Laman

Minggu, 27 Oktober 2013

Born Under A Million Shadows (Dalam Sejuta Bayangan)


Fawad nama anak laki-laki itu. Dia lahir di Afghanistan, di bawah bayang-bayang Taliban. Ia memiliki dua orang kawan baik, yaitu Spandi dan Jamilla. Nama asli Spandi adalah Abdullah. Namun, karena dia menjual spanduk, orang-orang memanggilnya Spandi.

Fawad dan Mariya, ibunya, semula tinggal bersama keluarga bibinya meskipun hubungan antara ibunya dan bibinya tidak begitu baik. Setelah ibunya mendapat pekerjaan sebagai pengurus rumah, mereka pun kemudian tinggal di rumah “majikan” ibunya. Orang itu bernama Georgie. Dia berasal dari Inggris. Di Afghanistan Georgie bekerja di LSM dan menjadi pencukur kambing kashmir. Di rumah itu Georgie tinggal bersama dua orang kawannya: seorang jurnalis bernama James dan ahli teknik bernama May.

Tak butuh waktu lama bagi Georgie untuk akrab dengan Fawad. Georgie adalah wanita yang menyenangkan dan dia bisa berbahasa Dari. Fawad pun berpikir bahwa dia menyukai Georgie. Tapi, kemudian dia tahu bahwa Georgie sudah memiliki kekasih bernama Haji Khalid Khan. Sayangnya hubungan mereka cukup rumit. Perbedaan budaya dan perbedaan keyakinan – Haji Khalid Khan muslim sedangkan Georgie bisa dibilang tidak percaya Tuhan – membuat mereka sulit untuk menikah. Dari sinilah berbagai masalah mulai berdatangan.

Rabu, 23 Oktober 2013

The Time Keeper (Sang Penjaga Waktu)




Hanya manusia yang mengukur waktu.

Itu sebabnya hanya manusia yang mengalami ketakutan hebat yang tidak dirasakan makhluk-makhluk lainnya.

Takut kehabisan waktu.


Dor adalah manusia pertama yang berusaha menghitung, membuat angka-angka. Ia selalu asyik mengukur apapun, batu, ranting, kerikil, apa saja yang bisa dihitungnya. Hanya satu yang bisa mengalihkannya dari kegiatan menghitung: Alli, teman masa kecilnya yang kemudian menjadi istrinya.

Dor juga menandai waktu, dengan menandai ujung bayangan pada sebuah tongkat, dengan mengukir takik-takik pada lempeng tanah liat, dan juga membuat jam pertama. Dialah manusia pertama yang menandai waktu. Sementara itu, Nim, kawannya, sedang membuat menara yang akan membawa Nim ke langit untuk mengalahkan dewa-dewa.

Senin, 21 Oktober 2013

Menjaring Angin (12)

Dua minggu lagi Pawana harus berangkat ke Jepang. Dan dia ingin menghabiskan dua minggu itu di kampung halaman. Untuk itu dia ke Stasiun Gambir pagi ini untuk membeli tiket kereta yang berangkat ke Tegal nanti malam. Dia ditemani Wukir. Sebenarnya bukan menemani, sih. Wukir juga hendak membeli tiket kereta ke Semarang. Sama seperti Pawana, dia juga ingin pulang kampung dulu sebelum berangkat ke Jepang. Mereka beruntung karena hari itu hari Rabu, hari kerja. Jadi mereka tak sampai kehabisan tiket. Kalau mereka membeli tiket kereta untuk akhir pekan atau hari libur, mereka harus pesan beberapa hari sebelumnya. Setelah mendapatkan tiket, mereka memutuskan untuk jalan-jalan ke Monas.

Minggu, 20 Oktober 2013

Menjaring Angin (11)


“Nana!” sapa Pukat yang tiba-tiba saja sudah berada di samping meja Pawana. Entah Pukat yang seperti hantu, kedatangannya tidak terdeteksi panca indera manusia, atau Pawana yang terlalu fokus sehingga tidak menyadari kehadiran Pukat.

“Aku disuruh minta tabel-tabel ini ke Bagian Pengolahan,” kata Pukat sambil menyodorkan selembar kertas berisi daftar variabel dan format tabel.

“Kenapa nggak minta lewat email aja? Daripada kamu capek-capek jalan ke sini,” kata Pawana.

Pukat hanya tersenyum. “Ruangan kita, kan, nggak sejauh Jakarta – Tegal, Na. Jalan kaki lima menit juga sampai. Lagian sekalian biar bisa ketemu kamu. Dua minggu kemarin aku ikut pelatihan, jadi nggak bisa ketemu kamu. Kangen,” goda Pukat.

“Apaan, sih, bilang kangen segala!” kata Pawana ketus, menutupi salah tingkahnya.

“Nanti malam ke toko buku, yuk! Kata temanku kemarin ada banyak manga baru,” kata Pukat, tak memedulikan sikap ketus Pawana.

Belum sempat Pawana menjawab ajakan Pukat,  smartphone-nya berbunyi.

Dengan kekuatan bulaaan, akan menghukummu!

Selasa, 15 Oktober 2013

You See What You Want To See

*Warning! Tulisan ini mengandung unsur SARA*
"You see what you want to see," kata Dumbledore pada Snape.

Kamu melihat apa yang ingin kamu lihat. Memang benar demikian adanya. Kita tidak akan melihat apa yang tidak ingin kita lihat. Maksudnya? Ketika kita "meyakini" sesuatu, kita akan menutup mata terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan apa yang kita yakini. Dan kita menjadi lebih jeli untuk menemukan segala sesuatu yang mendukung apa yang kita yakini.

Contohnya adalah orang-orang yang membenci agama Islam, atau memiliki pandangan buruk tentang Islam. Aku tidak tahu agama mereka, bisa jadi juga mereka tidak beragama. Sodorkanlah Al Qur'an kepada mereka. Apa yang akan mereka temukan? Besar kemungkinan yang mereka temukan adalah ayat tentang perang, qishash, poligami, atau hal lain yang (kelihatannya) buruk. Mereka akan berpendapat bahwa orang Islam suka berperang, tanpa melihat asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya) ayat tentang perang. Padahal, ada beberapa ayat yang memerintahkan perang karena umat Islam sudah terlebih dahulu diperangi. Mereka juga akan berpendapat bahwa orang Islam kejam karena menerapkan hukum qishash, tanpa memperhatikan bahwa qishash tidak sembarangan dilakukan, tanpa memperhatikan bahwa sebenarnya qishash efektif menimbulkan efek jera. Ada kalanya seseorang yang membunuh atau melukai seseorang tidak menjalani hukuman qishash dan "hanya" membayar diyat (denda) karena keluarga korban sudah memaafkan.