Senin, 21 Mei 2012

Emily of New Moon

Novel karya Lucy Maud Montgomery ini menceritakan seorang gadis kecil bernama Emily Bird Starr. Emily ini adalah anak yang penuh imajinasi. Biarpun tinggal di rumah yang jauh-dari-mana-mana, dia tidak pernah merasa kesepian karena dia memiliki banyak teman. Mau tahu siapa teman-temannya? Mereka adalah Mike, Saucy Sal, Dewi Angin, Pohon Adam dan Hawa, Pinus Ayam Jago, nona-nona birch yang ramah, juga Sang Kilat. Semuanya itu nama manusia? Hohoho, tentu saja BUKAN! Mike dan Saucy Sal adalah kucing-kucingnya. Pohon Adam dan Hawa, nona-nona birch yang ramah, serta Pinus Ayam Jago adalah pohon-pohon di sekitar rumahnya. Lalu Dewi Angin dan Sang Kilat? Ya, angin dan kilat. Jadi, kawan-kawannya adalah hewan dan benda mati? Ya, begitulah. Oh, ya, ada satu lagi kawan Emily, yaitu Emily-kecil-di-dalam-cermin. Maksudnya bayangan Emily di dalam cermin? Iya, Emily berkawan dengan bayangan dirinya sendiri yang ia lihat di cermin dan sering berbincang-bincang dengan bayangannya itu. Ia juga sering menuliskan apa yang ia alami – atau yang ia imajinasikan – dalam buku hariannya lalu ia bacakan di depan ayahnya. Aneh, ya? Ketika pertama kali membaca cerita ini aku pun merasa aneh dan sedikit bosan. Namun, setelah membacanya untuk kedua kalinya, aku menganggap novel ini menarik. Jarang aku menemukan buku dengan tokoh penuh imajinasi seperti ini.

Jadi, buku ini bercerita tentang imajinasi Emily mengenai kawan-kawannya? Bukaaan! Buku ini bercerita tentang pengalaman masa kecil Emily yang nano-nano. Ada sedihnya, lucunya, anehnya, pokoknya rame rasanya. Eh, kok, malah seperti permen? Cerita ini diawali penggambaran kehidupan sehari-hari Emily. Lalu, diceritakan bahwa ayah Emily – yang sudah lama sakit TBC – akan meninggal. Yang memberitahu Emily mengenai hal tersebut adalah Ellen Grene. Siapa Ellen Grene? Sepertinya, sih, pembantu mereka. Douglass Starr, ayah Emily, kemudian menceritakan hal yang sama, bahwa dia akan meninggal. Dan dua minggu kemudian, Douglass benar-benar meninggal. Setelah Douglass meninggal, keluarga dari pihak ibu Emily – Juliet Murray – datang. Setelah ayah Emily dimakamkan, mereka membicarakan siapa yang akan mengasuh Emily. Karena tak kunjung sepakat, mereka pun memutuskan untuk mengundi siapa yang akan mengasuh Emily. Ternyata Elizabeth Murray – kakak tiri Juliet yang berarti bibi Emily – yang ‘terpilih’. Emily pun dibawa ke New Moon, tempat tinggal Elizabeth dan Laura Murray – bibi Emily yang sangat mirip dengan ibu Emily. Di sanalah petualangan Emily dimulai. Dia harus berurusan dengan aturan Elizabeth yang keras tapi tetap  kalah dengan Emily bila Emily sudah mengeluarkan tatapan Murray-nya. Emily senang tinggal di New Moon karena ada Laura yang lembut dan Jimmy yang sering membacakan puisi untuknya.

Di New Moon ini Emily juga diharuskan bersekolah. Di sekolah ini dia diajar oleh Miss Brownell yang ‘jahat’. Pada hari pertama di sekolah Emily mendapat sambutan yang tidak menyenangkan. Meskipun begitu, dia bertemu dengan Ilse Burnley yang membelanya ketika dia dikerjai kawan-kawannya. Emily juga kemudian bersahabat dengan Rhoda Stuart yang di kemudian hari justru ‘mengkhianatinya’. Agak sedikit berlebihan menurutku ketika ada anak kecil yang memilih-milih kawan berdasarkan status sosial dan popularitas. Dalam novel ini, Rhoda yang tadinya akrab dengan Emily, mendadak menjauhi Emily dan malah mendekati Muriel – anak baru yang sepertinya lebih kaya dan populer dibandingkan Emily. Masa iya anak-anak bersikap seperti itu? Yah, mungkin saja di negara penulisnya memang ada kasus seperti itu.

