![]() |
Gambar pinjam dari Goodreads |
Kalimat di
atas adalah salah satu kalimat yang kusukai dari novel Negeri Para Bedebah. Novel
karya Tere Liye ini lumayan tebal, 440 halaman (untuk ceritanya sendiri – minus
keterangan buku, daftar isi, dan kawan-kawannya – tebalnya 425 halaman). Bagi
yang tidak suka membaca novel tebal, bersabarlah untuk melahap halaman demi
halaman. Setidaknya novel terbitan Gramedia Pustaka Utama ini tidak setebal
novel Tere Liye yang sebelumnya: Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah. Jujur, sebenarnya
aku tidak suka judulnya. Negeri Para Bedebah. Terlalu kasar dan gelap,
sepertinya. Aku lebih suka judul cerita ini di blog penulisnya, yaitu
Bangsat-Bangsat Berkelas (Well, ini soal selera, sih, yaaa..). Tapi, demi melihat
banyak orang merekomendasikannya, aku jadi tertarik membaca novel yang baru
saja terbit bulan Juli lalu ini.
Di novel
ini, Tere Liye menulis cerita yang lumayan sesuai dengan pekerjaan aslinya:
akuntan. Yah, tokoh utama novel ini memang bukan seorang akuntan melainkan
konsultan ekonomi, eh, konsultan keuangan. Tapi, ya, sama-sama bau ekonomi,
kan? Emm, ekonomi? Sepertinya membosankan. Eits! Jangan salah! Membaca novel
ini justru sangat-sangat menyebalkan karena berat sekali untuk di-pause bahkan
untuk sekadar mandi sore. Selalu menggodaku dengan pikiran, “Ah, tanggung. Lagi
seru. Berhentinya bentar lagi.” Yeah, memang jalan ceritanya sangat seru.
Oh, ya. Aku
belum menyebutkan nama tokoh utamanya, ya? Dia bernama Thomas. Di beberapa
bagian awal cerita dia juga beberapa kali dipanggil dengan nama kecilnya,
Tommi. Namun, di pertengahan hingga akhir dia beberapa kali dipanggil Tommy.
Jadi, pakai ‘i’ atau’y’? Entah. Abaikan saja. Seperti kusebutkan sebelumnya,
Thomas adalah seorang konsultan keuangan yang hebat. Kisah dibuka dengan
wawancara antara Thomas dengan seorang wartawan, eh, wartawati bernama Julia,
dalam perjalanannya pulang dari tempat konferensi. Setting pun berganti-ganti
antara tempat konferensi dengan pesawat tempat Thomas dan Julia melakukan wawancara.
Dalam konferensi dan wawancaranya dengan Julia, Thomas menjelaskan kondisi
keuangan dunia yang sedang krisis. Ilustrasinya mirip dengan krisis beberapa
tahun lalu (sekitar 2007-an kalau tidak salah) yang dipicu kegagalan pembayaran
mortgage (semacam kredit rumah) di
Amerika sono. Penjelasan Thomas sangat panjang, mulai dari digunakannya uang
sebagai alat pembayaran (pengganti sistem barter), lalu munculnya bank (dan
tentunya sistem bunga) dan berbagai taktiknya agar masyarakat menyimpan dan
meminjam uang di bank, hingga ketika terjadi kemacetan dalam pembayaran kredit
rumah, masyarakat pun panik. Mereka yang menabung di bank segera menarik
simpanannya di bank. Bisakah ditarik? Sayangnya uang yang mereka simpan
tersebut sudah dipinjamkan ke pihak-pihak lain. Dan bank tidak bisa secepatnya
menagih pinjaman yang sudah diberikan.
Setelah
wawancara, Thomas segera pergi ke klub petarung karena hari itu jadwalnya
bertarung melawan Rudi. Anggota klub petarung ini berasal dari berbagai
kalangan. Ada Randy, petinggi di imigrasi. Ada Erik, manajer di bank besar. Dan
Rudi, yang menjadi lawan Thomas, merupakan seorang penyidik di kepolisian. Juga
ada pejabat partai yang ikut dalam klub tersebut. Mereka itulah yang kelak akan
membantu – atau bisa jadi dipaksa dan diancam maupun dibujuk untuk membantu –
Thomas dalam mengatasi masalahnya.
Dini hari,
ketika sedang beristirahat usai bertarung, Thomas mendapat telepon dari pamannya,
Om Liem. Dia meminta Thomas untuk datang ke rumahnya secepatnya. Ternyata Om
Liem akan ditangkap polisi. Ram, staf kepercayaan Om Liem, menjelaskan apa yang
terjadi pada bank yang dimilikinya yaitu Bank Semesta. Bank tersebut kalah
kliring (honestly, setelah googling, aku masih belum menemukan penjelasan yang
membumi dan manusiawi tentang kliring dan sebangsanya) dan terancam bangkrut. Thomas
merasakan ada kejanggalan dalam kasus yang dialami Om Liem. Terkesan ada
pihak-pihak yang sangat menginginkan kebangkrutan Bank Semesta. Terlebih lagi,
Thomas mendengar dua nama yang sangat ‘berkepentingan’ dalam kebangkrutan
bisnis Om Liem.
