Sabtu, 31 Juli 2021

Pilih Drama/Serial Mana?

Sepertinya aku sudah pernah menyebutkan kalau aku gemar menonton, entah itu film, drama Jepang, drama Korea, drama China, serial barat, anime, acara ragam, semua kutonton. Namun, ada satu yang sudah lama sekali tidak kutonton: sinetron. Sejak masuk kuliah sampai belasan tahun kemudian aku tidak lagi mengikuti sinetron. Paling menonton sekilas kalau sedang pulang kampung. Karena sering menonton drama Jepang dan Korea, aku jadi kurang tertarik menonton sinetron. Alasannya? Karena tidak mendidik? Jalan ceritanya tidak masuk akal? Aktingnya jelek? Bukan itu semua. Alasan utamaku tidak tertarik menonton sinetron adalah aku tidak tahu kapan sinetron itu akan tamat. Aku bahkan tidak yakin kalau produsernya berniat untuk menamatkan sinetron yang sedang digarapnya. Pernah suatu kali ada sinetron Ramadan (yang harusnya cuma tayang selama bulan Ramadan) yang masih belum tamat sampai Idulfitri. Bahkan, kalau tidak salah masih belum tamat sampai Iduladha. Kan wagu.

Rabu, 28 Juli 2021

Sandal Betat

Ana kabar penting: sandal jepite nyong betat. Dudu sandal sing nggo lunga-lunga, sih. Sing betat sandal sing bisa dinggo maring kolah. Pertama tah mung pada nglothok tok. Laka tanda-tanda pan betat. Eh, ujug-ujug wingi pas pan dinggo malah betat. Betate sing ora bisa didandani nganggo temitih. Yen kaya sandal swallow kan biasane mung ucul atau tugel cangkolan sing nang ngisor dadine bisa didandani nganggo temitih. Sandale nyong tah tugel gel.


Padahal sandale enak dinggo. Ora lunyu. Yen nganggo kuwe kayong ora kuatir keplarak. Tapi ya pimen maning. Wis betat dadine ora bisa dinggo maning. Padahal kayane durung ana telung taun dinggone. Eh, apa wis telung taun yah? Saiki sandal sing biasane dinggo nggo metu-metu tak nggo maring kolah. Gemiyen rada lunyu dadine nyong rada wedi nganggo pas udan. Bara-bara saiki wis ora patia lunyu, dadine dinggo maring kolah ya ora kuatir. Wis sering kena sikile nyong ndean yah dadine melu-melu kasar kaya tlapakane nyong.

Saiki nyong dadi mikir, sandal, akale sing betat mung siji, sing tengen contone, sing kiwa ya dadi melu-melu ora bisa dinggo, ya. Kudu waras loro-lorone, kiwa tengen. Yen diumpamakna kaya apa, yah? Mbuh, ora kaya apa-apa, lah. Sungkan mikir.

Selasa, 27 Juli 2021

Terdengar Lokal Ternyata Serapan

Pernahkah tiba-tiba di kepalamu terlintas pertanyaan remeh tapi aneh? Aku sering. Salah satunya tentang kata. Beberapa bulan lalu tiba-tiba saja aku berpikir, "Kata paser itu dari bahasa apa, ya?" Apa itu paser? Aku menyebut jangka (compass) dengan nama paser. Seperti ini bendanya
Gambar pinjam dari wikipedia


Aku tidak ingat siapa yang pertama kali mengajarkan kata itu padaku. Mungkin kakakku. Aku juga tidak ingat apakah teman-temanku menggunakan kata itu. Yang jelas aku merasa kalau tidak banyak orang yang kukenal yang menggunakan kata itu. Lalu terpikir pertanyaan, "Kata paser itu dari bahasa apa?" Entah kenapa aku curiga kalau kata itu dari bahasa asing. Kenapa bukan bahasa Jawa? Padahal yang menggunakan kata itu adalah keluargaku yang jelas-jelas penutur bahasa Jawa. Namun, mengingat banyak kosa kata dalam bahas Jawa yang merupakan serapan dari bahasa asing, aku pun curiga kata itu juga serapan dari bahasa asing. Dan ternyata benar. Kata paser berasal dari bahasa Belanda yaitu dari kata passer yang artinya jangka. Ternyata selama ini aku menggunakan bahasa asing tanpa kusadari!

Kalau dipikir-pikir, kecurigaanku sepertinya disebabkan oleh pengalaman. Banyak kosa kata yang kukira kosa kata dari bahasa daerah rupanya justru kata serapan dari bahasa asing. Dulu aku menyebut bus kecil angkutan umum di kotaku dengan sebutan kol atau elep. Ternyata dua kata itu berasal dari merek colt dan elf. Dulu, sewaktu di Blangpidie, aku mendengar orang menyebut mesin keruk (mini excavator) dengan sebutan beko. Apakah itu dari bahasa Aceh? Bukan saudara-saudara! Itu dari kata backhoe. Seniorku pernah menuliskan beberapa kata yang diserap dari bahasa Belanda, salah satunya adalah blangwir. Aku merasa kata blangwir terdengar sangat Betawi. Eh, rupanya serapan dari kata brandweer, yang merupakan sebutan untuk pemadam kebakaran. Salah satu nama alat transportasi yang menurutku terdengar sangat Jawa, yaitu sepur, ternyata juga serapan. Kata sepur, yang dalam bahasa Jawa berarti kereta api, ternyata berasal dari bahasa Belanda, yaitu dari kata spoor yang artinya lintasan kereta.

Kalau dipikir-pikir (lagi), banyak sekali kosa kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah yang ternyata merupakan kata serapan dari bahasa asing. Seharusnya aku tidak kaget, ya. Nama-nama hari dalam bahasa Indonesia saja serapan dari bahasa Arab dan Portugis, kan?