Rabu, 28 Agustus 2013

Ponakan

Lagi liburan bada wingi aku balik maring Brebes. Pas kakange aku loro-lorone lagi nginep nang umah. Otomatis anak-anake ya pada nginep nang umah. Ponakanku ana telu, wadon loro, lanang siji. Sing lanang arane Umar. Esih cilik, embuh pirang wulan umure. Kayane tah durung ana nem wulan. Maklum, bulike klalenan dadi ya ora apal umure ponakane. Sing wadon loro, arane Mila karo Habibah. Mila umure wis patang taun, Habibah nembe rong taun.

Gemiyen tah aku seringe mung rudu karo si Mila. Si Mila seneng nemen ngurak-urak aku. Senenge ngomong, "Sana, Bulik pulang ke Aceh!" Nyong ya ora gelem kalah oh. Tak jawab bae, "Sana Mila pulang ke Siasem!" Umahe Mila kan nang Siasem. Yen lagi sentimen, aku nang ruang tamu diurak-urak, pindah maring kamar ya diurak-urak maning. Ngomonge, "Ini kamarnya Habibah!" Dumehe Habibah yen nginep turune nang kamar kue. Pokoke njelehi nemen lah ngger lagi nggara. Bocahe tah pinter, ngomonge ya wis canthas. Tapi, ya, kue... Ngger nggara kayong njelehi. Ngger aku lagi juwet ya tak omongi, "Yen pengin nangis kari nangis ka, ora usah luruh gara-gara." Hahaha, jahat nemen yah. Pimen maning yah. Aku kayong ora cocok ngemong bocah. Tuli si Mila ya ora kena dijak lunga-lunga. Dijak blanja tuku klambi maring Rita Mall be gegere ora umum. Njaluk balik bae padahal durung rampung blanjane. Yen dijak mandi bola tah ndean meneng, ora geger. Yah, arane be bocah cilik, ora betahan.

Senin, 26 Agustus 2013

Gara-Gara Sembarangan Beli Buku

Biasanya aku adalah orang yang pemilih dalam membeli buku. Biasanya aku membeli buku yang bisa 'membangun', atau setidaknya bukan buku yang 'merusak' mentalku (dalam standarku sendiri, tentunya). Bukannya sok atau bagaimana. Tapi, aku selalu menganggap bahwa kelak buku yang kumiliki akan kuwariskan pada orang lain, misalnya anak atau keponakanku. Jadi, selain mencari buku yang baik untukku sendiri, aku juga mencari buku yang baik bagi pewarisnya nanti. Masa iya aku akan mewariskan buku yang bisa membuat mereka menye-menye, cengeng, labil, berpikiran pendek, dan sebagainya.

Itu sebabnya dulu aku jarang iseng membeli buku yang aneh-aneh. Tapi, setelah bekerja, aku mulai iseng. Beberapa kali aku membeli buku hanya karena melihat sampulnya yang cantik atau hanya berdasarkan dugaan "kayaknya bagus, deh". Tapi, selama ini buku-buku yang dibeli secara impulsif itu masih dalam kadar aman alias tidak berpotensi merusak mental pembacanya. Misalnya Bliss, Born Under Million Shadows, dan Sang Penerjemah. Dan tanggal 17 lalu aku kembali bertindak impulsif. Akibatnya? Fatal! Aku membeli sebuah buku karya penulis Korea yang bergenre romance (jangan tanya apa judulnya). Iya, emang nggak gue banget! Aku memang tidak terlalu suka romance. Tapi, membaca tulisan di bagian belakang buku aku jadi tertarik. Buku itu bercerita tentang seorang wanita yang ingin bercerai dengan suaminya. Menarik, kan? Ditambah lagi sampulnya cantik, warna-warni. Lalu, apakah isinya secantik sampulnya? Sayangnya tidak. Isinya horror! Bukan horror yang hantu-hantuan melainkan 'horror' yang lainnya. Di awal cerita memang menarik. Ada bau-bau romantisnya. Tapi, kemudian ada adegan dewasanya. Tentu saja aku kaget. Kupikir ini cerita konflik rumah tangga yang hanya menceritakan masalah perasaan tanpa adegan begituan. Ternyataaa...

Rabu, 14 Agustus 2013

Ibuku Selangkah Lebih Maju

Tradisi keluarga kami setiap Idul Fitri adalah mengunjungi keluarga yang lebih tua, misalnya Pakdhe, Budhe (kakak dari Ibu), dan Simbah (ibu dari Abah). Idul Fitri kemarin pun begitu. Tempat yang pertama kami kunjungi adalah rumah Budhe di Siasem. Budhe ini istri dari kakak Ibu yang sudah meninggal.

