Minggu, 14 Agustus 2016

Korban SPG Kosmetik

Pagi tadi aku khilaf. Maksud hati ke pasar untuk beli pisang, eh tiba-tiba ada mbak-mbak yang mendekatiku. "Sini, Kak, sebentar aja," katanya sambil menarikku ke meja yang penuh tabung-tabung krim. Aku mau menolak tapi tidak enak. Entah kenapa. "Coba sebentar," katanya sambil langsung mengoleskan krim di tangan kananku. Sebentar kemudian dia membersihkan krim itu dengan handuk basah lalu membersihkan sisa krim yang ada di tangan. "Coba bandingin. Beda kan?" katanya sambil membandingkan tangan kanan dan kiriku. "Ini bisa buat ngilangin jerawat, flek-flek. Dipake kaya masker," dia menunjukkan gambar wajah penuh krim yang ada di papan.

"Kakak ke sawah?" tanyanya. "Nggak." "Ini juga bisa buat alas bedak kalo ke kantor," katanya. "Ini juga bisa dipake suami," katanya lagi. Gue nggak punya suami!

Dia pun mengoleskan krim lagi. Kali ini di wajahku. Agak ngeri juga karena aku trauma dengan kosmetik aneh-aneh. "Nggak papa. Ini aman, kok," katanya. Dia menunjukkan tulisan di papan yang menyebutkan bahwa produk tersebut tidak mengandung alkohol, mercury, dan entah apa lagi. Aku pun membaca-baca daftar bahan pembuatannya. "Katanya nggak pake alkohol, ini apa? kataku sambil menunjuk tulisan Cetyl Alcohol dalam daftar bahannya. "Itu bukan alkohol. Itu beda sama alkohol," katanya tanpa menjelaskan lebih lanjut apa bedanya. Dan bodohnya, aku tidak bertanya lebih jauh juga. Aku cuma menanyakan izin BPOM yang mereka tuliskan di papan. Katanya itu memang asli izin BPOM-nya.

"Kakak ada kerut-kerut begini?" tanyanya. Aku agak lupa dia bilang kerut atau garis atau apa. Yang jelas dia menunjuk gambar perut penuh stretchmark. Aku cuma mengangguk. Antara mengiyakan karena benar (dan itu cukup memalukan) dan mengiyakan agar cepat selesai. "Ini juga bisa ngilangin kerut itu."

Setelah menjelaskan entah-apa-aku-lupa, dia pun mengambil brosur, kantong plastik, dan satu tabung krim. Baiklah. Kita beli saja. Kasihan dia sudah promosi panjang lebar. Harganya yang tadinya 38 ribu jadi 25 ribu. Saat aku membayar di menawarkan, "Kalo beli dua jadi empat puluh aja, Kak." Dia sudah menyiapkan satu tabung lagi untuk dimasukkan ke kantong plastikku. Aku langsung menolak. Beli satu saja belum tentu kupakai. Kalau terlanjur beli dua dan ternyata tidak cocok di kulitku, kan rugi. Selesai transaksi aku langsung ke tujuan utama: beli pisang.

Kali lain sepertinya aku harus ambil langkah seribu bila bertemu penjual kosmetik seperti itu. Memang, sih, kasihan. Kadang ada yang berpendapat, "Ya udah sih. Dengerin aja dulu promosinya." Namun, percuma juga kalau mendengarkan tapi tidak membeli produk yang mereka tawarkan. Percuma buat mereka. Dan percuma buatku kalau terpaksa membeli karena tidak enak atau kasihan tapi ujung-ujungnya tidak kugunakan.

Memangnya tidak mau memakai krimnya? Entah ya. Masih ragu. Aku masih trauma dengan panen jerawat beberapa tahun lalu. Aku sampai harus perawatan di klinik kecantikan dan menghabiskan uang yang cukup untuk membeli harddisk eksternal.

