Ketika temanku bertanya, “Buku 99 Cahaya di Langit Eropa bagus nggak?”
aku menjawab, “Menurutku, sih, bagus. Nggak tahu, deh, kalau menurut kamu.”
Yah, aku berusaha untuk tidak melewatkan kata “menurutku”. Kenapa? Karena
ukuran bagus atau tidaknya sebuah buku – khususnya novel karena yang sering
kubaca cuma novel – amat relatif. Novel merupakan salah satu bentuk karya seni.
Dan penilaian terhadap karya seni sangat relatif – kalau tidak bisa dibilang
subjektif. Misalkan ada seorang anak mengerjakan sebuah soal Matematika dengan benar.
Kalau ada sepuluh orang yang menilai, besar kemungkinan kesepuluh orang
tersebut memberi nilai yang sama terhadap anak tersebut. Sedangkan kalau anak
tersebut diminta menggambar pemandangan lalu hasilnya dinilai oleh sepuluh
orang, besar kemungkinan masing-masing dari kesepuluh orang tersebut memberi
nilai yang berbeda. Begitu juga sebuah novel. Kalau sepuluh orang diminta
memberi penilaian terhadap sebuah novel, misalnya satu bintang untuk nilai
jelek sampai lima bintang untuk nilai sangat bagus, bisa jadi penilaiannya
sangat bervariasi. Ada yang memberi satu bintang, ada yang memberi dua bintang,
ada juga yang memberi lima bintang.
Itu tergantung selera. Masa? Iya! Masing-masing orang punya preferensi
sendiri. Misalnya dari segi tema cerita, ada yang menggemari cerita romantis
seperti Twilight (eh, Twilight romantis nggak,
sih?), ada yang menggemari fiksi fantasi seperti Eragon dan Harry Potter, ada
yang menggemari cerita detektif seperti Lima Sekawan, ada yang menggemari
cerita horor seperti... seperti entah apa contohnya, dan ada juga yang
menggemari cerita komedi seperti Lupus. Kalau orang yang menggemari cerita horor
ditanya pendapatnya mengenai Twilight mungkin dia akan memberi nilai satu
bintang sambil berkomentar, “Please,
deh! Apa-apaan, masa vampire nggak
ada serem-seremnya gitu!” Atau kalau orang
yang suka cerita romantis diminta menilai cerita Sherlock Holmes (misalnya yang
Study in Scarlett), mungkin dia akan berkomentar, “Beuh, ceritanya bikin puyeng.
Nggak ada romantis-romantisnya pula.”
![]() |
Dari semua buku di gambar ini, hanya sebagian yang sesuai seleraku |
Selain tema cerita, preferensi terhadap gaya bahasa pun sangat
berpengaruh terhadap penilaian pembaca. Biarpun temanya sesuai selera, kalau
gaya penulisannya tidak sesuai selera, sama saja bohong. Misalnya novel The Lost Java. Bagiku ide ceritanya sangat menarik, nyaris membuatku berharap novel
ini akan seperti Deception Point-nya Dan Brown. Sayangnya, gaya bahasanya tidak
sesuai seleraku. Misalnya dalam kalimat berikut: Mereka
duduk berdekatan dengan pintu yang di atasnya terdapat layar digital menyala
warna merah bertuliskan kata petunjuk, EXIT.
Mungkin bagi orang-orang yang menyukai gaya bahasa berpanjang-panjang akan
menganggap kalimat tersebut keren. Tapi, pencinta gaya bahasa lugas, sederhana,
dan nggak ngalar-ngalar sepertiku mungkin
akan mengomentari kalimat tersebut, “Yaelaaah...
Bilang aja mereka duduk dekat pintu
keluar!” Selain itu, ada orang yang lebih menyukai cerita dengan sudut pandang
orang pertama (akuan), ada juga yang menyukai cerita dengan sudut pandang orang
ketiga (bukan selingkuhan, lho, ya!) atau kata guruku disebut diaan-serbatahu.
Untuk kata ganti yang digunakan para tokohnya pun bisa jadi alasan untuk suka
atau tidak suka. Ada yang tidak suka cerita yang tokohnya ber-gue-elo, ada yang
tidak suka cerita yang tokohnya ber-aku-engkau. Yah, ini berkaitan dengan genre
juga, sih. Kalau novel metropop (entah apa maksudnya metropop ini) tidak jarang
yang tokohnya ber-gue-elo.
![]() |
Dari buku-buku ini juga hanya sebagian yang sesuai seleraku |
Nah, berhubung penilaian terhadap buku sangat relatif, kita tidak bisa
begitu saja mempercayai review yang
ditulis orang lain (termasuk review di blog ini) ataupun rekomendasi orang
lain. Bisa saja dalam review-nya
seseorang mengatakan bahwa buku X sangat menarik dan layak untuk dibaca. Pada
kenyataannya? Belyum tentyuuu! Menurut orang lain mungkin bagus dan menarik.
Tapi, menurut kita? Bisa jadi novel itu membosankan. Embel-embel best seller pun tidak bisa jadi patokan.
Contohnya novel 9 Summers 10 Autumns dan Mimpi Sejuta Dollar. Biarpun best seller, tetap saja ceritanya tidak
bisa membuatku terhanyut. Atau aku yang tidak peka sehingga tidak hanyut dalam
ceritanya? Ah, tidak juga.
