Melihat lelucon tentang bahasa campur-campur anak Jaksel yang banyak dibicarakan di media sosial, aku jadi teringat kebiasaanku yang mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa ngapak. Kalau tidak salah sewaktu aku SMP atau SMA mulai muncul fasilitas bilingual pada salah satu televisi berbayar. Dan pada masa itu pula kami kadang-kadang iseng mencampur bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ngapak dalam satu kalimat dan menyebutnya bilingual. Misalnya "Kamu dikandhani nggak nggugu, sih!" Tujuannya apa mencampur bahasa seperti itu? Biar keren? Haha, tentu tidak. Alasan utamanya ya bercanda. Namun, makin lucu ya makin keren, sih. Sampai sekarang aku masih senang menggunakan bahasa campur seperti itu karena lucu. Sayangnya tidak ada lawan bicara yang bisa diajak berbahasa ngawur seperti itu.
Kalau mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing? Sering, sih, tetapi tidak seperti yang dilakukan anak Jaksel. Yang sering kulakukan adalah mencampur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sewaktu mengomel di media sosial, termasuk di blog. Aku sering menggunakan kata dalam bahasa Inggris, misalnya kata well kemudian melanjutkan kalimat dengan bahasa Indonesia. Kadang juga aku menggunakan istilah dalam bahasa Inggris dan menyelipkannya pada kalimat dalam bahasa Indonesia. Misalnya, "Kemarin aku mengunduh software bajakan". Sebenarnya kata software bisa diganti menjadi piranti lunak. Namun, karena sudah terbiasa menggunakan istilah asing, aku jadi malas mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sampai kemudian beberapa bulan lalu aku melihat tuitan Ivan Lanin yang menyebutkan bahwa sebaiknya menggunakan satu bahasa dalam satu kalimat. Katanya kemampuan memilih kata yang tepat menunjukkan keteraturan berpikir. Aku pun mulai mencoba untuk tidak mencampur dua bahasa dalam satu kalimat. Ternyata susah. Sulit mencari padanan kata untuk istilah di bidang teknologi informasi dan statistik. Kalaupun ada padanan katanya, belum tentu lawan bicara mengetahui istilah tersebut. Akan tetapi, tetap harus dibiasakan, sih.
Selain menjadi pelaku pencampur bahasa, aku juga kadang bertemu orang-orang yang mencampur dua bahasa dalam satu kalimat, terutama bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dan rasanyaaa ... mangkel (lhaah, kamu juga mencampur bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, itu pake kata mangkel). Kalau dipikir-pikir, mungkin aku mangkel karena aku merasa repot harus berpikir dengan dua bahasa. Yang mestinya otakku hanya perlu membuka kamus bahasa Indonesia, jadi terpaksa harus berganti-ganti membuka kamus bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, DALAM JEDA WAKTU YANG SINGKAT. Mumet. Mungkin itu yang membuatku kesal. Kamu ngomong pake bahasa Indonesia aja aku udah paham, ngapain dicampur bahasa Inggris? Sama-sama orang Indonesia, kok.
Terus ... mau bahas apa lagi? Nggak ada. Aku cuma nulis nggak berfaedah demi target 1 bulan 1 tulisan di blog. Hehehe!
ya emang udah begitu sih.. kadang kita ngobrol atau berbahasa sesuai yg kita nyaman aja
BalasHapus