Anak-anak Budhe ini semuanya lebih tua dariku dan sudah menikah. Mungkin karena mereka lebih tua, mereka pun enteng bertanya kepada Ibu, "Kapan mantunane?" Maksudnya adalah kapan aku, anak  Ibu yang cuantik, pintar, sholihah ini menikah. Halah, kok, aku jadi memfitnah diri sendiri begini? Tanpa diduga Ibu menjawab, "Bar bada." Maksudnya setelah lebaran. Heeeh? Aku cuma tertawa mendengar jawaban ngaco Ibu. Dilamar pun belum, bagaimana mau menikah? Budhe dan para sepupuku pun heboh, bertanya-tanya, "Temenan? Kapan?" Beneran? Kapan? Ibuku tetap pede menjawab kalau yang dikatakannya tadi itu benar. Ibu kemudian menambahkan, "Tanggal wolu, bada Syawal." Tanggal delapan, Lebaran Syawal.

Yang repot aku. Mereka menanyaiku, "Dapat orang mana?" Blah! Mesti jawab apa? Kalau yang bertanya sepupuku yang seumuran dan akrab, mungkin aku akan menjawab "orang Korea, artis terkenal, namanya Lee Dong Gun". Berhubung yang bertanya adalah sepupu yang tidak terlalu akrab denganku, aku cuma cengar-cengir.

Selasa, 13 Agustus 2013

Mudik (Lagi)

Aku mau cerita perjalanan mudikku kemarin. Apa? Bosan membaca cerita perjalanan mudikku? Yah, maap-maap saja. Aku masih suka bercerita tentang perjalananku. Maklum, ini, kan, blog geje yang isinya personal, suka-suka, dan banyak curhatnya.

Ada beberapa hal yang berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Apa saja?

Ganti Partner

Tahun 2013 ini adalah mudik lebaran dari Blangpidie yang kelima bagiku. Kali pertama aku mudik lebaran dari Blangpidie adalah tahun 2009. Dan selama 2009-2012 aku selalu mudik lebaran dengan Intan, kawanku yang penempatan di Aceh Selatan. Berhubung Intan sudah pindah ke Maluku sana mengikuti sang suami, aku tidak mudik dengannya lagi. Kupikir aku akan mudik sendirian. Ternyata Rika, kawan sekantorku, mengomporiku untuk membeli tiket pesawat di tanggal yang sama dengan kepulangannya. Dia juga mengompori Jamal, kawan sekantor kami. Jadilah kami memesan tiket pesawat untuk jadwal penerbangan yang sama.

Kami bertiga berangkat dari Blangpidie hari Jum'at tanggal 2 Agustus 2013, sekitar pukul delapan malam. Aku berangkat dalam kondisi yang kurang sehat. Beberapa hari sebelumnya aku sakit tapi sehari sebelum berangkat aku merasa sudah sembuh. Eh, malah di hari Jum'at aku kembali tidak enak badan. Dan parahnya, sopirnya ngebut agar tiba di Medan pukul enam pagi. Alhasil aku muntah dengan suksesnya. Ngisin-isini. Untung aku cuma pulang bareng Rika dan Jamal. Coba kalau aku bareng mas-mas ganteng seperti Noah Wyle, bisa rusak reputasiku kalau ketahuan gampang mabuk darat. Eh, tapi kalau semobil dengan orang seganteng Noah Wyle mungkin aku tidak akan mabuk, ya? Ah, sudahlah.

Sampai di Bandar Baru kami istirahat sekalian makan sahur. Kami bertemu Mbak Novel dan Nisa yang baru penempatan di Aceh Selatan. Dan komentar Mbak Novel sewaktu melihatku, "Dirimu, kok, membengkak sekali?" Hiks! Kejamnya! Sebegitu bengkakkah diriku sekarang? Terakhir kali aku bertemu Mbak Novel adalah tahun 2009, sewaktu mudik lebaran juga. Kebetulan waktu itu kami satu pesawat. Dan waktu itu aku memang belum segemuk saat ini. OK, cukup curhat tentang berat badannya. Mbak Novel juga mengomentari jaket PKL yang kupakai. Jaket itu memang sudah 'tua', umurnya sudah sekitar 6 tahun. Tapi, aku masih setia mengenakannya kalau bepergian jauh.

Jamal menawariku untuk bertukar tempat duduk setelah tahu aku muntah. Tadinya Jamal duduk di samping sopir sedangkan aku dan Rika di belakang sopir. Tadinya aku berpikir percuma saja duduk di depan kalau sopirnya horror. Tapi, setelah dipikir-pikir, kalau aku di depan, Rika bisa leluasa duduk di belakang sopir sendirian, dan Jamal bisa mengungsi ke kursi paling belakang, sendirian juga. Akhirnya aku duduk di samping sopir. Dan Alhamdulillaah, biarpun mual, aku tidak muntah.