Bulan Mei kemarin aku mencoba dua hal baru: pottery painting dan denim painting. Dan dua-duanya kuikuti karena ... pengen aja. Sungguh random.
Pottery Painting
Berawal dari tidak jelasnya rencana jalan-jalan ke Cibodas bersama rekan-rekan kerjaku, aku memutuskan mencari kegiatan lain. Beberapa iklan kegiatan muncul di instagramku. Ada kelas merajut (crochet) untuk pemula, membuat hiasan manik-manik, pottery painting, dan sebagainya. Aku tertarik dengan pottery painting. Eh, bahasa Indonesia untuk pottery apa, sih? Tembikar? Jadi, pottery painting artinya melukis tembikar? Ya, itu, deh. Sayangnya, kegiatan melukis tembikar yang kulihat di iklan diadakan sore hari. Tempatnya juga cukup jauh. Karena berbagai alasan, aku pun tidak jadi mendaftar. Namun, setelah mengintip akun instagram yang mengadakan kegiatan, ternyata mereka memiliki workshop yang bisa dikunjungi dengan waktu yang lebih fleksibel. Pengunjung bisa mendaftar akan berkunjung di hari apa, jam berapa, melukis di media apa (mug, mangkuk, dan sebagainya). Tempatnya juga tidak terlalu jauh dari kosku.
Setelah rencana jalan-jalan ke Cibodas resmi dibatalkan, tanpa pikir panjang aku langsung mendaftar untuk pottery painting di tanggal 10 Mei siang dan memilih media mangkuk untuk dilukis. Aku mencari-cari contekan untuk lukisan (halaaah, nggaya nyebutnya lukisan) yang akan kubuat. Sayangnya aku masih tidak menemukan inspirasi.
Di tanggal 10 Mei selepas Zuhur aku bersiap-siap berangkat. Dan kemudian... hujan. Bagaimana ini? Masa hujan-hujanan naik ojek ke sana? Akhirnya aku menyampaikan ke pihak workshop kalau akau akan terlambat sekitar 15 menit. Namun, setelah 15 menit masih gerimis. Ya sudah, naik taksi online saja.
Aku sampai di kafe tempat workshop itu berada. Sampai di workshop, petugas mengonfirmasi namaku dan media yang kupilih. Kemudian, dia mempersilakanku untuk mengambil celemek (apron) untuk kupakai. Lalu dia menjelaskan mangkuk dan cat yang akan kulukis itu terbuat dari apa. Sayangnya aku tidak ingat penjelasan di bagian ini. Yang aku ingat adalah bahwa warna cat yang terlihat soft saat kita melukis akan terlihat lebih tajam setelah tembikar dibakar. Aku juga ingat bagian teknis yang menyebutkan kalau kita tinggal mengusap bagian yang ingin dihapus dengan mengusapnya menggunakan busa basah. Ada satu yang tidak terpikirkan olehku tetapi ditanyakan oleh seseorang di meja sebelah: bagian yang semakin sering dihapus akan semakin tipis. Lah, iya juga. Sayangnya dia bertanya setelah aku menghapus bagian lukisanku beberapa kali. Makin tipis, dong? Yowislah.
Lalu, apa yang kugambar? Bunga-bunga. Itupun bukan bunga yang keren. Bunga yang teramat sederhana dengan lima kelopak dan satu lingkaran di tengahnya. Memang nggak bakat nggambar.
Sebenarnya aku bisa membuat konsep terlebih dahulu dengan pensil. Katanya, setelah pembakaran, gambar dengan pensil akan hilang. Tinggal gambar dengan cat yang akan kelihatan. Sayangnya, otakku tidak bisa bekerja. Jadi, aku memutuskan tidak membuat gambar konsep dan langsung melukis dengan cat mengikuti gerakan tanganku. Berhubung aku tidak terbiasa menggunakan kuas, hasilnya ya sejadinya. Namun, kegiatan melukis di tembikar ini lumayan bisa membuatku rileks. Sejenak melupakan berbagai masalah dan hanya fokus pada apa yang kugambar.
Setelah selesai melukis, lalu? Pulang. Kupikir setelah selesai dilukis, tembikar akan langsung dibakar dan setelahnya bisa langsung kubawa pulang. Ternyata tidak. Makan waktu dua pekan untuk pembakaran. Sepertinya banyak antrean. Hasilnya? Tidak bagus. Nggak papa lah. Yang penting pengalamannya.
