Laman

Sabtu, 25 Mei 2013

Nostalgia Nge-blog

*menggali kenangan yang mulai terlupakan*

Dua tahun, 23 Mei 2011 - 23 Mei 2013. Yah, ternyata blog Hari Baru Lembaran Baru yang unyu-unyu ini sudah berhasil bertahan di kancah persilatan, eh, per-blogging-an selama dua tahun. Sebuah angka yang fantastis! Halah, baru dua tahun saja dibilang fantastis.

Dan di anniversary kedua ini aku ingin curhat mengenai perkenalanku dengan dunia per-blogging-an ini. Ada satu nama yang punya andil besar memperkenalkanku dengan blog. Dia adalah Wida. Saat itu aku masih kuliah, tingkat empat, sekitar tahun 2008-2009. Awalnya aku cuma main-main Friendster (masih ingat, kan, jejaring sosial ini?). Lalu Wida memberitahu kalau dia membuat blog di Friendster dan di Multiply. Berhubung saat itu aku masih newbie di dunia maya, hasratku untuk mengeksplorasi sangat besar. Aku pun mencoba membuat blog di Friendster dan Multiply dengan alamat blog yang sangat mencerminkan daerah asalku. Di blog Friendster aku menggunakan alamat nyonkbae.blog.friendster.com dan di Multiply aku menggunakan alamat kiyenyonk.multiply.com. Ngapak sekaleee! Sayang sekali, dua blog dengan nama yang emejing itu tinggal kenangan.

Rabu, 22 Mei 2013

Obat Kimia???

Memberikan obat-obatan kimia pada anak sama saja dengan meracuni. Begitu status Facebook salah satu kawanku. Dia menganggap bahwa obat (yang katanya berbal) yang diajarkan dalam Thibbun Nabawi sudah cukup, tidak perlu obat-obatan (yang dia sebut) kimia. Pertanyaannya adalah: obat-obatan kimia itu yang seperti apa ya? Kalau tidak salah, segala sesuatu di muka bumi ini terdiri dari unsur kimia. Air mengandung unsur kimia hidrogen dan oksigen. Udara mengandung unsur kimia oksigen, nitrogen, dan unsur-unsur lainnya. Garam mengandung unsur kimia natrium dan klor. Nasi yang kumakan (hampir) setiap hari saja mengandung karbohidrat yang bila diuraikan ternyata terdiri atas unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Dan aku yakin madu, habbatussauda, biji adas, semuanya terdiri atas unsur-unsur kimia. Lantas, kenapa dia harus membedakan obat herbal dengan obat kimia?

Kemungkinan besar yang dimaksud sebagai obat kimia adalah obat dokter. Lantas, apakah obat dokter memang beracun? Well, pada dasarnya semua obat (bukan hanya obat dokter) bisa menjadi racun. Yang pernah menonton Jewell in The Palace tentunya ingat ketika kawan Jang Geum tidak berani mengklasifikasikan mana yang termasuk obat dan mana yang termasuk racun dengan alasan obat bisa berubah menjadi racun bila dosisnya salah. Obat dokter maupun obat (yang katanya herbal) bila dosisnya tidak tepat bisa menjadi racun. Selain dosis, kondisi orang yang sakit juga berpengaruh, misalnya umur, penyakit tertentu, alergi. Untuk obat-obatan (yang katanya) kimia, biasanya tertulis kontraindikasi, yaitu situasi di mana aplikasi obat atau terapi tidak dianjurkan. Misalnya dalam beberapa obat flu yang beredar umum tertulis kontraindikasi: penderita hipertensi. Berarti penderita hipertensi tidak dianjurkan mengonsumsi obat tersebut. Dalam kondisi tersebut, bukankah bisa diartikan bahwa bagi penderita hipertensi obat tersebut bisa berubah menjadi racun?


Selasa, 14 Mei 2013

Empat Tahun yang Heboh

Hari ini aku baru ingat bahwa 3 Mei 2013 lalu genap empat tahun aku menginjakkan kaki di tanah rencong. Dan 5 Mei 2013 kemarin aku genap empat tahun ditempatkan di Aceh Barat Daya. Yang kuingat justru anniversary blog-ku yang kedua 23 Mei nanti. Ternyata sudah empat tahun aku di sini, ya? Time flies so fast, huh? Rasanya baru kemarin muntah di pesawat, baru kemarin muntah di mobil bos dalam perjalanan Banda Aceh – Lhokseumawe. Eh, tapi setelah membaca pernyataanku yang merasa bahwa waktu berlalu sangat cepat jangan menuduhku sudah sangat betah di Aceh, ya. Aku juga masih mau pindah ke Jawa, hehehe...

