalau jawaban salah akan mengurangi nilai. Dan ternyata bukan
cuma aku yang tidak tahu aturan itu. Yuk Era dan beberapa peserta tes lain juga.
Dan saat pengumuman hasil tes ... Alhamdulillaah lulus.
Perpisahan
Selama lima tahun di Abdya, sudah beberapa kali aku mengikuti acara
perpisahan kepindahan rekan kantor ke kabupaten lain. Dan di bulan Agustus 2014
akhirnya ada acara perpisahan untuk kepindahanku. Well, sebenarnya bukan pindah.
Aku cuma akan kuliah di Jakarta selama satu setengah tahun. Tapi, dari lubuk
hati yang paling dalam aku memang berharap benar-benar pindah dari sana sih.
Hehehe...
Awalnya aku berpikir aku tidak akan sedih karena banyak yang senang
dengan kepergianku. Yah, aku sadar. Aku bukan orang yang menyenangkan. Jadi,
wajar saja banyak yang senang aku pergi. Tapi, setelah melihat dua teman
akrabku, Rika dan Meri, aku jadi sedih. Selama ini kami sering lembur bareng,
jalan-jalan bareng, nongkrong, ngerumpi, masak, ngobrol absurd. Sedih juga
berpisah dengan mereka. Dan jujur, aku senang. Karena, di antara banyak orang
yang tidak menyukaiku, masih ada yang menganggapku teman. Aku terharuuuu..
Adaptasi
Setelah meninggalkan Jakarta lebih dari lima tahun, kembali ke Jakarta
benar-benar mengejutkan. Selain makin panas, polusi juga makin parah. Aku
terbiasa menghirup udara kampung di Abdya. Saat menghirup udara Jakarta yang
sudah bercampur asap knalpot, hidungku langsung sakit. Aneh. Selain adaptasi
dengan udara, aku harus adaptasi dengan jalanan yang ramai. Aku harus belajar
menyeberang jalan lagi. Udik sekaliii..
Aku juga harus adaptasi, beralih dari lingkungan kerja ke lingkungan
kuliah. Kukira kuliah akan santai. Ternyata sama saja sibuknya. Sama saja
pulang malam. Sama saja tidak sempat tidur siang. Hahaha!
Di kampus aku bertemu teman-teman baru. Tapi, belum ada yang akrab.
Yah, aku memang benar-benar susah mendapatkan teman akrab. Mungkin harusnya
langsung dapat suami saja, bukan teman. Hahaha!
Semoga segera dapat suami ya Miiil. Karena itulah teman sejati kita sebagai perempuan, hahaa... eh tapi betol lho, aku gak punya teman akrab selain suamiku sendiri, kalo sekadar teman biasa atau kenalan mah, bejibun kali ya. Tapi teman sejati, no, cuma suamiku teman akrabku sekaligus teman sejatiku
BalasHapusEalaah...malah curcol, ahahahaaaaaaa....
YasSalaam, Kak Eky.. Tulisan panjang-panjang begitu fokusnya cuma ke ending-nya doang :D :D :D
HapusTapi diaminin aja deh. Aamiiin
Milati, kayaknya elo lupa ama gue! :(
BalasHapusah, nggak lupa kok
HapusMudha-mudahan di tahun ini bisa mendapatkan beasiswa ya
BalasHapusAamiin. Semoga dapet beasiswa (lagi) :)
HapusWacchhh kuliah lagi ya, selamat berjuang :)
BalasHapusnggak tahu kenapa, aku sudah lupa apa aja yang terjadi di tahun 2014. masih inget sih kalau gagal lulus beasiswa. tapi yang lain-lainnya, lupaaaa... oh iya, inget kalau ibu opname sampai seminggu di RS.
BalasHapusSemoga 2015 ibunya sehat2 terus :)
HapusAyo Mbak kapan maen sama akuuu
BalasHapusRumahku nggak jauh dari Otista
Rumah jaman kecilku di Otista malah =))
Woooh, emang rumahmu di mana?
HapusYuk, kapan2 jalan :)
masih mending lah punya resolusi. ga masalah banyak yang ga tercapai toh resolusinya juga banyak. kalo ga mau banyak kegagalan, resolusinya dikit aja yu, heheh...
BalasHapusmending nggak bikin resolusi sekalian :p
Hapusresolusinya unik a.k.a ga penasaran. hhehhe
BalasHapussemoga deh ya mba bisa tercapai suatu saat nanti
anyway salam kenal^^
komen yang aneh -_-
Hapusselama yang namanya BEASISWA masih diadakan oleh berbagai institusi..tak ada salahnya untuk selalu mencoba mendaftarkan diri...meskipun berulangkali gagal..siapa tau suatu waktu kan berhasil dan lolos mendapatkan beasiswa..., kata orang bijak sich,...kegagalan adalah sukses yang tertunda...
BalasHapuskeep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
Yup, gak ada salahnya dicoba :)
Hapusbaca yang daftar beasiswa lagi .. ya ampun ngurus nya ribet sekali ya kurang ini itu tanda tangan ini itu :D :(
BalasHapushehehe, emang kalo daftar beasiswa syaratnya banyak :D
HapusSemoga tahun 2015 menjadi lebih baik, ya :)
BalasHapusAamiiin :)
Hapusaku gak pernah bikin resolusi apa2.. gak pernah punya target apa2.. #janganditiru hehehe
BalasHapussemoga segera dapat jodoh, Mil... aamiin
Aku juga jarang bikin resolusi sih. Males membebani diri sendiri dengan target :D
HapusAamiiin
kuliah yang rajin, jangan males, kalau males, gue tabokkkkkk....ama obrak abrik kamar mu
BalasHapusndaru ngeriiiiiiiiiii :D
HapusSetahuku, toefl itu batasnya setahun. Hehehe. Semangat ya. ^_^
BalasHapuskalo yang sering kudenger sih bisa buat 2 tahun hasil tes TOEFL itu.
Hapuskopdar yuk. e-mail aku di djamila.said@gmail.com :D
BalasHapussemangat ya semoga tahun ini bisa gol beasiswanya, aku juga lagi berburu beasiswa untuk S3 nih.. kita saling mendoakan ya :)
BalasHapuswiiiih, udah mau S3 aja :)
Hapus