Denim Painting
Setelah mengunjungi akun pottery painting di instagram, semakin banyak iklan kegiatan yang muncul. Salah satu yang muncul adalah iklan kegiatan tumbler, denim bag, and denim jacket painting. Tentu saja aku tergoda. Aku mendaftar dan memilih denim jacket painting. Kegiatannya diadakan di Titik Temu Cafe di Agora Mall. Entah di mana itu.
Hari yang dinanti pun tiba. Karena penyelenggara memberitahukan bahwa halte terdekat dari tempat kegiatan adalah halte Bundaran HI, aku pun naik Transjakarta dan turun di halte tersebut. Sudah sampai Halte Bundaran HI, rugi dong kalau tidak foto-foto di lantai dua. Aku pun mengantre untuk berfoto. Sambil menunggu antrean, aku bertanya pada petugas TJ di mana lokasi kafe yang akan kudatangi. Ternyata harus menyeberang dulu beberapa kali. Kata petugas TJ, "Lebih dekat dari halte Tosari. Naik aja, turun satu halte." Yang kupahami dari penjelasan si mas itu adalah aku bisa naik TJ lagi lalu turun di halte Tosari.
Aku pun naik TJ dengan arah berlawanan dari kedatanganku. Dari dalam bus aku melihat halte Tosari. Lalu ... kok nggak minggir ke halte Tosari? Kok malah belok? Apakah bus ini mau putar balik dulu? Ternyata tidak. Kok malah naik flyover??? Seketika aku langsung tertawa menertawakan kebodohanku. Sudah jelas ini semakin jauh dari Tosari.
Akhirnya aku sampai di halte Setiabudi (kalau tidak salah). Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan naik ojek daring saja. Daripada pusing memikirkan naik bus mana lagi, hehehe. Karena tidak paham halte ini dan mau keluar lewat arah mana, aku mengikuti sepasang pasutri. Mereka jalan ke mana, aku ikut. Mereka naik lift, aku ikut. Keluar dari halte, aku melihat gedung Menara Duta. Aku langsung memesan ojek dengan penjemputan di Menara Duta. Alhamdulillaah sampai di Agora Mall sebelum pukul sebelas.
Setelah masuk ke area mall, aku melihat kafe Titik Temu. Tapi, kok, dipagari, ya? Pintunya mana? Aku pun bertanya ke satpam. Ternyata pintu masuk ke kafe ada di dalam mall. Harus masuk mall dulu baru masuk ke kafe. Oke. Aku pun menuju pintu mall. Ternyata pintunya bukan pintu otomatis seperti mall kebanyakan. Di pintu ada petunjuk untuk melambaikan tangan. Aku pun melambaikan tangan. Namun, pintu tetap tertutup. Setelah kebingungan beberapa saat, datanglah seorang petugas yang meletakkan tangan di depan tulisan yang menyuruh untuk melambaikan tangan. Pintu pun terbuka. Rupanya lambaian tangannya harus dekat dengan sensor. Aku langsung merasa sangat ndeso. Namun, salah mall-nya juga, tidak bersahabat dengan kaum ndeso bin udik sepertiku. Apa memang segmentasinya memang bukan kaum ndeso? Sudahlah.
Setelah bertanya ke pekerja di kafe, aku diberitahu bahwa kegiatan melukis diadakan di lantai dua. Sampai di lantai dua, baru ada panitia. Peserta lain belum datang, padahal sudah hampir pukul sebelas. Panitia pun mempersilakan aku untuk melukis lebih dahulu tanpa menunggu yang lain.
Melukis apa? Lagi-lagi bunga. Namun, kali ini bunga-bunga yang bermekaran di pohon. Lagi-lagi gambarku tidak terlalu bagus. Susah sekali melukis dengan kuas.
Waktu sudah selesai tetapi lukisan di jaketku belum kering. Ya, sudah. Kupakai saja sambil sekalian mengeringkan. Aku menunggu lukisan kering sambil jajan di kafe. Ternyata benar mall ini bukan untuk orang ndeso. Harga cheesecake dan kopinya wadidaw untuk standarku. Tapi enak. Cheesecake-nya lembut, kejunya terasa sekali. Tapi mahal, hiks. Cukup sekali lah jajan di sini. Tapi kalau ditraktir juga aku tidak akan menolak, hehehe.
![]() |
Hasil denim painting |
Pulang dari mall, aku ke halte Tosari. Ini nih halte dari tadi hanya kulihat dari kejauhan. Haltenya tak seramai Halte Bundaran HI, tapi bagus juga untuk foto-foto. Musallanya juga lumayan nyaman. Setelah numpang salat Zuhur, aku pun pulang naik TJ. Sepanjang perjalanan aku tidak berani bersandar karena takut lukisan di jaketku masih basah. Untungnya sampai halte tujuan masih aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!