Setelah ‘dikhianati’ Rhoda, Emily pun kemudian bersahabat dengan Ilse Burnley. Persahabatan mereka lucu. Ilse yang mudah meledak dan mengeluarkan tantrum, bisa dengan mudah bersikap manis keesokan hari seakan-akan hari sebelumnya mereka tidak bertengkar. Selain bersahabat dengan Ilse, Emily juga bersahabat dengan Teddy Kent dan Perry Miller. Persahabatan unik empat bocah dengan kepribadian dan bakat berbeda-beda. Emily jago membuat puisi, Ilse jago deklamasi, Teddy jago melukis, dan Perry yang jago pidato.

Di novel ini juga diceritakan pengalaman Emily ketika berkunjung ke rumah nenek-bibi Nancy Priest di Wyther Grange. Nenek bibi? Ya, begitulah yang disebut di buku ini. Ada satu pernyataan Nancy Priest pada Caroline yang menarik bagiku. Begini kata-katanya:
Tapi, apakah laki-laki bisa memilih antara perempuan bodoh dan perempuan berakal sehat? Perempuan bodohlah yang selalu menang, Caroline. Itulah sebabnya kau tak pernah punya suami. Akalmu terlalu sehat. Aku berakal sehat tapi aku berpura-pura bodoh. Kau ingat itu, Emily. Kau cerdas, maka sembunyikanlah kecerdasanmu. Pergelangan kakimu akan lebih banyak berguna ketimbang otakmu.

Ada juga perbincangan antara Emily dan ayahnya (sebelum dia meninggal). Emily berkata, “Kalau saja kita bisa ingat segalanya sejak kita dilahirkan, pasti menarik sekali.” “Kalau begitu, aku yakin, kita akan punya banyak kenangan yang tidak menyenangkan,” jawab ayahnya.

Selain semua tokoh di atas, ada beberapa tokoh lain yang ‘mewarnai’ cerita Emily ini. Ada Allan Burnley – ayah Ilse – yang tidak percaya Tuhan. Ada Mrs Kent – ibu Teddy – yang begitu takut kehilangan anaknya itu. Ada Dean Priest – keponakan Nancy Priest yang ternyata juga kawan kuliah Douglass Starr – yang menyelamatkan Emily ketika jatuh ke jurang. Dean Priest begitu menyayangi Emily yang bersikap seperti ayahnya: tidak pernah memanggil Dean dengan sebutan Jarback.

Membaca novel ini membuatku penasaran dengan kelanjutannya. Iya, novel ini ada lanjutannya karena novel ini adalah buku pertama dari trilogi Emily. Di Aceh aku belum menemukan dua buku lanjutannya: Emily Climbs dan Emily’s Quest. Padahal, di buku ketiga katanya ada ‘perkembangan’ kisah cinta empat sekawan. Kata Wikipedia, di akhir cerita Emily akan bersama dengan Teddy. Huhuhu, makin penasaraaaaaan!

13 komentar:

  1. wah trilogi y mbak.
    saya belum pernah namatin buku yang namanya trilogi ne.. mesti nyangkut di buku pertama doang -__-" selanjutnya lupa.

    itu kenapa kok perempuan bodoh selalu menang?? belum mudeng O.o

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah, kaya nyindir para laki-kali yang lebih mengutamakan kecantikan perempuan daripada kecerdasannya gitu deh..

      Hapus
  2. Hemmm Emily..Emily... kisah gado2mu bikin penasaran :D

    BalasHapus
  3. Aku juga suka novel-novel lama kayak gini. Yang paling aku suka: Secret Garden sama Anne of Green Gables. Aku belom pernah baca Emily of New Moon (tiba-tiba wajah Edward ... ah sudahlah).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, saya malah baru kali ini baca novel luar yang lama-lama begini. Kalo Anne cuma liat doang di Gramed, gak tertarik beli. Bagus, ya?

      Edward tu sapa ya???

      Hapus
  4. Modelnya sama kayak Emily of New Moon ini. Yang bikin juga Montgomery. Cuman series (prekuel-sekuel) banyakan Anne of Green Gables. Saya suka ceritanya soalnya gak muluk-muluk. POV anak-anaknya juga bagus. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Owh, jadi pake pov anak-anak.. Kayaknya seru. Kirim dong novelnya ke sini :p

      Hapus
  5. wah aku b aru aja pesen novel ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enaknya yang bisa pesen2. Saya kalo pesen bakalan mahalan ongkos kirimnya :D

      Hapus
  6. emily's questnya udah terbit belum?

    BalasHapus
  7. permisi..
    mungkin ada yang berminat,
    saya menjual novel trilogi emily ( Emily Climbs & Emily Of New Moon) Tersedia juga karya Lucy Maud Montgomery lainnya,
    potongan harga hingga 40%
    berminat silahkan hubungi ym : pipit_wulandari20 online hanya 08.00 - 16.00)

    Terima Kasih

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!