Manusia
ibarat gelas kosong.. Dituang kopi isinya menghitam, dituang air putih menjadi
beninglah ia. Tetapi segelap apapun gelas kopi itu, ia akan kembali bening jika
terus menerus dituang air putih, begitupun sebaliknya.
Kata Mbak
Nurul Fadilah, sih, begitu. Manusia diibaratkan gelas kosong? Aku tidak
sepenuhnya setuju. Kalau gelas dijadikan metafora untuk jiwa manusia, tentunya
gelas itu berada dalam kondisi kosong hanya ketika dia baru dilahirkan. Setelah
dia menjalani kehidupan di dunia, sedikit demi sedikit gelas itu akan terisi. Apa
isinya? Bisa macam-macam. Bisa air bening (bukan air putih), bisa susu, bisa
kopi, bisa kopi susu, bisa teh, bisa jamu, bisa sirup, macam-macam, lah. Ehm,
kenapa malah jadi menyebutkan banyak minuman begini?
Pada awal
pertumbuhan dan perkembangan manusia, yang paling berperan dalam mengisi ‘gelas’
jiwanya adalah orang lain alias lingkungan terdekat, misalnya orang tua. Bisa dibilang
pada fase awal pertumbuhan dan perkembangannya, manusia cenderung pasif, manut,
diisi apa saja tidak menolak. Ketika manusia sudah mulai bisa berpikir, sudah
bisa menilai dan membedakan baik-buruk dan benar-salah, dia sudah bisa
menentukan sendiri apa saja yang ‘boleh’ masuk ke dalam ‘gelas’ jiwanya. Sudah bisa menyaring, istilah kerennya. Seiring
berjalannya waktu, zat yang masuk ke ‘gelas’ bisa berubah-ubah. Misalnya awalnya
diisi air bening, lalu kemudian khilaf hingga terisi air got, lalu insyaf
hingga terisi air bening yang mengandung kaporit. Lalu, mana yang lebih
berpengaruh terhadap kebersihan ‘gelas’ ini? Ya, tergantung mana yang lebih
banyak (banyak dalam hal ini dari segi kualitas dan kuantitas). Kalau air
gotnya banyak dan terlalu butek tapi air kaporitnya cuma seuprit, ya, jelas
dominan air got, lah, yaaa! Dan sebagai manusia biasa, harus kuakui sangat sulit
untuk mencegah ‘gelas’ milikku terisi air got butek itu. Dan butuh tekad kuat
juga untuk istiqomah mengisi ‘gelas’ itu dengan air bening, apalagi air
kaporit. Serius!
Oh, ya. Seringkali
aku berpikir kalau pada dasarnya ‘gelas’ alias jiwa manusia itu cuma terisi
setengah. Gelas itu akan terisi penuh ketika sudah bertemu dengan belahan
jiwanya. Istilah Jawanya sigaraning nyowo.
Eaaa! Nah, setelah kedua belahan jiwa ini bertemu, isi ‘gelas’ pun akan berbaur
dan mempengaruhi satu sama lain. Kalau yang satu berisi air bening dan yang
satu berisi air got butek (keruh), bagaimana jadinya? Lagi-lagi tergantung mana yang
dominan. Kalau yang isinya air butek itu sudah benar-benar butek, bisa jadi dia
akan membuat air bening yang setengah ‘gelas’ itu ikut butek. Kalau air bening
yang setengah gelas itu mengandung ‘kaporit’, bisa jadi dia akan membantu air
got butek yang setengahnya lagi menjadi jernih. Sebenarnya aku berharap ada
setengah gelas berisi air kaporit yang akan menjernihkan setengah gelas air got
butek di jiwaku. Tapi, yaaa... berhubung susah menemukannya, sepertinya jalan
satu-satunya adalah mengisi ‘gelas’ milikku dengan air kaporit agar sedikit
demi sedikit menjadi jernih. Emmm, ini kenapa malah jadi curhat? Yang jelas,
sebenarnya selalu ada jalan untuk mengisi ‘gelas’ kita dengan zat yang jernih,
baik, dan bergizi (lho?). Tinggal kita (terutama aku) mau berusaha dan
istiqomah atau tidak.
Sahabat
adalah mereka yang mendukung ketika aku benar, menasihati ketika aku luput, dan
mengingatkan ketika aku lupa.
Suka deh sama analogi gelas an garwo-nya. Gelas kehidupan kita sih menurutku bukan gelas polos biasa. Tapi gelas yang ada fitursaringan canggihnya. Fitur ini berkali-kali berkembang sepanjang hidup kita. Jadi kalo yg saringannya jalan, meskipun yang masuk air comberan, usable content gelasnya akan tetep bagus.
BalasHapus*malah bikin postingan blog di komen. Heehehe*
Kalo saringannya oke, justru air comberan nggak akan dibiarkan masuk.
Hapuskalo John Locke sih mengumpamakan manusia bukan gelas, tapi kertas putih.
BalasHapusHe..tapi bener tuh, gelas itu tergantung sapa yang nuang dan apa yang dituang ke dalamnya ya?
Makasih sudah berkunjung ke blog saya! maaf baru bisa ninggal jejak sekarang. Kemarin2 udah kesini tapi kok blog ini side bar-nya ga bisa discroll down ya? terus coba2 pake tombol page up/down..ah berhasil!
Oiya..ikutan giveawaw ku yuk!
Kalo pake Google Chrome emang gitu, Mbak. Ada script yang saya pake yang kayanya nggak pas di Chrome.
