Tadi aku
mengintip grup perkumpulan pemuda
kabupaten asalku di Facebook. Dan aku menemukan satu tulisan yang
bunyinya lebih kurang begini: Menurutku Kecamatan A lebih baik dari Kecamatan B.
Dan banyak yang berkomentar marah. Saat membacanya aku juga marah. Bukan Cuma karena
kecamatan tempat tinggalku dicela. Aku lebih marah karena dia sudah menebarkan
aroma permusuhan. Aku sudah sering melihat pernyataan satu suku yang merasa
lebih baik, lebih terhormat, dan lebih beradab dibandingkan suku lain. Tapi,
ini lebih parah. Sama sukunya, sama kabupatennya, cuma beda kecamatan saja
sudah merendahkan yang lain. Aku bingung menyebutnya. Lebih sempit dari rasis,
apa namanya?
Kalau di
level sekecil itu saja sudah menciptakan permusuhan, bagaimana kabupaten kami
akan maju? Dan kalau tiap kabupaten tidak bisa maju, bagaimana negara ini akan
maju? Apa hubungannya sikap seperti itu terhadap kemajuan? Wow! Tentu sangat
erat hubungannya. Kemajuan suatu negara harus dicapai dengan kerjasama. Tidak mungkin,
kan, memajukan negara sementara cuma sekelompok orang yang ‘berjuang’? Nah,
kalau salah satu kelompok sudah merendahkan kelompok lain, masih bisakah
kerjasama dilaksanakan? Nyaris mustahil.
Mungkin ada
yang menganggap kemarahanku berlebihan. Yah, kalau hanya sekali menemui makhluk
seperti itu, sih, mungkin memang berlebihan. Tapi, ini adalah kali kesekian aku
menghadapi orang yang menganggap kelompoknya (termasuk sukunya) lebih baik dari
yang lain dan cenderung merendahkan kelompok lain. Primordialisme memang kadang
diperlukan. Tapi, ketika berlebihan, bisa jadi pemicu permusuhan. Aku, sih,
biasa saja kalau ada orang yang bangga dengan sukunya, juga bangga dengan budayanya.
Aku juga tidak keberatan ketika ada orang yang bangga dengan daerahnya. Tapi,
ketika kebanggaan itu berubah menjadi kesombongan, berubah menjadi sikap
merendahkan pihak lain, that’s irritating!
Merasa sukunya
paling terhormat? Hello! Masih di atas bumi, kan? Masih di bawah langit, kan? Kita
di atas bumi yang sama dan di bawah langit yang sama, jadi kedudukan kita pun
sama. Ingat, yang membedakan manusia adalah akhlaqnya, dan suku ataupun atribut
lain tidak menjamin akhlaq seseorang. Merasa sukunya paling berjasa atas kemerdekaan,
kekayaan, atau kemajuan negara ini? Hello! Memangnya pernah ikut berperang
melawan Belanda dan Jepang? I’m sure that even your mom haven’t been born that
time. That was your ancestors who struggle against Netherland and Japan, NOT YOU! Merasa sukunya
yang memajukan negara ini? Memangnya kamu termasuk dalam kelompok yang
memajukan negeri itu? I’m pretty sure the answer is BIG NO! Orang yang sesuku denganmu, mungkin iya. Tapi, sepertinya kamu tidak termasuk. Merasa daerahnya
paling maju? Lagi-lagi, pertanyaan yang sama. Emang situ punya andil?
Merasa bangga
atas kehebatan orang lain adalah hal yang sangat konyol. Mengagung-agungkan perjuangan
sukunya sementara dia sendiri tidak pernah ikut berjuang. Membangga-banggakan kehebatan
sukunya (di masa lampau) sementara dia sendiri tidak bisa (dan sepertinya)
tidak berusaha meraih kehebatan itu. Kenapa aku yakin mereka tidak sehebat
nenek moyang mereka? Sederhana saja. Orang yang sering berkoar-koar mengaku
hebat biasanya justru tidak hebat, kan? Semakin tinggi ilmu dan kemampuan
seseorang, normalnya dia akan semakin rendah hati. Jadi, kalau seseorang masih
belum rendah hati (dengan kata lain masih sombong), berarti ilmu dan
kemampuannya masih rendah.
Begitu juga
ketika seseorang membanggakan kemajuan daerahnya lalu mencela daerah lain. Itu benar-benar
konyol. Pertama, belum tentu daerahnya itu benar-benar maju. Bisa jadi, itu
hanya persepsi dia saja, atau bahkan hanya ilusi. Kedua, kalaupun benar-benar
maju, apa dia sendiri punya andil dalam hal tersebut? Apa dia mendirikan
industri yang menyerap banyak tenaga kerja? Apa dia sudah memajukan pertanian
di daerahnya dengan inovasi-inovasi keren (misalnya dengan mengajari penduduk
membuat pupuk menggunakan effective microorganism)? Sepertinya tidak. Orang-orang
yang seperti ini juga biasanya rendah hati. Dan, adakah hal yang lebih konyol
dari merasa hebat atas apa yang dilakukan orang lain sedangkan dia sendiri
tidak melakukan apa-apa?
Silakan merasa
bangga atas suku, daerah, organisasi, atau apapun yang kita jadikan atribut. Tapi,
jangan berlebihan. Dan jangan sampai kebanggaan itu membuat kita merendahkan
pihak lain.
betul sekali.... karena diatas langit masih ada langit... merendahkan diri juga lebih baik agar dunia menjadi lebih damai lagi.... semoga bisa dimaafkan ya...
BalasHapusHehehe, dimaafkan nggak, ya?
HapusNo komen ah.
BalasHapusMau oot, kemaren aku ndak isa buka blogmu...
Mungkin yang waktu itu katanya kena malware. Kamu bukanya pake Chrome, ya?
HapusKeluarin aja orang itu dari grup! Dia orang yg gk bisa bergrup! Satu titik nila rusak susu sebelanga! ;-)
BalasHapusBukan aku adminnya.
Hapusbetull,, lebih baik kita menyingkirkan keegoisan demi kebanggaan yang salah kaprah kaya kejadian trsebut.. :D
BalasHapusHu'um.
Hapusmanusia memang gitu, suka membanggakan hal2 sepele
BalasHapuscuma masalah kecil berantam, di jakarta apalagi, ormasnya banyak yang belagu sok jagoan :(
kita2 ini rakyat kecil yg jadi korbannya
padahal, di jakarta menurutku masyarakatnya paling toleran, lho (pengalaman tinggal di jakarta hampir 5 tahun). cuma kadang organisasinya yang keras, atau bisa jadi media yang membesar-besarkan.
Hapusindonesia raya pancen oye...
BalasHapusudah tau manusia berbeda beda, suka dibanding bandingin..
iya. jelas2 udah beda, malah dibanding2in.
HapusYah, pengalaman situ tingkat kecamatan. Pengalamanku dong: tingkat RT! RT Kosong-Kosong Anu merasa lebih keren karena tiap tahun selalu menang lomba badminton yang hadiahnya kambing. Mereka merasa lebih keren karena ada pemain gagal masuk PBSI tinggal di situ. Aneh banget gak sih kebanggaannya? O.Oa
BalasHapusada yang lebih parah, yak? ternyataaaa! -__-"
Hapus