Selasa, 24 Juni 2014 adalah hari yang bersejarah buatku. Kenapa? Karena hari itu membuktikan betapa ngototnya aku kalau sudah menginginkan sesuatu. Sudah sekitar sebulan aku ngidam makan taco gara-gara tergoda melihat Patrick Jane beberapa kali makan taco di serial The Mentalist dan beberapa kali melihat post tentang taco di 9GAG. Dan hari Selasa kemarin aku ngengsreng di Jakarta demi mencari taco.
Beberapa hari sebelumnya aku sudah googling tempat makan taco di Jakarta. Hasilnya ada Taco Express dan Taco Local. Aku memilih ke Taco Express yang lokasinya ada di Kemang. Perjalanan dimulai dari halte TransJakarta Bidaracina. Di halte aku bertanya pada mbak-mbak penjaga bus mana yang kunaiki agar bisa sampai ke Kemang. Penjelasannya masih membingungkan. Aku pun bertanya pada sesama penumpang. Bapak-bapak yang kutanyai menyarankan padaku untuk naik bus ke arah PGC lalu nantinya turun di halte BNN. Aku pun menurut. Di halte BNN aku bertanya lagi pada petugas. Dia menyarankan aku untuk naik bus jurusan-apa-entah-aku-lupa, yang jelas dia memberitahuku untuk turun di halte Kuningan Barat. Oke. Aku mengikuti sarannya. Turun di halte tersebut, aku bertanya lagi. Nanya mulu! Yah, lebih baik banyak bertanya (dan) memalukan daripada malu bertanya (lalu) sesat di jalan. Kata orang yang kutanyai, setelah naik bus aku harus turun di halte Pejaten. Fine. Aku pun naik bus lagi dan turun di halte Pejaten. Di sini aku mulai bingung. Naik apa lagi? TransJakarta lagi? Atau angkot? Nah, kata mas-mas di halte Pejaten aku harus naik angkot untuk ke Kemang. Keluar dari shelter aku belok kanan. Setelah berjalan jauh, aku bertanya pada bapak-bapak yang berjualan tisu di jalan. Dia malah menyarankan aku untuk menunggu angkot di seberang jalan tempat aku berada. Jiah! Aku pun naik jembatan penyeberangan lagi. Setelah menyeberang aku bertemu ibu-ibu. Lagi-lagi aku bertanya cara ke Kemang. Tahu apa kata ibu itu? "Ke Blok M aja, naik busway!" Jiah! Gue juga baru turun dari busway, Jeeeng! Dia tidak tahu kalau aku sudah menggelandang dengan busway sampai beberapa kali transit. Bisa dibilang aku sudah melakukan wisata busway, hehehe.
Aku jalan terus sampai bertemu belokan. Ada sekumpulan bapak-bapak dari suatu dinas duduk-duduk di situ. Kesempatan. Aku bertanya lagi. Saran mereka, "Naik ojek aja!" Yah, dari tadi sebenarnya aku ingin naik ojek juga tapi tak kunjung melihat penampakan tukang ojek. Ternyata, tak jauh dari tempat mereka duduk ada semacam pangkalan ojek. Aku pun mendatangi pangkalan ojek tersebut. Aku meminta salah satu tukang ojek mengantarku ke alamat yang kusimpan di ponsel: Jalan Benda Raya nomor 10. Sampai di Jalan Benda Raya, si bapak ojek memelankan laju motor. Tak ada penampakan rumah makan taco-taco-an. Putar balik. Bapaknya menemukan bangunan nomor 10 tapi bukan rumah makan. Aku pun bertanya pada orang yang ada di seberang bangunan tersebut. Ternyata restoran taco itu sudah lama pindah. Hadeuh! Pelajaran moral pertama: Jangan terlalu percaya Google. Informasi hasil googling belum tentu up to date. Kalau mau datang ke suatu alamat, telepon dulu ke nomor yang tercatat untuk memastikan alamatnya masih tetap atau sudah berubah.
Aku langsung melihat alamat yang kucatat. Di situ ada satu alamat restoran taco yang lain (tapi saat itu aku lupa nama restorannya), yaitu di Jalan Panglima Polim. Aku pun meminta tukang ojek mengantar ke Jalan Panglima Polim nomor 5. Sampai di Jalan Panglima Polim Raya kami masih belum menemukan restoran tersebut. Kemudian tukang ojek tadi menyuruhku bertanya pada orang di jalan. Orang yang kutanyai malah balik bertanya, "Jalan Panglima Polim berapa?" Jeder! Aku langsung curiga kalau aku salah melihat alamat. Ternyata benar. Alamatnya bukan Jalan panglima Polim nomor 5 melainkan Jalan Panglima Polim 5 nomor 38. Beberapa kali putar-putar dan beberapa kali bertanya kami masih belum menemukan restoran tersebut. Akhirnya kami berhasil menemukan jalan tersebut yang ternyata tak jauh dari Jalan Panglima Polim Raya (Jalan Panglima Polim Raya, 5, 4, 3, 2, 1 itu paralel). Bolak-balik menyusuri jalan tersebut masih belum ketemu juga. Aku pun memutuskan untuk turun dari ojek dan jalan kaki karena menurutku lebih mudah menemukan alamat dengan jalan kaki. Dan benar saja. Setelah jalan sebentar aku bertanya pada ibu-ibu yang berjualan di jalan. Dan ternyataaa, restoran itu ada di seberang tempat jualan ibu tersebut. Nama restorannya Taco Local. Dan ternyata lagi, restoran itu ada di sebelah restoran yang sedari tadi kulihat sewaktu bolak-balik: Mangia. Aku tidak melihat tulisan Taco Local karena tertutup mobil yang parkir.