Thomas hanya
punya waktu dua hari untuk membereskan masalah sebelum terjadi rush para nasabah berbondong-bondong
menarik dana mereka di Bank Semesta. Dimulailah perjuangan Thomas yang
menegangkan. Pertama dia membawa kabur Om Liem dari kepungan polisi, dan nyaris
melarikannya ke luar negeri dengan bantuan Randy. Dia bernegosiasi dengan para
nasabah yang meminta uangnya kembali. Dia juga ‘memaksa’ Erik mempermanis
laporan Bank Semesta yang diberikan pada pimpinan bank sentral. Dia juga
mempengaruhi para wartawan untuk memberitakan bahwa apabila Bank Semesta
ditutup, akan terjadi kekacauan yang mengakibatkan dampak sistemik. Selain itu,
dia juga mempengaruhi dua orang pejabat bank sentral. Ibu Menteri dan salah
seorang petinggi partai pun tidak luput dari bidikannya untuk dipengaruhi agar
tidak menutup Bank Semesta. Adegan-adegan ini sungguh mengingatkanku pada Bank
Century.
Lalu,
berhasilkah usahanya? Hmm, baca saja novelnya, hehehe... Yang jelas, novel ini
menarik. Selain jalan cerita yang membuat pembacanya terus-menerus penasaran
dan bertahan membaca sampai akhir, novel ini juga penuh karakter yang unik. Ada
Thomas yang cerdik (atau mungkin licik) dan penuh taktik (atau bisa dibilang
muslihat). Ada juga Maggie, tangan kanan Thomas yang kerap mengungkit-ungkit
soal gaji bila mendapat tugas ekstra dari Thomas. Ada Julia, wartawati cerdas
yang awalnya menentang Thomas tapi kemudian justru mendukung dan memberi banyak
informasi penting pada Thomas.
Tapi,
biarpun novel ini menarik, ada satu yang mengganjal. Banyak istilah ekonomi
yang kurang membumi. Kenapa tidak diberi footnote?
Sepertinya tidak kasihan pada kaum dodol seperti diriku, hiks, hiks, hiks!
ini sih baca novelnya sambil mikir ya hehehe aku males mikir ah :)
BalasHapusKan, seru kalo sambil mikir :p
Hapusjad pengen baca langsung novelnya
BalasHapusBeli aja, mbak :p
Hapusbagus kayaknya..
BalasHapuskunjungan...
ditunggu followbacknya
Emang bagus novelnya.
HapusDari baca sinopsisnya ketoke ceritane apik...
BalasHapusBaru sekali aku baca Tere Liye yang Delisa itu... belum tertarik lagi baca yang lain...
Aku malah belum baca yang Delisa, dan nggak tertarik baca, soalnya kayaknya sedih2 gitu.
Hapuscoba membaca, namun masih blm paham. ntar tak baca novelnya. :p
BalasHapussalam kenal.
Salam kenal juga :)
Hapusnovel ini sudah sering saya lihat di toko buku tapi belum sempet belinya... mau beli ah.. kelihatanya di review di sini bagus....
BalasHapusBuruan beli... *berasa kaya SPG nya*
Hapuskok nama2 yg digunakan nama barat seperti julia, thomas, maggie?
BalasHapusNggak tahu juga kenapa namanya kebarat2an. Yang jelas kalo Thomas memang keturunan Tionghoa, jadi wajar namanya "Thomas", bukan Syamsudin.
Hapussepertinya udah lama sekali ga beli novel seperti ini tapi... tere liye memang lagi booming ya
BalasHapusNggak tahu juga ya kalo Tere Liye lagi booming :D
Hapusjadi inget aku pernah bikin jurnal pake judul negeri pelacur
BalasHapusbuset dikomplen abis abisan
heheh
Kalo merujuk ke negara tertentu emang mengundang kontroversi judul macam itu mah.
Hapusnegeri yang warganya tidak suka instropeksi ya, yu..?
HapusYang mau instrospeksi pun kalo baca judul kaya gitu tetap ada kemungkinan kontroversi lah.
HapusSeru kayaknya yah ... tapi gak pake footnote? Diriku juga kaum dodol, pasti tergagap2 mbacanya ...
BalasHapusSeru banget. Iya, nggak ada footnote-nya. Padahal banyak istilah aneh macam kliring, rush, bailout, dan kawan-kawan.
HapusTere Liye itu penulis novel sastera kah?
BalasHapusYa benar. Sudu itu = Spoon. :D
Iya, Tere Liye itu penulis novel :)
Hapuskmrn nyaris ngambil buku ini di rak toko buku, tapi mengingat tumpukan buku2 di rumah yg belum sempet kebaca ditangguhkan dulu belinya. Tapi kliatannya seru yak, jd pengen beli skrg huhuhuuu
BalasHapusWah, nyesel lho, Mil, gak beli bukunya :D Seru!
Hapusngerasa puass banget telah berhasil nyelesain baca novel ini.. seruuuu abiiiss beneran deh.. kebayang gimana cerdiknya pemeran Thomas dengan kemampuan andalnya buat mengendalikan situasi.. kereen banget Bang Tere Liye.. :-D
BalasHapusYup, novel ini emang seru abis. Bikin penasaran dan bertahan buat baca sampe halaman terakhir :D
HapusYa iyalah pake istilah istilah susah,org om darwis lulusan fakultas ekonomi UI -_-
BalasHapusjangan pake anonim napa -_-
Hapus