Kalau diingat-ingat banyak juga hal heboh yang kualami selama  empat tahun. Tahun 2009 adalah tahun adaptasi, penuh dengan culture shock, penuh dengan pengalaman pertama. Tahun adaptasi karena pada saat itu aku harus membiasakan diri tinggal di tempat yang minim fasilitas terutama fasilitas internet. Saat itu di Blangpidie cuma ada sedikit warnet, kecepatannya pun kurang memuaskan. Aku juga harus beradaptasi dengan makanan di sini. Saat itu sedikit sekali rumah makan yang menyajikan makanan selain makanan Aceh. Di tahun 2009 pertama kalinya aku melihat yang namanya meugang (semacam syukuran menyambut Ramadhan), melihat orang ramai mandi di sungai dan pantai. Di tahun itu pula pertama kalinya aku merasakan hebohnya perjuangan untuk mudik dengan pesawat terbang. Dan di tahun itu pula pertama kalinya aku mengurus KTP karena untuk membuat rekening di bank setempat harus memiliki KTP lokal. Sebelumnya sewaktu di Jawa aku tinggal titip berkas pada tetanggaku – yang menjabat Ketua RT – lalu beberapa hari kemudian KTP sudah diantar ke rumah.

Jumat, 10 Mei 2013

Kenapa Fiksi?

“Itu novel semua?” tanya seseorang ketika melihat setumpuk buku yang kubeli. Aku mengangguk. Sebagian besar memang novel, kecuali dua buku: Indonesia Mengajar dan Selimut Debu. Kemudian dia pun berkomentar bahwa aku tidak membeli buku yang bisa menambah ilmu.

Apakah kita tidak bisa mendapat ilmu dari novel atau cerita fiksi lainnya? Hmm, tidak juga. Memang banyak novel – atau buku fiksi lainnya – yang (menurutku) tidak ‘menyampaikan’ ilmu bagi para pembacanya. Memang ada novel yang (menurutku) hanya mengandung unsur hiburan. Akan tetapi, tidak sedikit juga novel yang ceritanya mengandung ilmu atau hikmah, misalnya Toto-chan, trilogi Negeri 5 Menara, Serial Anak-anak Mamak, atau novel-novel lainnya. Ada banyak pesan moral yang terselip di dalamnya. Itu ilmu juga, kan? Ada juga novel yang kental sekali pesan ideologisnya, seperti Kemi dan The Lost Java. Dan satu yang kadang kita lupa, ketika kita membaca lebih dalam, kita bisa menemukan ‘hikmah’ dari sebuah buku yang kelihatannya sama sekali tidak mengandung nilai moral. Seperti ketika melihat apel jatuh. Orang lain mungkin mengabaikan apel jatuh tersebut. Tapi, seorang Isaac Newton bisa ‘menemukan’ teori gravitasi bumi ‘hanya’ karena melihat apel jatuh.

Kamis, 02 Mei 2013

Hoax Lagi, Kali Ini Bawa-bawa Nama Ustadz

Berita kematian salah seorang ustadz beberapa hari lalu benar-benar berdampak mengerikan. Muncul berita-berita yang menurutku, sih, bohong. Mulai dari berita munculnya awan berbentuk orang yang sedang berdoa, makamnya semerbak, si ustadz punya 'penjaga', sampai munculnya tujuh kyai di upacara pemakaman. Kalau berita tentang awan berbentuk orang berdoa dan makam yang baunya semerbak, aku tidak terlalu peduli karena tidak ada yang membagikan berita tersebut padaku. Sedangkan berita munculnya tujuh kyai di upacara pemakaman lumayan membuatku merasa 'ngeri'. Bukan ngeri karena penampakannya melainkan ngeri membayangkan dampaknya apabila banyak yang percaya.

Ceritanya begini... Ada seseorang yang membuat post di salah satu group Facebook yang kuikuti tentang sahabat si almarhum ustadz yang melihat kemunculan si ustadz bersama tujuh kyai di upacara pemakaman si ustadz lalu si ustadz memberi pesan bahwa kiamat sudah dekat. Aku langsung berkomentar, “Kayaknya hoax, deh!” Kemunculan tujuh orang kyai di pemakaman (yang hanya bisa dilihat kawan dan anak si ustadz tadi) saja sudah membuatku curiga kalau itu hoax. Terlalu lebay dan sumbernya juga tidak jelas. Tidak ada berita yang menyebutkan sahabat si ustadz tadi diwawancarai mengenai kejadian dia melihat tujuh kyai di pemakaman. Ditambah lagi dalam post tersebut ada kata-kata lebih kurang sebagai berikut, “Sebarkan ke semua kontak. Saya sudah BC dan beberapa jam kemudian saya mendapatkan kabar baik.” Membaca kalimat itu aku semakin yakin bahwa berita tersebut adalah hoax. Salah satu ciri khas hoax adalah beritanya lebay. Dan hoax tentang agama biasanya dibumbui dengan ancaman akan celaka kalau tidak menyebarkan berita atau akan beruntung setelah menyebarkan berita. Memangnya si penyebar hoax itu punya kekuasaan apa sampai bisa membuat seseorang beruntung ataupun celaka? Memangnya dia Tuhan?