Hapushemm.. paragraf 2 setuju,
BalasHapusmakanya waktu kecil kita jangan membodohi/membohongi anak kecil karena itu adalah saat-saat masa penting mereka mengingat sesuatu dan belajar @@
hemm.. saya ngerti kok mbak kegalauanmu :P butuh belahan jiwa ya untuk memenuhi gelas jiwa manusia. kalau bercampur tinggal lihat siapa yang lebih dominan sepertinya @@
Tapi... Tapi... Ngapusi anak kecil itu seru -__-'
HapusWkwkwkwk, dirimu begitu pengertian, adik :D Feeling-ku mengatakan aku yang lebih dominan :D
mendingan di isi jus ya, enaakk dan segaarr *eh huss huss lagi puasa :P
BalasHapushmm jadi manusia sekarang airnya mostly air kaporit ya, pantesan rasanya agak2 gimana gitu :D
yang bagian akhir boleh juga tuh, curcoll gitu hehe
baeklaahh, aku catett, maaciihh :)
'xoxo'
Emmm, diisi es buah aja deh... Pake buahnya yang lengkap. Ada anggur, leci, kiwi, stroberi, mangga, kedondong, pisang, slurp! *jadi pengen buruan bedug Maghrib*
HapusBukan curcol, kok. Ini beneran curhat, nggak pake colongan :D
gelas jiwaku tak isi madu aelah ben legi, nek banyu kaporit gak doyan mil #pengalaman waktu kos ngrebus air kaporit
BalasHapusKalo aku teh wasgitel aja (wangi, panas, sepet, legi, kentel). Hmmm... Maknyus!
HapusBerarti gelasku masih kosong sebelum ketemu soulmate-ku yah mba? :P
BalasHapusBukan kosong, melainkan baru terisi setengah :p
Hapusbagus analogi jiwa = gelas.
BalasHapusdiantara hitam (kopi) dan putih (susu), bisa terjadi penyimpangan kah? misalnya gelas diisi roti?
Bisaaaaa! Mau diisi kelereng juga boleh :p
Hapussetuju.... manusia dipengaruhi oleh lingkungan. semakin positif lingkungan maka positif juga hasilnya... tapi sebenarnya tidak baik juga kali kalau di isi semuanya positif ya... ada baiknya diisi dengan sedikit negatif... jadi ga bening bening amat ya... belahan jiwa... aku ga ikut ikut ah....
BalasHapuslaaah? jadi perlu diisi negatif sedikit gitu?
Hapusklu saiia ko ngeliatnya.. biar itu aer apa.. ttp yg keliatan tu H2O nya iia.. :( sukses buat GA nya ;)
BalasHapushadeuh. terserah, deh.
HapusSebaik2nya orang tapi di lingkungan yang kurang baik bisa jadi orang itu ikut gag baik juga...
BalasHapusSmoga gelas2 jiwa ku tetep jadi baik yaa mas :D
Eeh baca nikname kalau koment tuh Milo yaa :D
Mas???????? *nangis sesenggukan*
HapusNiar tega iiiih manggil aku 'mas'. Aku, kan, cewek T___T
Iya, aku sering pake nickname Milo. Singkat.
yg penting jgn patah semangat ya.. :D
BalasHapusIyaaa :)
HapusUmpama yang menarik!
BalasHapusManusia yang pertama memasukan sebening air ke dalam jiwa adalah ibu dan ayah, namun tergantung 'gelas' yang ada dalam diri kita, jika memberontak dan menolak hingga bergejolak? ya celaka!
Kalo berontak terhadap yang buruk ya nggak celaka.
HapusYah, maksud hati ke sini mau nyari inspirasi ... malah berakhir IC. #ICeption T.T
BalasHapusApa ituh iception?
Hapuskok ga ada yg ngomongin ketika... gelasnya pecah :D
BalasHapusWaaah, idenya Rio emejing! Gelas pecah, oke juga tuh :p
HapusYang pasti meski sekilas antara gelas satu dan lainnya tampak sama, tapi pada hakekatnya beda semua...
BalasHapusItu maknanya, gelas2 jiwa itu membawa sifat masing2.
Memang tak bisa diubah, tapi bisa dikelola
Serupa tapi tak sama, ya, Pak..
Hapusbiarpun kotor, air got bisa memberi banyak kehidupan untuk banyak makhluk hidup...
BalasHapusYa, ya, air got pun bisa bermanfaat.
Hapusair dalam gelas akan lebih indah apabila diisi oleh mokacino :D #sshhlluuurrpp
BalasHapusBoleh. Moccachino enak juga :D
Hapusya sah sah aja sih orang memetamorfosiskan jiwa, bisa gelas kosong, bisa kertas putih, bisa flashdisk, bisa hardisk, bisa gentong, bisa macam macam deh...
BalasHapusyang jelas mantebs ulasannya:}
Metafora, bukan metamorfosis :p
Hapusterima kasih sudah berbagi :) maf mbak aku baru online jadi baru bisa mampir nih
BalasHapusHehe, gapapa. Saya juga jarang main ke blog Mbak Lidya.
Hapuswah ini filosofi yang sedernaha tapi benar juga, kita tergantung dengan siapa kita bergaul menentukan siapa diri kita. seperti isi gelas tadi.. bukan begitu sist?
BalasHapusTergantung kemampuan kita juga dalam memfilter pengaruh orang2 yang bergaul dengan kita.
Hapus