Aku pun masuk dan memesan. Dengan penuh percaya diri aku memesan Taco Al Pastor yang bahannya tertulis "grilled shoulder". Si mas pelayan langsung bertanya, "Maaf, emangnya makan pork?" Eh? Pork? Kan tulisannya cuma grilled shoulder, bukan grilled pork shoulder. Aku langsung mengganti pesanan jadi Taco Carnelote yang jelas-jelas tertulis bahannya beef alias daging sapi. Untung aku berjilbab, jadi si mas tadi langsung memberitahu kalau yang kupesan sebelumnya itu mengandung daging babi. Coba kalau aku tidak memakai jilbab? Tentu dibiarkan memesan makanan tersebut dengan asumsi aku bukan muslim. Pelajaran moral kedua: Kalau ada menu makanan yang bahan-bahannya disebut daging beef dan chicken tapi ada satu atau dua makanan yang tidak menyebutkan itu menggunakan daging beef ataupun chicken, tanya dulu itu daging apa, jangan asal pesan.
Selain pesan taco, aku memesan makanan lain. Sesuai rekomendasi si mas, aku memesan Quesadillas Carne. Kalo quesadillas ini kubawa pulang. Ini dia penampakan makanannya:
![]() |
Taco Carnelote |
![]() |
Quesadillas Carne |
Gambarnya kurang jelas, maklum pakai ponsel yang kameranya kurang cihuy.
Setelah tragedi Al Pastor tersebut aku langsung pikir-pikir, ini halal tidak, ya? Makan pun agak waswas. Di samping itu, rasanya ternyata tidak pas di lidahku. Yah, mungkin lidahku terlalu Jawa dan tidak cocok dengan makanan Meksiko. Jadi, Taco Carnelote-nya tidak bisa kuhabiskan. Aku tidak tahu menu taco yang lain cocok di lidahku atau tidak. Untuk Quesadillas Carne, sih, masih bisa ditoleransi lidahku.
Sampai kos kawanku aku masih waswas soal halal atau tidak. Mungkin itu juga sebabnya aku tidak terlalu menikmati makanannya, hehehe. Dan setelah googling aku menemukan tweet dari akun @tacolocal yang menyebutkan kalau mereka menggunakan utensil yang berbeda antara yang halal dan nonhalal. Agak legaaa.
Pelajaran moral ketiga: tidak usah lebay kalau ingin makan sesuatu. Belum tentu makanan yang diinginkan itu sesuai selera.
huaaa taconya menggoda
BalasHapuswah, saya malah nggak tergoda liat taco-nya..
Hapusaku blm prnh makan taco keliatannya kayak enak
BalasHapuskeliatannya sih enak. mungkin buat yang suka makanan Meksiko itu enak.
Hapussaya juga suka males kalau mau makan harus antri :D
BalasHapuseh? buat makan taco ini saya nggak antre kok :p
HapusDi Kemang ada tuh Amigos, restoran Meksiko, ada Taco, Quesadillas, Burritos, dll dll. Daaan Nachosnya enak maksimum kacang merahnyaaaa sour cream guacamoleee, oh my God.
BalasHapusKemangnya di mana? Aku penasaran sama nacho deh. Itu Amigos halal gak ya?
HapusCk ck ck ... perjuangan ya .... ongkos transportnya habis berapa itu? *kepo ajah*
BalasHapusOya, kalo di sana ada taco babi, apa masaknya gak di alat masak yang sama dan apakah dicuci ya? AIh hati2 Milo .....
Ongkos busway nya sih murah. Bolak-balik cuma 7000. Tapi, ojeknya itu yang mihil :D Dibilang di twitter-nya sih alatnya beda yang haram sama yang halal.
HapusYa ampuuun. . .
BalasHapusNgapa gak takon koncone yang deket Kemang. Tmen Blogger banyak yg di sono, Jeng.
Sepertinya kurang puas, yes. Lain waktu ngengsreng lagi cari2 taco. :D
Yah, kan aku bukan blogger gaul yang kenal banyak temen blogger :D
HapusYuk temenin ngengsreng :D
bikin ngiler deh tuh makanan, bungkusin satu ya mbak
BalasHapussaya gak jualan -_-
HapusKe jkt demi taco, mil? Wihh
BalasHapusAk jg kadang klau sdh penasaran bs begitu gigih.. Tp blm sampai se-kamu mil..he he
Hehehe, ya nggak segitunya sampe ke Jakarta demi taco. Kemarin ke Jakarta karena ada urusan, jadi sekalian nyari taco..
Hapus