Kena batunya. Kalimat itu tepat sekali menggambarkan keadaanku saat ini. Procrastinator sejati. Hobi menunda-nunda. Ada tugas yang deadline hari ini pukul 09.50, dan sejak kemarin aku hanya gegoleran tak jelas. Tadi padi mulai mengerjakan, malah bingung. Siangnya tidur. Setelah itu, heboh mengerjakan. Tapi, baru selesai pukul sepuluh tadi. Sudah tidak bisa upload di website. Terlambat.
Mau nangis? Ya, silakan. Nangis yang kenceng. Tidak akan bisa mengubah keadaan. Waktu tidak akan berputar kembali ke pukul 09.50.
Mau mengeluh? Nggak malu? Salahmu dewek, nok. Semua perbuatan, semua keputusan, ada akibatnya. Berani berbuat, harus berani menghadapi risikonya. Berani menunda-nunda, harus berani menghadapi risiko terparah.
Menyesal? Ah, tidak ada gunanya. Penyesalan memang datangnya belakangan. Iya. Dan kadang, orang yang terlalu ndableg memang harus mengalami hal ekstrim bin tragis agar sadar dengan kesalahannya dan mau memperbaiki diri. Seperti kata Gandalf, tangan yang terbakar lebih efektif untuk mengingatkan bahaya api. Sekarang tinggal berdoa saja, semoga tangan yang terbakar itu tidak terlalu parah lukanya. Penyesalan memang tidak bisa mengubah keadaan. Tapi, menyesal dan memperbaiki diri lebih baik daripada tidak menyadari kesalahan.
Kali lain, jangan menunda-nunda lagi. Kali lain, jangan bermalas-malasan lagi. Kali lain, harus lebih semangat, fokus, dan istiqomah belajar. Jangan tergoda untuk gegoleran ataupun internetan nggak jelas. Dan semoga masih ada kesempatan lain.
Waktunya introspeksi diri. Waktunya memperbaiki diri.