Sudah beberapa bulan terakhir aku keranjingan menonton dorama. Sebagian besar yang kutonton adalah dorama detektif. Selama ini aku belum pernah bisa benar-benar merasakan apa yang dirasakan tokoh utama dalam dorama. Biasanya memang tersentuh, terharu, tapi tidak sampai merasa tertonjok.
Dorama Jepang memang banyak hikmahnya, tapi tidak ada yang sampai membuatku menyadari betapa fragile-nya aku. Dan saat menonton Border, aku merasa, "Oooh, ternyata gue juga begitu." Tokoh utama Border, yaitu Ishikawa Ango, digambarkan sebagai sosok yang menyimpan semua masalahnya sendiri dan tidak mau berbagi dengan orang lain. Dia juga digambarkan sebagai sosok yang terus menahan, atau bahkan mengabaikan rasa sakit. Dan temannya menasihati, " If you keep persevering and get used to the pain, you won't realize when something really important starts to hurt." Kalimat itu benar-benar menampar. Kadang aku bersikap sok kuat, berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Tanpa disadari, rasa sakit itu perlahan-lahan menghancurkan hati. Aku merasa baik-baik saja, padahal sebenarnya di dalam hati sudah berdarah-darah. Seperti ketika aku merasa tidak punya siapa-siapa untuk berbagi. Aku merasa aku tidak kesepian. Tapi, setelah melihat adegan di Border itu, aku seperti dipaksa melihat lagi ke dalam hatiku. Apakah aku benar-benar baik-baik saja? Apakah aku benar-benar tidak kesepian? Sepertinya aku sudah terlalu sering merasakan kesepian jadi sudah tidak bisa membedakan ketika kesepian atau tidak. Seperti orang yang sudah sering merasakan sakit, lama-lama tidak menyadari ketika dia terluka.