![]() |
Gambar dari sini |
Aku membeli novel 9 Matahari ini bulan
September tahun lalu. Cuma karena melihat tulisan BEST SELLER dan melihat
testimoni para pembaca di sampul belakangnya, aku langsung memutuskan
membelinya. Selain itu, aku memang sedang keranjingan novel tentang perjuangan
seseorang dalam kuliah. Ditambah lagi, di sampulnya ada tulisan Nominasi
Khatulistiwa Award untuk Penulis Muda Berbakat Tahun 2009. Waktu melihatnya
sekilas, kukira tulisan mendapatkan award, tapi ternyata baru nominasi,
hehehe...
Setelah aku membaca beberapa halaman,
ternyata aku tidak terlalu tertarik. Membosankan. Entah karena gaya bahasanya
yang terlalu datar, entah karena ceritanya yang terlalu ‘panjang’. ‘Panjang’ di
sini maksudku bukan dari segi tebalnya buku, banyaknya kata, ataupun banyaknya
bab. ‘Panjang’ di sini maksudnya isi cerita. Entah kenapa aku merasa novel ini
terlalu ‘ngalar-ngalar’ dan bertele-tele. Mungkin karena ceritanya seperti
orang curhat. Alhasil, siklus yang terjadi adalah
baca-bosan-tutup-baca-bosan-tutup. Begitulah. Beberapa kali aku mencoba membaca
novel ini dan berhenti di tengah jalan. Hingga akhirnya aku kehabisan bacaaan
dan tergoda untuk menamatkan novel ini. Dan... TAMAT!
Memangnya apa cerita novel ini? Novel karya Adenita ini
menceritakan seorang anak muda bernama Tari, lengkapnya Matari Anas. Dia sangat
ingin kuliah. Sayangnya dia tidak lulus UMPTN. Dua tahun kemudian, dia
memutuskan untuk kuliah D1 di Politeknik IGB (Institut Ganesha Bandung,
sepertinya bentuk fiksi dari Institut Teknologi Bandung). Keputusannya untuk
kuliah sebenarnya keputusan yang sulit. Alasannya cuma satu: UANG. Tapi, Tari
berhasil membujuk Hera, kakaknya, untuk membantunya mencari pinjaman agar dia
bisa kuliah. Usai kuliah D1, Tari berusaha untuk kuliah lagi. Dia pun kemudian
kuliah di Universitas Panaitan di Fakultas Komunikasi program ekstensi. Selama
kuliah, banyak masalah yang dihadapi. Selain masalah keuangan dan kuliah, dia
juga menghadapi masalah keluarga. Dia pun stress, malah sepertinya sudah bisa
dikategorikan gila, deh. Tapi, dia mendapat dukungan dari Mami Hesti, ibu dari
Sansan, sahabatnya. Untuk mengatasi keuangan, dia mendapat bantuan dari kawan
kosnya. Tapi, kemudian dia menghadapi masalah keuangan lagi sehingga terpaksa
cuti kuliah selama tiga semester. Selama cuti itu dia bekerja sebagai penyiar
radio. Dan setelah dia kembali kuliah, dia justru baru tahu bahwa selama ini
surat ijin cutinya tidak disetujui. Jadi, dia tidak dianggap cuti. Dia pun
hampir di-DO. Kemudian dia dibantu oleh Tante Erna, ibunya Pandu, sahabatnya
(juga).
Yah, lebih kurang begitulah ceritanya.
Meski agak membosankan dan membingungkan, ada beberapa kalimat dalam novel ini
yang menarik perhatianku.
When
you’re wishing to be someone else, someone else in somewhere is wishing to be
you. Ini kalimat yang diucapkan Sansan pada Tari. Benar juga, sih. Kadang
kita ‘iri’ melihat keberuntungan orang lain dan tidak menyadari bahwa
sesungguhnya ada orang lain yang ‘iri’ pada keberuntungan kita.
Kalau kamu menginginkan kemakmuran satu
tahun, tanamlah gandum. Kalau menginginkan kemakmuran sepuluh tahun, tanamlah
pohon. Kalau menginginkan kemakmuran seratus tahun, kembangkanlah orang. Ini
adalah pepatah Cina yan dikutip dalam novel ini. Pepatah ini mengajarkan
pentingnya memperbaiki kualitas sumber daya manusia.
Juga ada filosofi angka sembilan yang
disampaikan Arga pada Tari.
Angka itu berada di atas rata-rata, tapi
masih menyisakan satu ruang untuk terus mencapai kesempurnaan. Angka 9 masih
akan terus mencari perbaikan diri untuk menjadi 10. Itu yang akan membuatnya
terus bergerak, melakukan yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dari bentuknya,
buat gue angka 9 lebih menawan. Kalau lu perhatiin, angka 8 itu membuat dua
bulatan tertutup. Sementara angka 9, bagian atasnya membentuk sebuah lingkaran
yang menurut gue itu adalah ruang pribadi bagi setiap orang. Seperti sebuah
tempat untuk menyimpan keyakinan yang tidak akan terganggu. Sementara buntut di
bawahnya adalah ruang terbuka, tempat orang itu bisa terus mengasah dirinya
untuk menerima wawasan dan pengetahuan baru, serta akhirnya membuat dirinya
terus-menerus termotivasi untuk bisa lebih baik lagi.
Well, dalam buku yang menurut kita amat
membosankan pun tetap ada pelajaran yang bisa dipetik. Ada kegigihan yang patut ditiru.
wah setuju tuh... ternyata buku yang bertele tele bisa membawa peljaran yang sangat baik.... menarik sekali....
BalasHapusbiasanya orang lebih suka menanam gandum.//
Kalo saya sih lebih suka makan daripada nanam :D
Hapus