Laman

Selasa, 31 Juli 2012

Gelas-Gelas Jiwa

Manusia ibarat gelas kosong.. Dituang kopi isinya menghitam, dituang air putih menjadi beninglah ia. Tetapi segelap apapun gelas kopi itu, ia akan kembali bening jika terus menerus dituang air putih, begitupun sebaliknya.

Kata Mbak Nurul Fadilah, sih, begitu. Manusia diibaratkan gelas kosong? Aku tidak sepenuhnya setuju. Kalau gelas dijadikan metafora untuk jiwa manusia, tentunya gelas itu berada dalam kondisi kosong hanya ketika dia baru dilahirkan. Setelah dia menjalani kehidupan di dunia, sedikit demi sedikit gelas itu akan terisi. Apa isinya? Bisa macam-macam. Bisa air bening (bukan air putih), bisa susu, bisa kopi, bisa kopi susu, bisa teh, bisa jamu, bisa sirup, macam-macam, lah. Ehm, kenapa malah jadi menyebutkan banyak minuman begini?

Pada awal pertumbuhan dan perkembangan manusia, yang paling berperan dalam mengisi ‘gelas’ jiwanya adalah orang lain alias lingkungan terdekat, misalnya orang tua. Bisa dibilang pada fase awal pertumbuhan dan perkembangannya, manusia cenderung pasif, manut, diisi apa saja tidak menolak. Ketika manusia sudah mulai bisa berpikir, sudah bisa menilai dan membedakan baik-buruk dan benar-salah, dia sudah bisa menentukan sendiri apa saja yang ‘boleh’ masuk ke dalam ‘gelas’ jiwanya. Sudah bisa menyaring, istilah kerennya. Seiring berjalannya waktu, zat yang masuk ke ‘gelas’ bisa berubah-ubah. Misalnya awalnya diisi air bening, lalu kemudian khilaf hingga terisi air got, lalu insyaf hingga terisi air bening yang mengandung kaporit. Lalu, mana yang lebih berpengaruh terhadap kebersihan ‘gelas’ ini? Ya, tergantung mana yang lebih banyak (banyak dalam hal ini dari segi kualitas dan kuantitas). Kalau air gotnya banyak dan terlalu butek tapi air kaporitnya cuma seuprit, ya, jelas dominan air got, lah, yaaa! Dan sebagai manusia biasa, harus kuakui sangat sulit untuk mencegah ‘gelas’ milikku terisi air got butek itu. Dan butuh tekad kuat juga untuk istiqomah mengisi ‘gelas’ itu dengan air bening, apalagi air kaporit. Serius!

Oh, ya. Seringkali aku berpikir kalau pada dasarnya ‘gelas’ alias jiwa manusia itu cuma terisi setengah. Gelas itu akan terisi penuh ketika sudah bertemu dengan belahan jiwanya. Istilah Jawanya sigaraning nyowo. Eaaa! Nah, setelah kedua belahan jiwa ini bertemu, isi ‘gelas’ pun akan berbaur dan mempengaruhi satu sama lain. Kalau yang satu berisi air bening dan yang satu berisi air got butek (keruh), bagaimana jadinya? Lagi-lagi tergantung mana yang dominan. Kalau yang isinya air butek itu sudah benar-benar butek, bisa jadi dia akan membuat air bening yang setengah ‘gelas’ itu ikut butek. Kalau air bening yang setengah gelas itu mengandung ‘kaporit’, bisa jadi dia akan membantu air got butek yang setengahnya lagi menjadi jernih. Sebenarnya aku berharap ada setengah gelas berisi air kaporit yang akan menjernihkan setengah gelas air got butek di jiwaku. Tapi, yaaa... berhubung susah menemukannya, sepertinya jalan satu-satunya adalah mengisi ‘gelas’ milikku dengan air kaporit agar sedikit demi sedikit menjadi jernih. Emmm, ini kenapa malah jadi curhat? Yang jelas, sebenarnya selalu ada jalan untuk mengisi ‘gelas’ kita dengan zat yang jernih, baik, dan bergizi (lho?). Tinggal kita (terutama aku) mau berusaha dan istiqomah atau tidak.

Sahabat adalah mereka yang mendukung ketika aku benar, menasihati ketika aku luput, dan mengingatkan ketika aku lupa.


40 komentar:

  1. Suka deh sama analogi gelas an garwo-nya. Gelas kehidupan kita sih menurutku bukan gelas polos biasa. Tapi gelas yang ada fitursaringan canggihnya. Fitur ini berkali-kali berkembang sepanjang hidup kita. Jadi kalo yg saringannya jalan, meskipun yang masuk air comberan, usable content gelasnya akan tetep bagus.
    *malah bikin postingan blog di komen. Heehehe*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo saringannya oke, justru air comberan nggak akan dibiarkan masuk.

      Hapus
  2. kalo John Locke sih mengumpamakan manusia bukan gelas, tapi kertas putih.
    He..tapi bener tuh, gelas itu tergantung sapa yang nuang dan apa yang dituang ke dalamnya ya?
    Makasih sudah berkunjung ke blog saya! maaf baru bisa ninggal jejak sekarang. Kemarin2 udah kesini tapi kok blog ini side bar-nya ga bisa discroll down ya? terus coba2 pake tombol page up/down..ah berhasil!
    Oiya..ikutan giveawaw ku yuk!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo pake Google Chrome emang gitu, Mbak. Ada script yang saya pake yang kayanya nggak pas di Chrome.