Jadi, jangan terlalu percaya pada review
orang lain, juga review di blog ini
(tapi tetap boleh membaca review buku di blog ini, kok). Bisa jadi aku menilai
novel Bidadari Bidadari Surga keren tapi orang lain menganggapnya biasa saja.
Bisa jadi aku menilai novel 9 Matahari membosankan tapi orang lain
menganggapnya menarik dan inspiratif. Bisa jadi. Yang lebih bisa dipercaya
adalah rekomendasi dari seseorang yang kita jelas sudah tahu bahwa seleranya (tentang
buku) sama dengan kita. Kalau seleranya sama, bisa jadi penilaian kita dengan
dia pun sama. Kalau dia mengatakan suatu buku menarik, besar kemungkinan (tapi
tidak mesti juga) bagi kita buku itu juga menarik. Berdasarkan pengalamanku,
sih, begitu.
Iya bener juga sih, relatif, tergantung sudut pandang masing-masing. Klo aku lebih suka fiksi fantasi spt eragon dan harry potter, mgkin krn dari kecil suka hal-hal yg ajib heheheh
BalasHapussaya kalo fiksi fantasi cuma dikit yang suka, palingan Harry Potter sama Peterpan.
HapusBidadari Surga aku sudah baca, bagus. Cahaya di Langit Eropa malah belum pernah lihat :)
BalasHapuswah, 99 Cahaya di Langit Eropa bagus lho... *promosi*
HapusKalo aku, kalo masih ragu, emang cari-cari resensi/review di blog orang. Minimal dapat gambarannya, lah :)
BalasHapusTapi kalo udah niat mo beli ya langsung beli. Paling ntar tinggal kecewa kalo nggak sesuai ekspektasi, hehehe..
Kalo sekadar gambaran sih emang perlu liat review..
Hapusbaca novel tu kayak milih menu makan....
BalasHapusIya, kaya milih makanan :D
HapusKelihatannya bagus ya... jadi tergoda nih untuk membeli buku lagi.. bulan depan ya catat dulu..
BalasHapusYEEE! APANYA YANG KELIHATAN BAGUS. Ini mah bukan review buku -_______-'
HapusBuku atau film emang udah sesuai selera orang sih yaa.. Jadi susah banget bisa dapet feel yang sama antara satu sama yang lain. Pada akhirnya emang harus coba sendiri.. :P
BalasHapusIya, mesti 'ngerasain' sendiri :p
HapusSelera orang memang beda-beda ya.
BalasHapusKalau saya suka cerita koloyal, science fiction, thriller..... dan suka juga yang ringan.... asal jalan ceritanya enak aja diikuti...
benul, kalo ceritanya enak diikuti, betah2 aja kita baca.
Hapusbener relatif sih, sesuai selera masing2 ... :D
BalasHapusIya :)
Hapusbenul, kembali lagi ke selera. sahabatku ga suka banget sama HarPot sedangkan aku sebaliknya, dia suka banget sama Tere Liye sedangkan aku... ya so so :D
BalasHapusjd kl ada yang nanya, "bagus ga?" better diceritain sedikit, biar dia yg menilai mau baca atw ga :)
Saya suka HarPot sekaligus suka novelnya Tere Liye :D
Hapussy juga kalo di tanya ttg hal2 yg berkaitan sm selera selalu menggunakan kalimat awal "menurut saya..". Krn selera emang gak ada patokan bakunya :)
BalasHapusbenul, nggak ada patokannya, tergantung masing2 orang.
Hapussetuju banget.. urusan selera tak elok kalo diperdebatkan..
BalasHapuskami nggak berdebat kok...
Hapuskalau aku membaca sesuai mood , mau bacaan novel ringan atau yg perlu mikir
BalasHapushehehe, bener2 :D
HapusDengan review buku setidaknya jadi pengantar terutama bagi yang belum membaca bukunya secara lansung ya, Mbak.
BalasHapusBisa juga. Tapi, kadang review ada yang subjektif gitu, jadi pembaca tersugesti untuk membaca buku yang dibahas.
HapusTul banget semua berpulang pada selera. Tiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda :)
BalasHapussetuju :)
Hapusiya banget mbak, tapi kalau akunya udah lebih milih yang nulis siapa gitu, daripada nilai di cover... :D
BalasHapusSaya juga cenderung mempertimbangkan penulis kalau mau beli buku :D
HapusMemang beda orang beda pula seleranya ya
BalasHapusyup :)
Hapussetuju deh.. yang namanya selera memang tidak bisa diperdebatkan. buku yang biasanya aku suka, bagi orang lain dianggap boring. Tapi kalau ketemu orang yang sama seleranya, seneng juga rasanya..
BalasHapusIya sih, beda orang beda selera. Bagus di A belum tentu bagus di B :)
BalasHapusTapi kadang2 A dan B bisa sama2 suka atau sama2 tdk suka sama buku tertentu juga sih ya ...
Iya, bisa sama2 suka atau tidak suka.
HapusMbak Millaka kalau menuruku bagus tidaknya seuah novel berindikaikan apakah aku betah menyelesaikannya dalam waktu singkat..Yah terbukti kan betapa relatifnya :)
BalasHapusBerarti buku yang benar-benar menarik dan nggak mbosenin ya..
HapusSetujuh, sesuai kesukaan masing-masing sih...
BalasHapusNek aku seneng metropop soale gampang bacanya :p
Aku malah males baca metropop. Ceritanya cinta-cintaan gitu. Malesiii...
Hapus