Aku pun iseng mengecek nomor izin BPOM-nya. Ternyata memang benar, nomor itu ada di daftar registrasi BPOM untuk produk beauty cream dengan merek P** S**. Oke, berarti bukan kosmetik ilegal. Sekalian lah mengecek bahan-bahannya. Aku googling mengenai cetyl alcohol yang kutanyakan tadi. Ternyata itu memang alkohol. Namun, itu termasuk alkohol yang aman untuk kulit karena tidak diserap tubuh (sumber dari sini). Di salah satu blog yang menjelaskan tentang cetyl alcohol tersebut juga menyebutkan tentang paraben yang katanya bisa menyebabkan iritasi, mengganggu hormon, dan bahkan bisa meyebabkan kanker. Setelah kucek, ternyata ada kandungan methylparaben dan propylparaben. Aku pun langsung googling lagi untuk memastikan apakah benar paraben dapat menyebabkan kanker. Artikel yang kutemukan di sini menjelaskan sebagai berikut
In 2004, Darbre’s team published a pivotal study that detected parabens in 18 of 20 samples of tissue from breast tumour biopsies. Her study didn’t prove parabens cause cancer, only that they were easily detected among cancerous cells. The study was criticized for not comparing paraben levels in normal tissue, but nevertheless, the results called out for more investigation.
Jadi, pada penelitian Darbre dkk, dari 20 sampel jaringan dari biopsi tumor payudara, pada 18 di antaranya terdeteksi adanya kandung paraben. Penelitian tersebut tidak membuktikan bahwa paraben menyebabkan kanker (tidak ada hubungan kausalitas) tetapi hanya menunjukkan bahwa paraben mudah terdeteksi pada sel kanker. Namun, sebagian orang memilih berhati-hati dan memilih kosmetik yang tidak mengandung paraben. Dan ternyata peeling dan masker bengkoang yang selama ini kugunakan pun mengandung methylparaben dan propylparaben. Nyong kudu kepriben? Konon katanya paraben ini memang bahan pengawet kosmetik yang belum ditemukan gantinya. Jadiii ... tak apalah ya kalau peeling dan maskernya tetap kugunakan.

Seolah belum puas dengan kegalauan yang ada, aku kembali mencari tahu tentang bahan lain di krim tadi: triethanolamine (TEA). Daaan ... sebagian besar blog/web yang kutemukan menyebutkan bahwa zat ini tidak aman. Kalaupun menyebutkan aman, ada beberapa syaratnya, misalnya harus diformulasikan agar tidak menyebabkan iritasi, tidak boleh digunakan bersamaan dengan N-nitrosating agents (jangan tanya itu apa), tidak boleh digunakan dalam jangka panjang (itu sebabnya zat ini lebih banyak digunakan pada produk rinse-off). Di Uni Eropa, konsentrasi TEA dalam produk non-rinse-off (mungkin produk yang tidak perlu dibilas, mungkin) tidak boleh lebih dari 2,5% (sumber di sini). Di krim yang kubeli tadi tidak ada keterangan persentasenya.

Ah, aku jadi makin galau. Kupakai tidak, yaaa? Kalau tidak dipakai kan mubazir. Dipakai pun ngeri-ngeri nggak sedap. Eh, tapi kan ada izin BPOM ya? Mestinya aman, kan? Apa perlu istikhoroh dulu?

15 komentar:

  1. aku penasaran kalau ada izin BPOM kalau mau lihat asli atau gaknay dimana ya? kadang bingung juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. http://cekbpom.pom.go.id/

      di situ bisa cek produknya terdaftar BPOM atau gak. bisa cek berdasarkan nomor atau nama.

      Hapus
    2. makasih infonya, aku save linknya

      Hapus
  2. Aku langsung catet ini nama-namanya Mil, nanti mo dicross check ke kosmetik di rumah :D
    Makasih infonya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi sebagian itu masih debatable sih aman ato nggak nya.

      Hapus
  3. bwahahaaa itu kog jualan tapi banyak hinaannya ya? kalo ketemu gw spg kayak gitu udah gw colok matanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. entah nggak sadar ngehina atau sengaja ngehina tapi pura-pura lugu SPG-nya :D

      Hapus
  4. Aku klo uda kegap sales kosmetik bingung banget mb milati mau ngindar ahahah
    Tapi akunya uda keder kalo ditawarin, takut mahal huhhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. ke-gap, udah lama banget gak denger kata itu :D

      kalo mahal, bilang aja nggak bawa duit banyak jadi nggak bisa beli.

      Hapus
  5. Bisa ngilangin stretch marks juga??
    Aku mau banget kalau kaya gitu mah. Secara perutku banyak ukirannya XD

    Biasanya aku kalau ditawarin gitu, curi-curi lirik produknya dulu, kalau nggak ada hasrat sama sekali mending cuss pergi pasang muka ratu tega. Kasian dia nanti soalnya kalau udah panjang lebar ngasih penjelasan eh ternyata katanya gak jadi beli. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, mending tegaan aja gitu ya, daripada dia capek2 njelasin trus kita nggak beli.

      Hapus
  6. Sebelum disapa biasanya saya ngacir duluan.. Saya juga ga berani kasih krim macam-macam di wajah..

    Rajinnya ngecek bahan yang lain, biasanya saya hanya berpatokan sama kode BPOM yang sudah terdaftar atau belum saja, kalau udah terdaftar berarti aman *asumsi saya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. biasanya juga gitu, langsung ngabur. kemarin entah kenapa bingung mau kabur apa nggak.

      saking curiganya sampe ngecek macem2. biasanya mah cuek2 juga.

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!