      Hapus
  3. hemm.. paragraf 2 setuju,
    makanya waktu kecil kita jangan membodohi/membohongi anak kecil karena itu adalah saat-saat masa penting mereka mengingat sesuatu dan belajar @@

    hemm.. saya ngerti kok mbak kegalauanmu :P butuh belahan jiwa ya untuk memenuhi gelas jiwa manusia. kalau bercampur tinggal lihat siapa yang lebih dominan sepertinya @@

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi... Tapi... Ngapusi anak kecil itu seru -__-'

      Wkwkwkwk, dirimu begitu pengertian, adik :D Feeling-ku mengatakan aku yang lebih dominan :D

      Hapus
  4. mendingan di isi jus ya, enaakk dan segaarr *eh huss huss lagi puasa :P

    hmm jadi manusia sekarang airnya mostly air kaporit ya, pantesan rasanya agak2 gimana gitu :D

    yang bagian akhir boleh juga tuh, curcoll gitu hehe

    baeklaahh, aku catett, maaciihh :)

    'xoxo'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emmm, diisi es buah aja deh... Pake buahnya yang lengkap. Ada anggur, leci, kiwi, stroberi, mangga, kedondong, pisang, slurp! *jadi pengen buruan bedug Maghrib*

      Bukan curcol, kok. Ini beneran curhat, nggak pake colongan :D

      Hapus
  5. gelas jiwaku tak isi madu aelah ben legi, nek banyu kaporit gak doyan mil #pengalaman waktu kos ngrebus air kaporit

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo aku teh wasgitel aja (wangi, panas, sepet, legi, kentel). Hmmm... Maknyus!

      Hapus
  6. Berarti gelasku masih kosong sebelum ketemu soulmate-ku yah mba? :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan kosong, melainkan baru terisi setengah :p

      Hapus
  7. bagus analogi jiwa = gelas.

    diantara hitam (kopi) dan putih (susu), bisa terjadi penyimpangan kah? misalnya gelas diisi roti?

    BalasHapus
  8. setuju.... manusia dipengaruhi oleh lingkungan. semakin positif lingkungan maka positif juga hasilnya... tapi sebenarnya tidak baik juga kali kalau di isi semuanya positif ya... ada baiknya diisi dengan sedikit negatif... jadi ga bening bening amat ya... belahan jiwa... aku ga ikut ikut ah....

    BalasHapus
  9. klu saiia ko ngeliatnya.. biar itu aer apa.. ttp yg keliatan tu H2O nya iia.. :( sukses buat GA nya ;)

    BalasHapus
  10. Sebaik2nya orang tapi di lingkungan yang kurang baik bisa jadi orang itu ikut gag baik juga...

    Smoga gelas2 jiwa ku tetep jadi baik yaa mas :D

    Eeh baca nikname kalau koment tuh Milo yaa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas???????? *nangis sesenggukan*
      Niar tega iiiih manggil aku 'mas'. Aku, kan, cewek T___T
      Iya, aku sering pake nickname Milo. Singkat.

      Hapus
  11. yg penting jgn patah semangat ya.. :D

    BalasHapus
  12. Umpama yang menarik!
    Manusia yang pertama memasukan sebening air ke dalam jiwa adalah ibu dan ayah, namun tergantung 'gelas' yang ada dalam diri kita, jika memberontak dan menolak hingga bergejolak? ya celaka!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo berontak terhadap yang buruk ya nggak celaka.

      Hapus
  13. Yah, maksud hati ke sini mau nyari inspirasi ... malah berakhir IC. #ICeption T.T

    BalasHapus
  14. kok ga ada yg ngomongin ketika... gelasnya pecah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah, idenya Rio emejing! Gelas pecah, oke juga tuh :p

      Hapus
  15. Yang pasti meski sekilas antara gelas satu dan lainnya tampak sama, tapi pada hakekatnya beda semua...
    Itu maknanya, gelas2 jiwa itu membawa sifat masing2.
    Memang tak bisa diubah, tapi bisa dikelola

    BalasHapus
  16. biarpun kotor, air got bisa memberi banyak kehidupan untuk banyak makhluk hidup...

    BalasHapus
  17. air dalam gelas akan lebih indah apabila diisi oleh mokacino :D #sshhlluuurrpp

    BalasHapus
  18. ya sah sah aja sih orang memetamorfosiskan jiwa, bisa gelas kosong, bisa kertas putih, bisa flashdisk, bisa hardisk, bisa gentong, bisa macam macam deh...

    yang jelas mantebs ulasannya:}

    BalasHapus
  19. terima kasih sudah berbagi :) maf mbak aku baru online jadi baru bisa mampir nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, gapapa. Saya juga jarang main ke blog Mbak Lidya.

      Hapus
  20. wah ini filosofi yang sedernaha tapi benar juga, kita tergantung dengan siapa kita bergaul menentukan siapa diri kita. seperti isi gelas tadi.. bukan begitu sist?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tergantung kemampuan kita juga dalam memfilter pengaruh orang2 yang bergaul dengan kita.

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!